LANDASAN
TEORITIS
A. Defenisi
·
Apendisitis adalah radang pada
organ apendiks (usus buntu) yang disebabkan adanya bendungan pada
lumennya (saluran) karena terjadi pembesaran kelenjar limphoid pada sub mukosa
apendiks.
·
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,
melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002
hal 1097 ).
·
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal
307 ).
·
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan
shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari,
yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus
buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan
organ tang penting
Apendisitis
sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
B. Anatomi dan Fisiologi
Usus
buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendiks vermiformis. Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara
di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu:
taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon
asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.
Ukuran
panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh
saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal
dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal
dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini
diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig
A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi,
tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang
lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh,
khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang
pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor
tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
·
Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
·
Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
·
Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok,
biji jeruk dll.
·
Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
Infeksi kuman dari
colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
Laki – laki lebih
banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
Tergantung pada
bentuk appendiks
Appendiks yang
terlalu panjang.
Messo appendiks yang
pendek.
Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiks.
Kelainan katup di
pangkal appendiks.
D. Klasifikasi
1.
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada
jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi
dapat berupa :
1.
Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding appendiks.
2.
Fekalit
3. Benda
asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin /
cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa
juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke
dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar
secara hematogen ke apendiks.
2. Appendicitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah
disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi
edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc
Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3.
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat yaitu :
Ø
Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
Ø
Radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik
Ø
Keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah:
Ø
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
Ø
Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
Ø
Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
Ø
Infiltrasi sel inflamasi
kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4.
Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendisitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
5.
Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai
bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.
Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
6.
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7.
Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
E. Patofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks dan
menimbulkan edema, inflamasi, bendungan vena, dan naiknya tekanan intra lumen.
Hal ini dapat menyebabkan invasi bakteri, nekrosis, dan perforasi, yang menyebabkan
peritonisis.
Penyebaba obstruksi lumen adalah hyperplasia dari jaringan limfoid
submukosa, fekalit di apendiks, dan parasit intestinal. Prognosinya sangan
baik, terutama bila pembedahan dilakukan sebelun terjadi perforasi.
F. Manisfestasi Klinis
Ø
Sakit kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah.
Ø
Anoreksia.
Ø
Mual.
Ø
Muntah.
Ø
Demam, demam ringan diawal penyakit; dapat naik tajam pada
peritonitis.
Ø
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu
kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
Ø
Bising usus menurun atau tidakaada sama sekali
Ø
Konstipasi.
Ø
Diare.
Ø
Disuria.
Ø
Iritabilitas.
Ø
Gejala berkembang cepat; kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama.
G. Penalataksanaan Bedah
Pembedahhan bila diindikasikan bila dignoasa apendisistis telah
ditegakkan. Antibiotic dan cairan IV diberika sampai pembedahan dilakukan.
Analgesic dapat diberikan setela diagnosa dilakukan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendik) dilakukan segera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif
H. Pemeriksaan fisik
1.
Inspeksi
ð
akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2.
Palpasi
ð
didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan
terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign)
yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai
kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri
di perut semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya
peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang
lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus
buntu.
6.
Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
I.
Uji Laboratoriun dan Diagnosis
1.
Hitung darah lengkap: leukosit, neutrofilifa, tanpa eosinosil
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah
kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan appendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
2.
Ultra sound: fekalit
nonkalsifikasi, appendiks nonperforasi, abses appendiks
3.
Pemeriksaan foto abdomen: fekalit berkalsifikasi
-
Ultrasonografi (USG) cukup
membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil
dan anak-anak
-
CT scan, dapat terlihat jelas gambaran appendiks
4.
Enema barium: apendiks
tidak terisi
J.
Komplikasi
·
Perforasi dengan pembentukan
abses
·
Peritonisi generalisata
·
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang. LANDASAN
TEORITIS
A. Defenisi
·
Apendisitis adalah radang pada
organ apendiks (usus buntu) yang disebabkan adanya bendungan pada
lumennya (saluran) karena terjadi pembesaran kelenjar limphoid pada sub mukosa
apendiks.
·
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,
melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002
hal 1097 ).
·
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal
307 ).
·
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan
shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari,
yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus
buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan
organ tang penting.
Apendisitis
sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
B. Anatomi dan Fisiologi
Usus
buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendiks vermiformis. Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara
di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu:
taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon
asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.
Ukuran
panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh
saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal
dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal
dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini
diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig
A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi,
tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang
lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh,
khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang
pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor
tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
·
Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
·
Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
·
Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok,
biji jeruk dll.
·
Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
Infeksi kuman dari
colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
Laki – laki lebih
banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
Tergantung pada
bentuk appendiks
Appendiks yang
terlalu panjang.
Messo appendiks yang
pendek.
Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiks.
Kelainan katup di
pangkal appendiks.
D. Klasifikasi
1.
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada
jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang
selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi
dapat berupa :
1.
Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding appendiks.
2.
Fekalit
3. Benda
asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin /
cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa
juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke
dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus /
nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar
secara hematogen ke apendiks.
2. Appendicitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah
disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi
edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc
Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3.
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat yaitu :
Ø
Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
Ø
Radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik
Ø
Keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah:
Ø
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
Ø
Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
Ø
Adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
Ø
Infiltrasi sel inflamasi
kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4.
Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendisitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.
5.
Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi.
Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai
bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.
Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
6.
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7.
Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare yang hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal.
Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
E. Patofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks dan
menimbulkan edema, inflamasi, bendungan vena, dan naiknya tekanan intra lumen.
Hal ini dapat menyebabkan invasi bakteri, nekrosis, dan perforasi, yang menyebabkan
peritonisis.
Penyebaba obstruksi lumen adalah hyperplasia dari jaringan limfoid
submukosa, fekalit di apendiks, dan parasit intestinal. Prognosinya sangan
baik, terutama bila pembedahan dilakukan sebelun terjadi perforasi.
F. Manisfestasi Klinis
Ø
Sakit kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah.
Ø
Anoreksia.
Ø
Mual.
Ø
Muntah.
Ø
Demam, demam ringan diawal penyakit; dapat naik tajam pada
peritonitis.
Ø
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu
kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri
punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
Ø
Bising usus menurun atau tidakaada sama sekali
Ø
Konstipasi.
Ø
Diare.
Ø
Disuria.
Ø
Iritabilitas.
Ø
Gejala berkembang cepat; kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama.
G. Penalataksanaan Bedah
Pembedahhan bila diindikasikan bila dignoasa apendisistis telah
ditegakkan. Antibiotic dan cairan IV diberika sampai pembedahan dilakukan.
Analgesic dapat diberikan setela diagnosa dilakukan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendik) dilakukan segera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif
H. Pemeriksaan fisik
1.
Inspeksi
ð
akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2.
Palpasi
ð
didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan
terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign)
yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai
kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri
di perut semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya
peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina
menimbulkan rasa nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang
lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus
buntu.
6.
Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan
positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
I.
Uji Laboratoriun dan Diagnosis
1.
Hitung darah lengkap: leukosit, neutrofilifa, tanpa eosinosil
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah
kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan appendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
2.
Ultra sound: fekalit
nonkalsifikasi, appendiks nonperforasi, abses appendiks
3.
Pemeriksaan foto abdomen: fekalit berkalsifikasi
-
Ultrasonografi (USG) cukup
membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil
dan anak-anak
-
CT scan, dapat terlihat jelas gambaran appendiks
4.
Enema barium: apendiks
tidak terisi
J.
Komplikasi
·
Perforasi dengan pembentukan
abses
·
Peritonisi generalisata
·
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
Untuk terhindar dari penyakit, biasakan pola hidup sehat. Terimakasih untuk informasinya.
BalasHapushttp://acemaxsshop.com/obat-tradisional-usus-buntu/