1
Definisi
Diabetes
Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh
kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga
produksi insulin berkurang atau berhenti.
Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes
Juvenile), dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada
insulin), dicirikan dengan rusaknya sel-β penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan
menyerang dan membentengi tubuh dari bakteri dan substansi-substansi atau virus
yang menyusup ke dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe 1, tanpa alasan yang
pasti, sistem imun menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta dan
menyebabkan terhambatnya produksi hormon insulin.
Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin
dalam jumlah yang sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya
glukosa dalam darah semakin meningkat (hiperglikemia) dan sel-sel tubuh tidak
mendapatkan asupan energi yang cukup. Kondisi tersebut dapat menyebabkan :
a.
Dehidrasi
Tingginya kadar gula dalam darah akan meningkatkan
frekuensi urinasi (buang air kecil) sebagai reaksi untuk mengurangi kadar gula.
Saat gula darah keluar bersama urine, tubuh juga akan kehilangan banyak air,
sehingga mengakibatkan dehidrasi.
b.
Kehilangan berat badan
Gula dalam darah (glukosa) merupakan sumber energi
bagi tubuh. Glukosa yang terbuang bersama urin juga mengandung banyak nutrisi
dan kalori yang diperlukan tubuh manusia. Oleh karena itu penderita diabetes
tipe 1 juga akan kehilangan berat badannya secara drastis.
c.
Kerusakan
tubuh
Tingginya level gula dalam darah akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan tubuh. Kondisi ini juga akan merusak pembuluh darah
kecil pada mata, ginjal dan jantung. Penderita diabetes beresiko tinggi
mengalami serangan jantung dan stroke.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap
insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari
kehilangan sel beta pada diabetes tipe
1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
2
Epidemiologi
Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi
baik antar negara maupun didalam suatu negara. Insidens tertinggi terdapat di
Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang rendah di Jepang yaitu 2,4/100.000
dan di Cina 0,1/100.000 untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih
tinggi pada ras kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya.
Berdasarkan data dari rumah sakit
terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak yaitu usia 5-6 tahun dan 11
tahun.
3
Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti
penyebab diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1
adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan
diwariskan melalui faktor genetik.
a.
Faktor
Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (human leucosite antigen). HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
b.
Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor
lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta.
4
Klasifikasi
Klasifikasi
DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM
tipe I, dikenal 2 bentuk dengan
patofisiologi yang berbeda.
a.
Tipe IA, diduga
pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan
pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
b.
Tipe IB berhubungan dengan keadaan
autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan
manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease,
pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini
berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
5
Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis
merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang
menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi
fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus
penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat
toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit
yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah
infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan
terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon
sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien
sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang
berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini
muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu
memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama
sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida),
peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya
glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam
amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan
pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan
terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis
yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah
karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan
osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya
elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang
rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan
bakar (cell starvation) pasien merasa
lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak
dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya
yang non obesitas dan mereka yang
berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut
merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak
terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B
pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).
Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan Tipe 2 adalah
sebagai barikut :
DM Tipe 1
|
DM Tipe 2
|
Penderita menghasilkan sedikit insulin
atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.
|
Pankreas tetap menghasilkan
insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.
|
Umumnya terjadi sebelum usia 30
tahun, yaitu anak-anak dan remaja.
|
Bisa terjadi pada anak-anak dan
dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.
|
Para ilmuwan percaya bahwa faktor
lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau
dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin
di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik.
|
Faktor resiko untuk diabetes tipe
2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. Tipe 2
merupakan suatu proses jangka panjang dalam tubuh dimana pola hidup dan pola
makan yang salah membuat organ tubuh menjadi rusak, dan tidak mampu berfungsi
baik lagi.
|
90% sel penghasil insulin (sel
beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan
penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
|
Diabetes Mellitus tipe 2 juga
cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga.
|
6
Manifestasi
Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia,
polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi
pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan
kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke
sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus
makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga
kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan
glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat
peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena
tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak
sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi
(glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin.
Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.
f)
Ketoasidosis.
Anak dengan DM
tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.
7
Pemeriksaan
Fisik dan Penunjang
1.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Inspeksi : pada DM tipe 1 didapatkan
klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat
penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot.
b.
Palpasi : denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakan terjadi hipertensi.
c.
Auskultasi : adanya
peningkatan tekanan darah
2.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan
pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.
a.
Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dL
b.
Aseton plasma (keton) : positif
secara mencolok
c.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan
kolesterol meningkat
d.
Osmolalitas serum : meningkat tetapi
biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e.
Elektrolit :
i.
Natrium : mungkin normal, meningkat,
atau menurun
ii.
Kalium : normal atau peningkatan
semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
iii.
Fosfor : lebih sering menurun
f.
Hemoglobin glikosilat : kadarnya
meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang
selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat
untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan
dengan insiden ( mis, ISK baru)
g.
Gas Darah Arteri : biasanya
menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
h.
Trombosit darah : Ht mungkin
meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon
terhadap stress atau infeksi.
i.
Ureum / kreatinin : mungkin meningkat
atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j.
Amilase darah : mungkin meningkat
yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k.
Insulin darah : mungkin menurun /
atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada
tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody. ( autoantibody)
l.
Pemeriksaan fungsi tiroid :
peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
m.
Urine : gula dan aseton positif :
berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n.
Kultur dan sensitivitas :
kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi
pada luka.
8
Penatalaksanaan
Ada enam
cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1
meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam
pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan
serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama
kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble),
menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
a.
pemberian
/penyuntikan hormone insulin
b.
Indikasi dan
kontra indikasi pemberian /penyuntikan
hormone Cara insulin.
c.
Efek samping
pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan
diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :
1)
Mempertahankan glukosa darah dalam
kadar yang normal atau mendekati normal.
2)
Menghambat kemungkinan timbulnya
komplikasi kronis pada diabetes.
Keberhasilan
terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur.
Indikasi penggunaan terapi insulin
harus memenuhi kriteria di bawah ini :
a.
Menggunakan
insulin lebih dari 3 kali sehari
b.
Kadar glukosa
darah sering tidak teratur
c.
Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
d.
Ingin mengurangi resiko komplikasi
yang berkelanjutan
e.
Ingin lebih bebas beraktifitas dan
gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan
lama kerja insulin tersebut, yakni :
1.
Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)
2.
Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3.
Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4.
Mixed Insulin
5.
Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6.
Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses
pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya
jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/SC), suntikan ke dalam otot (intramuscular/IM), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/IV).
Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam
kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar
antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya
fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon
periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin
diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan
untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin
kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen).
Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus
secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-8 0C.
2. Pengaturan makan/diet
a.
Jumlah
kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga
ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
b.
Komposisi
sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15%
protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
c.
Pembagian
kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil
sebagai berikut :
a)
20% berupa
makan pagi.
b)
10% berupa
makanan kecil.
c)
25% berupa
makan siang.
d)
10% berupa
makanan kecil.
e)
25% berupa
makan malam.
f)
10% berupa
makanan kecil.
Dari sisi makanan
penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat
berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya,
kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu
manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak
dianjurkan.
Menurut peneliti gizi
asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro,
menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia
dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35%
lemak dan 20 – 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan
tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet
tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel
beta pankreas.
Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam
penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol
dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar
glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut
diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal.
Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui
saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat
makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih
lambat.
Sementara itu tingginya
serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labu
siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur
segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat,
sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah
dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika
ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan
kadar lemak darah dan glukosa darah.
Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi
fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi,
jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat lambung
kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi
alcohol yang berlebihan dapat
menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi keadaan
hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan
untuk mencegah hipoglikemian.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap
minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive
Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan
kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a.
Sulfoniurea
Berfungsi
untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b.
Biguanid
Menurunkan
kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien
gemuk.
c.
Inhibitor α glukosidase
Bersifat
kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
d.
Insulin sentizing agent
Berfungsi
meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian
penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh
berobat.
6. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan
kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan
karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat
dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).
9
Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan
komplikasi menahun.
a.
Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila
kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria
berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi
asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang
akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
2)
Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki
Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah
kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat
makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik
yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan
dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah,
lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor,
pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat
kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah
laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran
dan koma.
b.
Komplikasi
Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)
1)
Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi
klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari
arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut
retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya
fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal
dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol
(glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam
lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer,
syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2)
Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini
berupa :
a.
Penimbunan sorbitol dalam intima
vascular.
b.
Hiperlipoproteinemia
c.
Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya
makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai
arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer
yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang
terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina
pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat
dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme
glukosa secara keseluruhan.
10
Prognosis
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan
pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup
penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control
metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah
mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai
normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 %
pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal,
sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat. Anak dengan DM tipe-1 cepat
sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma
dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena
itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh
regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan
prognosis baik.
0 komentar:
Posting Komentar