About

Minggu, 08 Desember 2013

Apendisitis

LANDASAN TEORITIS
A.    Defenisi
·        Apendisitis adalah radang pada  organ apendiks (usus buntu) yang disebabkan adanya bendungan pada lumennya (saluran) karena terjadi pembesaran kelenjar limphoid pada sub mukosa apendiks.
·        Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
·        Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
·        Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ tang penting
Apendisitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
B.     Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendiks vermiformis. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

C.    Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
*     Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
·        Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
·        Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
·        Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
·        Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
*     Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
*     Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
*     Tergantung pada bentuk appendiks
*     Appendiks yang terlalu panjang.
*     Messo appendiks yang pendek.
*      Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
*     Kelainan katup di pangkal appendiks.

D.    Klasifikasi
1.      Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding appendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2.      Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

3.      Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat yaitu :
Ø  Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
Ø  Radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik
Ø  Keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah:
Ø  Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
Ø  Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
Ø  Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
Ø   Infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

4.      Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendisitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

5.      Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.

6.      Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7.      Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

E.     Patofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks dan menimbulkan edema, inflamasi, bendungan vena, dan naiknya tekanan intra lumen. Hal ini dapat menyebabkan invasi bakteri, nekrosis, dan perforasi, yang menyebabkan peritonisis.
Penyebaba obstruksi lumen adalah hyperplasia dari jaringan limfoid submukosa, fekalit di apendiks, dan parasit intestinal. Prognosinya sangan baik, terutama bila pembedahan dilakukan sebelun terjadi perforasi.

F.     Manisfestasi Klinis
Ø  Sakit kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah.
Ø  Anoreksia.
Ø  Mual.
Ø  Muntah.
Ø  Demam, demam ringan diawal penyakit; dapat naik tajam pada peritonitis.
Ø  Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
Ø  Bising usus menurun atau tidakaada sama sekali
Ø  Konstipasi.
Ø  Diare.
Ø  Disuria.
Ø  Iritabilitas.
Ø  Gejala berkembang cepat; kondisi dapat didiagnosis dalam  4 sampai 6  jam  setelah munculnya gejala pertama.

G.    Penalataksanaan Bedah
Pembedahhan bila diindikasikan bila dignoasa apendisistis telah ditegakkan. Antibiotic dan cairan IV diberika sampai pembedahan dilakukan. Analgesic dapat diberikan setela diagnosa dilakukan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendik) dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif

H.    Pemeriksaan fisik
1.     Inspeksi
ð   akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2.     Palpasi
ð   didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3.     Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4.     Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5.     Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6.     Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol

I.      Uji Laboratoriun dan Diagnosis
1.      Hitung darah lengkap: leukosit, neutrofilifa, tanpa eosinosil
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan appendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
2.      Ultra sound: fekalit  nonkalsifikasi, appendiks nonperforasi, abses appendiks
3.      Pemeriksaan foto abdomen: fekalit berkalsifikasi
-        Ultrasonografi  (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak
-        CT scan, dapat terlihat jelas gambaran appendiks
4.      Enema  barium: apendiks tidak terisi

J.      Komplikasi
·        Perforasi dengan pembentukan  abses
·        Peritonisi generalisata

·        Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.LANDASAN TEORITIS
A.    Defenisi
·        Apendisitis adalah radang pada  organ apendiks (usus buntu) yang disebabkan adanya bendungan pada lumennya (saluran) karena terjadi pembesaran kelenjar limphoid pada sub mukosa apendiks.
·        Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
·        Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
·        Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ tang penting.

Apendiks








Apendisitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
B.     Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendiks vermiformis. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

C.    Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
*     Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
·        Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
·        Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
·        Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
·        Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
*     Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
*     Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
*     Tergantung pada bentuk appendiks
*     Appendiks yang terlalu panjang.
*     Messo appendiks yang pendek.
*      Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
*     Kelainan katup di pangkal appendiks.

D.    Klasifikasi
1.      Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding appendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2.      Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

3.      Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat yaitu :
Ø  Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
Ø  Radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik
Ø  Keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah:
Ø  Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
Ø  Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
Ø  Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
Ø   Infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

4.      Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendisitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

5.      Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.

6.      Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

7.      Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

E.     Patofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks dan menimbulkan edema, inflamasi, bendungan vena, dan naiknya tekanan intra lumen. Hal ini dapat menyebabkan invasi bakteri, nekrosis, dan perforasi, yang menyebabkan peritonisis.
Penyebaba obstruksi lumen adalah hyperplasia dari jaringan limfoid submukosa, fekalit di apendiks, dan parasit intestinal. Prognosinya sangan baik, terutama bila pembedahan dilakukan sebelun terjadi perforasi.

F.     Manisfestasi Klinis
Ø  Sakit kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah.
Ø  Anoreksia.
Ø  Mual.
Ø  Muntah.
Ø  Demam, demam ringan diawal penyakit; dapat naik tajam pada peritonitis.
Ø  Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
Ø  Bising usus menurun atau tidakaada sama sekali
Ø  Konstipasi.
Ø  Diare.
Ø  Disuria.
Ø  Iritabilitas.
Ø  Gejala berkembang cepat; kondisi dapat didiagnosis dalam  4 sampai 6  jam  setelah munculnya gejala pertama.

G.    Penalataksanaan Bedah
Pembedahhan bila diindikasikan bila dignoasa apendisistis telah ditegakkan. Antibiotic dan cairan IV diberika sampai pembedahan dilakukan. Analgesic dapat diberikan setela diagnosa dilakukan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendik) dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif

H.    Pemeriksaan fisik
1.     Inspeksi
ð   akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2.     Palpasi
ð   didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3.     Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4.     Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5.     Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6.     Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol

I.      Uji Laboratoriun dan Diagnosis
1.      Hitung darah lengkap: leukosit, neutrofilifa, tanpa eosinosil
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan appendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
2.      Ultra sound: fekalit  nonkalsifikasi, appendiks nonperforasi, abses appendiks
3.      Pemeriksaan foto abdomen: fekalit berkalsifikasi
-        Ultrasonografi  (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak
-        CT scan, dapat terlihat jelas gambaran appendiks
4.      Enema  barium: apendiks tidak terisi

J.      Komplikasi
·        Perforasi dengan pembentukan  abses
·        Peritonisi generalisata
·        Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

1 komentar:

  1. Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.

    http://acemaxsshop.com/obat-tradisional-usus-buntu/

    BalasHapus