1 Definisi Kehilangan dan Berduka
a)
Kehilangan
Menurut Iyus yosep dalam buku
keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian
atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman
yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-
orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada).
b)
Berduka
Grieving
adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan
baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.Bereavement adalah keadaan
berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi. Berduka adalah respon
emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan
sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. Dukacita adalah proses
kompleks yang normal meliputi respon dan perilaku emosional, fisik, spritual,
sosial, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas, memasukan
kehilangan, yang aktual, adaptif, atau dipersepsikan kedalam kehidupan sehari –
hari mereka.
2
Bentuk,
Sifat dan
Tipe Kehilangan
a) Bentuk-bentuk kehilangan
1. Kehilangan
orang yang berarti
2. Kehilangan
kesejahteraan
3. Kehilangan
milik pribadi
b)
Sifat
kehilangan
1. Tiba–tiba
(Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan
secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita
yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau
pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur
(Dapat Diramalkan)
Penyakit
yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan
mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang
ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang
mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain,
mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah
dan bermusuhan.
c)
Tipe
kehilangan
1. Actual
Loss
Kehilangan
yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu
yang mengalami kehilangan.
2. Perceived
Loss ( Psikologis )
Perasaan
individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan
secara jelas.
3. Anticipatory
Loss
Perasaan
kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku
kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering
terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
Tipe
dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin
tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat
dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan
secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress
lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang
hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang
lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama
bertahun-tahun.
Kehilangan
dapat bersifat aktual atau dirasakan.Kehilangan yang bersifat actual dapat
dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah
rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan
,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
3
Etiologi
Kehilangan
dan berduka dapat disebabkan oleh
1.
Kehilangan seseorang yang dicintai
2.
Kehilanganm yang ada pada diri sendiri ( lose of self ).
3.
Kehilangan objek eksternal.
4.
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal.
5.
Kehilangan kehidupan atau meninggal.
4
Tanda
dan Gejala Kehilangan
1.
Perasaan sedih, menangis.
2.
Perasaan putus asa, kesepian
3.
Mengingkari kehilangan
4.
Kesulitan dalam mengekspresikan perasaan
5.
Konsenterasi menurun
6.
Kemarahan yang berlebihan
7.
Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8.
Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9.
Reaksi emosional yang lambat
10.
Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.
5
Jenis-Jenis
Kehilangan
Terdapat lima
Kategori Kehilangan, yaitu :
1) Kehilangan
objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala
kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena
bencana alam.Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2) Kehilangan
lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma
periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru
atau perawatan diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang
telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika
seorang lansia pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya
mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam.
3) Kehilangan
orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan,
anak-anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau
atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda.Riset membuktikan
bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang
terdekat.Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4) Kehilangan
aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian
tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat
mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi
fsiologis mencakupo kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, atau
fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga
diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat
penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti
ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam
citra tubuh dan konsep diri.
5) Kehilangan
hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi
detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan
respon terhadap penyakit yang mengancam- hidup kedalam enpat fase.Fase
presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor resiko
penyakit.Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien
bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan serangkain
krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien
yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan,
tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga
dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat
tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang
lain, dan dukungan adekuat.
6
Rentang
Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——>
Depresi——> Acceptance
1.
Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya
itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger/marah
a. mulai sadar akan kenyataan
b. marah diproyeksikan pada orang lain
c. reaksi fisik : muka merah,nadi cepat, gelisah,susah
tidur,tangan mengepal.
d. perilaku agresif
3. fase bergaining/tawar menawar
Verbalisasi;
“ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.
4. Fase
depresi
a. Menunjukan
sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala
; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase
acceptance
a.
Pikiran pada objek yang
hilang berkurang.
b.
Verbalisasi ;” apa yang
dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi
“
Fase
Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan
adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu
memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi
“ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang
didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah :
letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam
beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase
Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran
akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang
meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya
sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering
terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
Fase
Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon
kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau
saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses
ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang
sakit, bukan anak saya”.
Fase
Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap
menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri,
dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido manurun.
Fase
Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan
kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang
akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang
dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan
secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini
biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju
yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini
maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
Faktor Predisposisi
Faktor prdisposisi yang mempengaruhi rentang respon
kehilangan adalah:
1. Genetik
Individu yang dilahirkan dan
dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi proses kehilangan.
2. Kesehatan
Jasmani
Individu dengan keadaan fisik
sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress
yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan
Mental
Individu yang mengalami
gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4. Pengalaman
Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991)
5. Struktur
Kepribadian
Individu dengan konsep yang
negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah
yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
Faktor Presipitasi
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat
berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat
bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
7
Proses
Kehilangan
1.
Stressor internal atau
eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif – kompensasi
positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2.
Stressor internal atau
eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya
– marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)
– muncul gejala sakit fisik.
3.
Stressor internal atau
eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak berdaya –
marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku
konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4.
Stressor internal atau
eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak berdaya –
marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku
destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan.
5.
Inti dari kemampuan
seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna
(personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi
yang positif (konstruktif).
8
Teori
dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana
intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya.Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan
dalam bentuk empati.
1. Teori
Engels
Menurut Engel
(1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada
seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a.
Fase I (shock dan tidak
percaya)
Seseorang
menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan.Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual,
diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b.
Fase II (berkembangnya
kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan
secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c.
Fase III (restitusi)
Berusaha
mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang
yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d.
Fase IV
Menekan
seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum.Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
e.
Fase V
Kehilangan
yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya.Kesadaran baru telah
berkembang.
2. Teori
Kubler-Ross
Kerangka kerja
yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan
menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penyangkalan
(Denial)
Individu
bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien.
b. Kemarahan
(Anger)
Individu
mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan
lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran
(Bargaining)
Individu
berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang
lain.
d. Depresi
(Depression)
Terjadi
ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut.Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e. Penerimaan
(Acceptance)
Reaksi
fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.Kubler-Ross mendefinisikan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori
Martocchio
Martocchio
(1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang
tindih dan tidak dapat diharapkan.Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung
pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri.Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam
mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori
Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon
berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada
tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada
tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada
tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT
TEORI PROSES BERDUKA
|
|||
ENGEL (1964)
|
KUBLER-ROSS (1969)
|
MARTOCCHIO (1985)
|
RANDO (1991)
|
Shock dan tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock and disbelief
|
Penghindaran
|
Berkembangnya kesadaran
|
Marah
|
Yearning and protest
|
|
Restitusi
|
Tawar-menawar
|
Anguish, disorganization and
despair
|
Konfrontasi
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification in bereavement
|
|
Reorganization / the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization and restitution
|
akomodasi
|
9
Jenis-jenis
Berduka
1. Berduka
normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri
dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka
antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau
kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis
terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai
urusan didunia sebelum ajalnya tiba
3. Berduka
yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung
berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
4. Berduka
tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian
orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.
10
Tanda
dan Gejala Berduka
1.
Ungkapan kehilangan
2.
Menangis
3.
Gangguan tidur
4.
Kehilangan nafsu
makan
5.
Sulit
berkonsentrasi
6.
Karakteristik
berduka yang berkepanjangan,yaitu:
a. Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang
lama
b. Sedih berkepanjangan
c. Adanya gejala fisik yang berat
d. Keinginan untuk bunuh diri
Teori martoccio ada yang lebih lengkap ga
BalasHapuspernah merasa kehilangan orang yang sangat berarti, I LOVE MOM
BalasHapus