About

Rabu, 05 November 2014

FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran Pencernaan
            Agar makanan dapat di cerna dengan baik dan benar dibutuhkan beberapa proses berikut ini akan dijelaskan masing-masing mekanisme dalam pencernaan makanan.
a.      Mastikasi (Mengunyah)
Gigi merupakan alat bantu utama dalam proses mengunyah makanan. Gigi anterior (insisivus) sebagai pemotong makanan dan gigi posterior (molar) sebagai penggiling. Pada gigi terdapat otot-otot pengunyah yang dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nucleus dalam batang otak.
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu refleks mengunyah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: adanya bolus makanan didalam mulut pada awalnya menimbulkan penghambat refleks otot untuk mengunyah, yang menyebabkan rahang bawah turun kebawah. Penurunan ini kemudian menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound pada saat yang lain, ini terjadi berulang-ulang.
b.      Proses Menelan (Deglutisi)
Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring membantu fungsi pernapasan dan menelan. Menelan dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1.               Tahap Volunter
Bila makanan sudah siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau digulung kearah posterior kedalam faring oleh tekanan lidah keatas dan kebelakang terhadap palatum. Dari sini, proses menelan menjadi seluruhnya atau hamper seluruhnya berlangsung secara otomatis dan umumnya tidak dapat dihentikan.
2.                  Tahap Faringeal
            Mekanika tahapan penelanan makanan dari faring yaitu trakea tertutup, esophagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltic cepat dicetuskan oleh system saraf faring mendorong bolus makanan kedalam esophagus bagian atas, seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari dua detik.


Pencetusan Saraf pada Tahap Faringeal dari Proses Menelan
            Tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu reflex. Hal ini hamper selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunteer masuk kebagian belakang mulut, yang kemudian merangsang reseptor-reseptor sensoris faringeal involunter untuk menimbulkan reflex menelan.
Pengaruh Tahap Faringeal dari Proses Menelan Terhadap Pernapasan
            Seluruh tahap faringeal terjadi selama lebih kurang 6 detik sehingga menganggu pernapasan hanya sekejap dalam siklus pernapasan biasa. Pusat menelan menghambat pusat pernapasan medulla, menghentikan pernapasan pada titik tertentu dalam siklusnya untuk memungkinkan berlangsungnya penelanan. Bahkan sewaktu seseorang berbicara , penelanan akan menghentikan pernapasan dalam waktu yang singkat dan sulit untuk diperhatikan.
3.                  Tahap Esofageal
Esofagus memperlihatkan 2 tipe gerakan peristaltic: peristaltic primer dan peristaltic sekunder.
Peristaltaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltic yang dimulai di faring dan menyebar ke esophagus selama tahap faringeal dalam proses menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik. Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang telah masuk ke esophagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltic sekunder yang dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai makanan dikosongkan ke dalam lambung. Sewaktu gelombang peristaltic penelanan melewati esophagus , terdapat “realaksasi reseptif” dari sfingter esophagus bagian bawah yang mendahului gelombang peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan yang ditelan ke dalam lambung.Gelombangperistaltik esophagus ini bila mendekat kearah lambung, timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron yang penghambat mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya, seluruh lambung bahkan duodenum menjadi terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esophagus.Kemudian makanan berjalan memasuki lambung.
Fungsi penyimpanan lambung
Sewaktu makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk lingkaran konsentris makanan di bagian oral lambung, makanan yang palaing baru terletak paling dekat dengan pembukaan esophagus dan makanan paling akhir terletak paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya, bila makanan meregangkan lambung, reflex vasovagal dari lambung ke batang otak dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot korpus lambung sehingga dinding menonjol keluar secara progesif.
Pencampuran dan propulsi makanan dalam lambung
Getah pencernaan dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastric. Sekresi ini terjadi saat berkontak dengan bagian makanan yang disimpan yang terletak berhadapan dengan permukaan mukosa lambung. Selama lambung berisi makanan, gelombang konstriktor peristaltic makanan yang lemah mulai timbul di di bagian tengah sampai ke bagian atas dari dinding lambung dan bergerak kea rah abtrum sekitar 1 kali setiap 15 smpai 20 detik. Sewaktu gelombang kontriktor berjalanj dari korpus lambung ke antrum, gelombang tersebut menjadi kuat dan timbul cincin kontriktor. Gerakan cincin konstriktif peristaltic digabung dengan kerja memeras dengan arah terbalik disebut retropulsi adalah mekanisme pencampuran yang penting dalam lambung.Setelah makanan dalam lambung bercampur dengan sekresi hasil lambung, hasil pencampuran yang berjalan ke usus disebut kimus. Selain kontraksi peristaltic yang terjadi ketika makanan terdapat dalam lambung juga terdapat kontraksi lapar yang terjadi bila lambung telah kosong selama beberapa jam atau lebih. Kontraksi lapar terjadi paling kuat pada orang muda, sehat yang memiliki derajat tonus gastrointestinal yang tinggi.
Pengosongan lambung
Pengosongan lambung hanya diatur dalam derajat sedang oleh factor-faktor lambung seperti derajat pengisian lambung dan efek perangsangan gastrin pada peristaltic lambung. Mungkin control pengosongan lambung yang lebih penting terletak pada sinyal umpan balik penghambat dari duodenum, termasuk refleks umpan balik saraf pemnghambat enterogastrik dan umpan balik hormonal oleh CCK. Mekanisme penghambat umpan balik ini bekerja bersama-sama memperlambat kecepatan pengosongan bila: 1) kimus yang terdapat usus halus sudah terlalu banyak, 2)kimus bersifat terlalu asam, mengandung terlalu banyak protein atau lemak yang belum dicerna, bersifat hipotonik atau hipertonik, atau mengiritasi. Dalam keadaan ini, kecepatan pengosongan lambung dibatasi sampai sejumlah kimus dapat diproses di dalam usus halus.
Pergerakan usus halus
Ada 2 kontraksi pada pergerakan usus halus dalam traktus gastrointestinal yaitu kontraksi pencampuran dan kontraksi pendorongan. Kontraksi pencampuran atau kontraksi segmentasi terjadi bila bagian tertentu usus halus diregangkan oleh kimus, peregangan dinding usus menimbulkan kontraksi konsentris lokal. Artinya kontraksi membagi usus menjadi segmen-segmen berjarak yang mempunyai bentuk rantai sosis. Kontraksi segmentasi ini biasanya “memotong” kimus sekitar 2-3 kali/menit, dengan cara ini membantu pencampuran partikel-partikel makanan padat dengan sekresi usus halus. Frekuensi maksimal dari kontraksi segmentasi ini kira-kira 12 per menit, tetapi ini hanya terjadi pada keadaan perangsangan yang ekstrem. Pada ileum terminalis, frekuensi maksimumnya 8-9 kontraksi/menit.
Sedangkan pada kontrakasi pendorongan, kimus didorong melalu usus halus oleh gelombang peristaltik. Gelombang peristaltic tersebut secara normal sangat lemah dan biasanya berhenti sesudah menempuh jarak 3-5cm yang mana perjalanan kimus tersebut dari pylorus menuju katup ileosekal. Katup ileosekal berfungsi mencegah aliran balik isi dekal dari kolon ke dalam usus halus. Aktivitas peristaltik usus halus sangat meningkat setelah makan. Hal ini disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam duodenum tetapi juga refleks gastroenterik yang dimulai dengan peregangan lambung. Fungsi gelombang peristaltic dalam usus halus tidak hanya menyebabkan pendorongan kimus ke arah katup ileosekal tetapi juga menyebarkan kimus sepanjang mukosa usus.
Gerakan-gerakan Kolon
Fungsi utama dari kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon hubungannya dengan absorbs dan setengah bagian distal, berhubungan dengan penimbunan. Meskipun pergerakannya lambat, pergerakannya masih mempunyai karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan sekali lagi dapat dibagi menjadi gerakan-gerakan mencampur dan gerakan-gerakan mendorong.
Jenis gelombang peristaltik yang terlihat pada usus halus, jarang timbul pada sebagian besar kolon. Sebaliknya, hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat ke arah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa (mass movement).
Dari awal kolon transversal sampai sigmoid, pergerakan massa terutama mengambil alih peran pendorongnya. Gerakan ini biasanya hanya terjadi satu sampai tiga kali setiap hari, paling lama kira-kira 15 menit selama jam pertama setelah makan pagi.
Defekasi
Sebagian besar, rektum tidah berisi feses. Hal ini akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah. Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam  rectum, secara normal timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus. Pendorongan massa feses terus menerus melalu anus dicegah oleh kontraksi tonik dari sfingter ani internus dan sfingter ani eksternus.
Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Salah satunya yaitu refleks intrinsik yang diperantarai oleh saraf enterik setempat. “Bila feses memasuki rektum, peregangan dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic didalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses kea rah anus. Sewaktu gelombang peristaltic mendekani anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus, jika sfingter ani eksternus secara sadar, secara volunter berelaksasi bila pada waktu yang bersamaan, akan terjadi defekasi.
Akan tetapi, refleks defekasi intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya bersifat lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain yaitu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medulla spinalis. Sinyal-sinyal yang masuk ke medulla spinalis menimbulkan efek-efek lain, seperti mengambil nafas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot-otot dinding perut untuk mendorong feses dari kolon turun ke bawah dan pada saat bersamaan menyebabkan dasar pelvis terdorong ke bawah dan menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses. Selain refleks defekasi, dibutuhkan efek-efek lain seperti pada manusia telah dilatih untuk defekasi di toilet, relaksasi sfingter internus dan gerakan feses maju ke depan menuju anus secara normal menimbulkan kontraksi sfingter eksternus seketika itu juga, yang masih mencegah terjadinya defekasi untuk sementara.

Referensi:
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.


0 komentar:

Posting Komentar