1 Pengertian Demensia
Istilah demensia
berasal dari bahasa asing emence yang pertama kali dipakai oleh
Pinel (1745 - 1826). Pikun sebagaimana orang awam mengatakan merupakan gejala
lupa yang terjadi pada orang lanjut usia. Pikun ini termasuk gangguan otak yang
kronis. Biasanya (tetapi tidak selalu) berkembang secara perlahan-lahan,
dimulai dengan gejala depresi yang ringan atau kecemasan yang kadang-kadang
disertai dengan gejala kebingungan, kemudian menjadi parah diiringi dengan
hilangnya kemampuan intelektual yang umum atau demensia. Jadi istilah pikun
yang dipakai oleh kebanyakan orang, terminologi ilmiahnya adalah demensia.
(Schaei & Willis, 1991 dalam Hartati & Widayanti, 2010).
Demensia merupakan sindrom yang
ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.
Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat,
bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,
penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999). Menurut Nugroho
(2008), demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya
fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu
aktivitas kehidupan sehari hari.
Grayson (2004)
menyatakan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan
gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Jadi, Demensia adalah penurunan
kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi
gangguan ingatan, fikiran, bahasa, penilaian (persepsi) dan kemampuan untuk memusatkan perhatian,gangguan dalam
bersosialisasi, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian.
2 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa
alzheimer menyerang mereka yang berusia di atas 50 tahun, sementara di
Indonesia usia termuda yang mengalami penyakit ini berusia 56 tahun. Kira-kira
5% usia lanjut 65 - 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat
setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara
industri kasus demensia 0.5 - 1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia
lanjut 10 - 15% atau sekitar 3 - 4 juta orang. Demensia Alzheimer merupakan
kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50 - 70%.
Demensia vaskuler yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit
serebrovaskuler penyebab kedua sekitar 15 - 20% sisanya 15 - 35% disebabkan
demensia lainnya ( Wibowo, 2007 dalam Sri Hartati, 2010). Erkinjutti (2004)
melaporkan kejadian demensia vaskuler pada populasi usia lebih dari 65 tahun
sekitar 1,2 - 4,2% dan pada kelompok usia diatas 65 tahun menunjukkan
peningkatan angka kejadian dari 0,7% dalam kelompok usia 65 - 69 tahun hingga
mencapai 8,1% pada kelompok usia diatas 90 tahun. (Sri Hartati, 2010).
Menurut Hendrie dkk. yang melakukan penelitian di tahun
1995, meskipun faktor genetik memegang peranan yang penting terjadi demensia,
nampaknya faktor lingkungan juga memberikan sumbangan besar pada faktor
resikonya. Faktor lingkungan tersebut berkaitan dengan gaya hidup. Menurut
penulis, gaya hidup yang tidak sehat yang merupakan faktor resiko yang utama
berbagai penyakit, misalnya stroke, penyakit jantung, hipertensi, diabetes
mellitus. Di sisi lain menurut Final Report dari pemerintah Australia (2005)
penyakit tersebut merupakan faktor resiko besar untuk terjadinya demensia.
Penelitian yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya menyatakan bahwa sekitar 70%
penderita stroke mengalami gangguan kognitif (ringan - berat) dan sekitar
25-30% diantaranya berkembang menjadi demensia. Stroke kemungkinan secara
langsung menyebabkan demensia atau stroke merupakan factor presipitasi proses
degeneratip pada demensia seperti pada demensia Alzheimer (dalam Wibowo, 2007
dalam Sri Hartati, 2010).
Wilson, dkk, (1999) menyebutkan bahwa prevalensi demensia
meningkat dengan cepat seiring bertambahnya usia, menyebabkan sakit sekitar 2%
populasi antara usia 65-70 tahun dan 20% orang di atas usia 80 tahun. Dan data
WHO tahun 2010 menunjukkan, di tahun 2010 jumlah penduduk dunia yang terkena
demensia sebanyak 36 juta orang. Jumlah penderitanya diprediksi akan melonjak
dua kali lipat di tahun 2030 sebanyak 66 juta orang.
3 Klasifikasi
1.
Klasifikasi berdasarkan umur
Beberapa ahli memisahkan demensia yang terjadi sebelum usia
65 tahun (demensia prasenilis) dan yang terjadi setelah usia 65 tahun (demensia
senilis). Perbedaan ini berdasarkan asumsi yang penyebabnya berbeda-beda;
degenerasi neural yang jarang pada orang muda dan penyakit vaskuler atau
keadaan lanjut usia pada orang tua. Meskipun ekspresi penyakit dapat berbeda
pada usia yang berbeda, kelainan utama pada pasien demensia dari semua usia
adalah sama, dan pembedaan berdasarkan kenyataan (Wilson, dkk, 1999).
2.
Klasifikasi berdasarkan
perjalanan penyakit
a.
Demensia Reversibel
Merupakan demensia
dengan faktor penyebab yang dapat diobati. Yang termasuk faktor penyebab yang dapat
bersifat reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi
(ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol,
bahan kimia lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid,
defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b.
Demensia Non Reversibel
Merupakan demensia
dengan faktor penyebab yang tidak dapat diobati dan bersifat kronik progresif.
Beberapa penyakit dasar yang dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit
Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta vaskular.
3.
Klasifikasi berdasarkan kelainan
asal
a.
Demensia Kortikal
Merupakan demensia
yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri substansia grisea
yang berperan penting terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit
Alzheimer, Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff,
ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt-Jakob.
Demensia kortikal
ditandai dengan hilangnya fungis kognitif seperti bahasa, persepsi, kalkulasi.
b.
Demensia Subkortikal
Merupakan demensia
yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks
serebri substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia subkortikal adalah penyakit
Huntington, hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin B1, B12, Folate, sifilis,
hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit Coeliac, AIDS, gagal
hepar, ginjal, nafas, dll.
Demensia
subkortikal menunjukkan perlambatan kognitif dan proses informai
(“bradiphrenia”), dan gangguan motivasi, suasana hati, dan bangun.
4.
Klasifikasi berdasarkan kerusakan
struktur otak
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskular.
a.
Demensia Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron
koligenik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang
orang berusia 65 tahun ke atas. Penyakit Alzheimer ditandai oleh hilangnya
ingatan dan fungsi kognitif secara progresif. Penyebab degenerasi neuron
kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui (Price dan Wilson, 1995
dalam Arif Muttaqin, 2008). Sedangkan Grayson, C. (2004) menyebutkan bahwa Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian
sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana
mestinya.
Demensia Alzheimer merupakan penyebab demensia yang paling
sering ditemukan pada sekitar 50-60 % kasus demensia, yaitu demensia akibat
hilangnya jaringan kortikal terutama pada lobus temporalis, parietalis, dan
frontalis. Hal ini menyertai sebagian kasus dengan bertambahnya jarak antara
girus dan pembesaran ventrikel (Wilson, dkk, 1999). Pada penyakit ini terjadi
deposit protein abnormal yang menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan
jumlah neuron hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Tanda histologik adalah adanya beberapa kekacauan
neurofibrialis dan plak sinilis. Plak dan kekacauan neurofibrialis ditemukan
dalam otak orang tua yang normal tetapi meningkat jumlahnya pada penyakit
Alzheimer, terutama dalam hipokampus dan lobus temporalis. Terkenanya
hippocampal mungkin bertanggung jawab terhadap gangguan ingatan yang mungkin
sebagian diperantarai oleh berkurangnya aktivitas kolinergik (Wilson, dkk,
1999).
Penyakit demensia alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat
berlangsung dalamtiga stadium yaitu stadium awal, stadium menengah, dan stadium
lanjut.
1)
Stadium awal atau demensia ringan
Ditandai dengan
gejala yang sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau sebagai
bagian normal dari proses menua. Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan
dalam berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna, disorientasi
waktu dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa dikenal, kesulitan
membuat keputusan, kehilangan inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat
dalam hobi dan agitasi.
2)
Stadium menengah atau demensia
sedang
Ditandai dengan
proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini,
klien mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari dan
menunjukkan gejala sangat mudah lupa terutama untuk peristiwa yang baru dan
nama orang, tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah,
sangat bergantung pada orang lain, semakin sulit berbicara, membutuhkan bantuan
untuk kebersihan diri (ke toilet, mandi dan berpakaian), dan terjadi perubahan
perilaku, serta adanya gangguan kepribadian.
3)
Stadium lanjut atau demensia
berat
Ditandai dengan
ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarga
(disorientasi personal), sukar memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu
menemukan jalan di sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami
inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar
dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat tidur.
Penyebab demensia
alzheimer masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa teori
menjelaskan kemungkinan adanya faktor genetik, radikal bebas, toksin amiloid,
pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi virus. Faktor predisposisi dan
resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit alzheimer (keturunan),
kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan juga berpengaruh ialah
adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang kurang, kandungan
alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium.
b.
Demensia Vaskular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh
gangguan sirkulasi darah di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke
dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi
tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vaskular. Ditemukan umumnya
pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan factor kardiovaskuler
lainnya. Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan
kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung,
diabetes, dll. Gangguan terutama
mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami
infark dan menghasilkan lesi parenkhim multiple yang menyebar luas pada otak.
Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung).
Demensia Vaskular merupakan penyebab kedua demensia yang
terjadi pada hampir 40 % kasus. Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi
kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda gangguan
neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing,
kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih
baik.
24 Etiologi
1.
Penyebab utama dari penyakit Demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Wilson, dkk, (1999) menyebutkan bahwa pada sebagian besar
kasus, penyakit Alzheimer bertanggung jawab terhadap 50-90 % dan penyakit vaskuler terhadap 5-10 %
kasus-kasus demensia yang dirujuk ke rumah sakit. Infark serebral mendukung
hilangnya intelektual pada lebih 15% pasien dengan penyakit Alzheimer yang
ditemukan pada autopsy (demensia campuran). Demensia yang dianggap karena
penyalahgunaan etenol bertanggung jawab terhadap 5-10% kasus. Gangguan
metabolik, neoplasma serebral, hematoma subdural, dan hidrosefalus tekanan
normal bertanggung jawab sekitar 10% kasus, dan khorea Huntington bertanggung
jawab sekitar 2%. Penyebab sisi lainnya, meliputi penyakit Creutzfeldt-Jakob,
yang jarang, bertanggung jawab kurang dari 1% kasus. Pada infeksi virus
imunodefisiensi manusia (HIV), demensia terjadi 30-40% pasien. Penyakit Lewy
body difus disadari sebagai penyebab demensia degenerative.
Adapun kemungkinan
penyebab demensia adalah sebagai berikut:
1.
Demensia
Degeneratif, seperti: Penyakit Alzheimer,
Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick), Penyakit Parkinson, Demensia
Jisim Lewy, Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr), kelumpuhan
supranuklear yang progresif.
2.
Lain-lain, seperti: Penyakit Huntington, Penyakit Wilson, Leukodistrofi
metakromatik, Neuroakantosistosis.
3.
Kelainan
Psikiatrik, seperti: Pseudodemensia pada
depresi, penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut.
4.
Fisiologis, seperti: Hidrosefalus tekanan normal
5.
Kelainan
Metabolik, seperti: Defisiensi vitamin
(misalnya vitamin B12, folat), Endokrinopati (misalnya
hipotiroidisme), gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia).
6.
Tumor, seperti: Tumor primer maupun metastase(misalnya meningioma atau tumor
metastasis dari tumor payudara atau tumor paru).
7.
Trauma, seperti: Dementia pugilistica, posttraumatic dementia, Subdural
hematoma
8.
Infeksi, seperti: Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine
spongiform encephalitis, (Sindrom Gerstmann- Straussler), Acquired
immune deficiency syndrome (AIDS), Sifilis.
9.
Kelainan
jantung, vaskuler dan anoksia, seperti: Infark
serebri (infark tunggak maupun mulitpel atau infark lakunar), Penyakit
Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy), Insufisiensi
hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)
10.
Penyakit
demielinisasi, seperti: Sklerosis multiple
11.
Obat-obatan
dan toksin, seperti: Alkohol, Logam
berat, Radiasi, Pseudodemensia akibat pengobatan (misalnya penggunaan
antikolinergik), Karbon monoksida.
5 Patofosiologi
Keadaan demensia pada usia lanjut terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi
berangsur-angsur melalui sebuah rangkaian kesatuan yang dimulai dari
“senescence” berkembang menjadi predemensia, dan selanjtnya baru menjadi
demensia.
Pengenalan diri demensia berarti bias mengenali :
·
Kondisi normal
Kondisi kognitif pada lanjut
usia yang terjadi dengan adanya penambahan usia dan bersifat wajar, seperti
keluhan mudah lupa secara subjektif, tidak ada gangguan kognitif maupun
demensia.
·
Kondisi predemensia
Kondisi gangguan kognitif pada
lanjut usia dengan cirri mudah lupa yang makin nyata dan dikenali (diketahui
dan diakui) oleh orang dekatnya. Mudah lupa subjektif dan objektif serta
ditemukan performal kognitif yang rendah tetapi belum ada tanda-tanda demensia
·
Kondisi demensia
Kondisi gangguan kognitif pada
lanjut usia dengan berbagai jenis gangguan mudah lupa yang konsisten,
disorientasi terutama dalam hal waktu, gangguan pada kemampuan pendapat dan
pemecahan masalah, gangguan dalam hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam
aktivitas di rumah, dan minat intelektual, serta gangguan dalam pemeliharaan
diri.
6
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala demensia menurut Hurley(1998) adalah sebagai berikut:
1.
Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2.
Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3.
Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4.
Defisit neurologi dan fokal.
5.
Mudah tersinggung, agitasi dan kejang.
6.
Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7.
Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8.
Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9.
Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10.
Lupa meletakkan barang penting.
11.
Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12.
Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13.
Tidak dapat makan dan menelan.
14.
Inkontinensia urine.
15.
Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16.
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17.
Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
18.
Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
19.
Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
20.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah.
|
GANGGUAN
PSIKOLOGIS
|
GANGGUAN
PERILAKU
|
||
NO
|
Jenis
|
Bentuk
|
Jenis
|
Bentuk
|
1.
|
Waham (delusi)
|
·
Isi pikiran yang salah diyakini kebenarannya
·
Tidak dapat dikoreksi melalui bukti-bukti yang
ada
|
Wandering
|
·
Mondar-mandir
·
Mencari-cari/membututi pengasuh/keluarga/orang
lain kemanapun pergi
·
Berjalan mengelilingi rumah
·
Keluar rumah/kabur/keluyuran
|
2.
|
Halusinasi
|
·
Halusinasi dengar
·
Halusinasi penglihatan
·
Halusinasi haptic
|
Restlessness
|
·
Sangat gelisah sehingga tidak bisa diam walau
sejenak
|
3.
|
Misidentifikasi/mispersepsi
|
·
Merasa bukan dirinya
·
Merasa istri/suami bukan lagi pasangan hidupnya
·
Tidak dapat mengidentifikasi kejadian
|
Agitasi
|
·
Aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan
dan tidak selaras seperti marah-marah, mengamuk, mengomel terus
|
4.
|
Depresi
|
·
Murung, sedih, menangis
·
Ingin mengakhiri hidupnya
|
Agresifitas
|
·
Agresifitas fisik seperti memukul, menendang,
mendorong, mencakar, menggigit orang lain
·
Agresifitas verbal seperti berteriak, menjerit
|
5.
|
Apatis
|
·
Tidak ada minat terhadap hal-hal yang biasanya
disukai
·
Perawatan diri terganggu
·
Interaksi sosial menjadi sangat berkurang
|
Disihibisi
|
·
Kelakuan yang tidak sesuai dengan budaya dan
norma-norma sosial yang berlaku seperti menjadi kurang sopan, kurang terpuji,
memalukan, dsb
|
6.
|
Cemas
|
·
Menanyakan hal yang sama berulang-ulang
·
Meremas-remas tangan
·
Tidak dapat duduk diam
|
|
|
Sedangkan berdasarkan tahapan-tahapan pada demensia, tanda
dan gejalanya adalah:
1. Stadium
I / awal
Berlangsung
2-4 tahun dan di sebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun.” Fungsi memori yang terganggu adalah
memori baru atau lupa hal baru yang di alami,” dan tidak menggangu aktivitas
rutin dalam keluarga.
2. Stadium
II / pertengahan
Berlangsung
2-10 tahun dan di sebut pase demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi,
gangguan bahasa (afasia). Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori
lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai,
Gangguan kemampuan merawat diri yang sangat besar, Gangguan siklus tidur
ganguan, Mulai terjadi inkontensia, tidak mengenal anggota keluarganya, tidak
ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi ” Dan ada
gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungan ”.
3. Stadium
III / akhir
Berlangsung
6-12 tahun. ” Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dangangguan
komunikasi yang parah (membisu), ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan
teman-teman, gangguan mobilisasi dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan,
kaku otot, gangguan siklus tidur-bangun, dengan peningkatan waktu tidur, tidak
bisa mengendalikan buang air besar/ kecil. Kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan orang lain dan kematian terjadi akibat infeksi atau trauma (Stanley,
2007 dalam (http://repository.usu.ac.id)
7 Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Sebagian
besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a.
Untuk mengobati demensia alzheimer
digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine.
b.
Dementia vaskuler membutuhkan obat
-obatan anti platelet seperti Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan
kognitif.
c.
Demensia karena stroke yang
berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat
atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis
yang berhubungan dengan stroke.
d.
Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh
depresi, diberikan obat anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e.
Untuk mengendalikan agitasi dan
perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut,
sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius.
Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi
atau paranoid.
2.
Dukungan atau
Peran Keluarga
a.
Mempertahankan lingkungan yang familiar
akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya
yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa
membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b.
Seluruh anggota keluargapun diharapkan
aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas
sehari-harinya secara mandiri dengan aman.
c.
Membuat catatan kegiatan sehari-hari
dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju
kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
d.
Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur
dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada
penderita.
e.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita demensia.
f.
Dukungan emosional dalam keluarga
memiliki fungsi bahwa keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
g.
Meminta bantuan organisasi yang
memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat membantu.
3.
Terapi
Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,
meliputi :
a.
Diet
b.
Latihan fisik yang sesuai
c.
Terapi rekreasional dan aktifitas
d.
Penanganan terhadap masalah-masalah
8 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible,
walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormone tiroid, kadar asam folat.
2.
Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan
demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3.
Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran
spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium
lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4.
Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5.
Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. Setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi
epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe
sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat.
6.
Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas
sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan
demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup
atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang
sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.
7.
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai.
Tetapi sensitif untuk mendeteksi
gangguan memori ringan.
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan
kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan
mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan
tinggi.
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24
masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko
untuk demensia.
8.
Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia dan
sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat
demensia ke dalam beberapa tingkatan. Penilaian fungsi kognitif pada CDR
berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan
keputusan, aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan
diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat
penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif.
Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan
derajat demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang
dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003)
9 Komplikasi
1.
Peningkatan risiko infeksi di
seluruh bagian tubuh :
a.
Ulkus Dekubitus
b.
Infeksi saluran kencing
c.
Pneumonia
2.
Thromboemboli, infark miokardium.
3.
Kejang
4.
Kontraktur sendi
5.
Kehilangan kemampuan untuk
merawat diri
6.
Malnutrisi dan dehidrasi akibat
nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan peralatan
7.
Kehilangan kemampuan berinteraksi
8.
Harapan hidup berkurang
9.
Kematian
10 Pencegahan
Hal yang dapat kita
lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga
ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti
:
1.
Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan.
2.
Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3.
Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
a.
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi.
4.
Melakukan
aktivitas social, seperti menjalin tali kekeluargaan,
persahabatan, menghadiri undangan pesta dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya
dapat menjaga dan meningkatkan kemampuan otak, khususnya bagian otak yang
mengatur fungsi komunikasi.
5.
Gaya
hidup sehat, yaitu dengan cara berolahraga secara teratur, menghindari
kebiasan-kebiasaan buruk seperti merokok dan menkonsumsi alkohol. Mengkonsumsi
makanan dan minuman sehat, makanan yang sangat baik untuk kesehatan otak
diantaranya adalah coklat hitam, buah alpukat, blueberry, ikan salmon dn telur.
6.
Stres bisa membuat otak bekerja
keras. Sebuah penelitian di Swedia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa wanita
yang sering stres lebih berkemungkinan menderita demensia ketika tua. Untuk
itu, sebaiknya jangan mudah stres.
7.
Mendapatkan tidur yang cupu
sangat penting bagi kesehatan tubuh dan otak. Pasien yang mengalami kesulitan
tidur seringkali dikaitkan dengan munculnya penyakit Alzheimer di kemudian
hari.
8.
Menjaga jantung juga penting
untuk menjaga kesehatan otak. Semua ini mengenai peredaran darah yang lancar.
Otak menggunakan sekitar 20 persen oksigen pada darah yang mengalir ke seluruh
tubuh. Untuk itu, jangan lupa untuk berolahraga untuk menjaga jantung tetap
sehat.
0 komentar:
Posting Komentar