1 Pengertian
Depresi
Depresi adalah suatu kelainan alam
perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang
biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998:179). Rentang respon emosi
individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi dari adaptif sampai
maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang mal adaptif (Keliat,1996:2).
2 Etiologi Depresi
Etiologi dari depresi pada lansia
terdiri dari: faktor psikologik, biologik, dan sosio-budaya. Pada sebagian
besar kasus, ketiga faktor ini saling berinteraksi.
1.
Faktor Psikososial
Menurut teori psikoanalitik dan
psikodinamik Freud (1917) cit Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan
bahwa depresi disebabkan karena kehilangan obyek cinta kemudian individu
mengadakan introyeksi yang ambivalen dari aspek cinta tersebut. Menurut model
Cognitif Behavioural Beck (1974) cit Kaplan dan Sadock (1997), depresi
terjadi karena pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interprestasi yang
negatif terhadap pengalaman hidup dan harapan pengalaman hidup dan harapan yang
negatif untuk masa depan.
2. Faktor Biologik
a. Disregulasi biogenik amin
Beberapa peneliti melaporkan bahwa
pada penderita depresi terdapat abnormalitas metabolitas biogenik amin (5-
hydroxy indolacetic acid, homouanilic acid, 3-methoxy-4 hydroxy phenylglycol).
Hal ini menunjukkan adanya disregulasi biogenic amin, serotonin, dan
norepineprin yang merupakan nurotransmiter paling terkait dengan patofisiologi
depresi.
b.
Disreguloasi
Neuroendokrin
Hipotalamus merupakan pusat pengatur
aksis neuroendokrin. Organ ini menerima input neuron yang mengandung
neurotransmister biologik amin. Pada pasien depresi ditemukan adanya
disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi
neuron yang mengandung biogenik ami (Amir, 1998).
3. Faktor Genetik
Faktor genetik memiliki kontribusi
dalam terjadinya depresi. Berdasarkan studi lapangan, studi anak kembar, dan
anak angkat, serta studi linkage terbukti adanya faktor genetik dan depresi.
3 Tanda dan Gejala Depresi
Frank J.Bruno (cit. Samsyddin, 2006)
mengemukakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni:
1.
Secara umum tidak
pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau
rekreasi tidak memberikan kesenangan.
2.
Distorsi dalam
perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk
makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang
cenderung akan kehilangan gairah makan.
3.
Gangguan tidur.
Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang
depresi sulit tidur,. Tetapi dilain pihak banyak orang yang mengalami depresi justru
terlalu banyak tidur.
4.
Gangguan dalam
aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan
mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk
mengkomunikasikan idenya.
5.
Kurang Energi.
Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa lelah.
6.
Keyakinan bahwa
seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. Orang itu tidak
mempunyai rasa percaya diri.
7.
Kapasitas menurun
untuk bisa berfikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif.
Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya
pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu.
8.
Perilaku merusak
diri tidak langsung. Contohnya: penyalahgunaan alkohol/narkoba, nikotin, dan
obat-obat lainnya. Makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah
kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypogliycemia, atau
diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak
diri sendiri secara tidak langsung.
9.
Mempunyai
pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan
perilaku merusak diri sendiri secara langsung.
Penggolongan depresi dapat dibedakan
(Wilkinson,1995:18 - 26):
1. Menurut gejalanya
a. Depresi
neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi
setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat
daripada biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional yang
mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik
berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa
merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita
hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak
menderita delusi atau halusinasi.
b.
Depresi
psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus
dipakai untuk penyakit depresi yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau
keduanya.
c.
Psikosis
depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan
penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang
yang mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi
kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan
aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.
d.
Pemisahan
diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi
neurotik dan psikotik tidak hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa
terganggunya perilaku orang tersebut.
2. Menurut Penyebabnya
a. Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya
diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan seseorang atau kehilangan
pekerjaan.
b.
Depresi
endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya
terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
c.
Depresi primer
dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk
memisahkan depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan
obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai
penyebab-penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak
digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.
3.
Menurut arah penyakit
a. Depresi
tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau
atipikal) kadang-kadang dibuat bilamana depresi dianggap mendasari
gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit
yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang
tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.
b.
Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan
merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat
orang yang kehilangan itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa
sakit akibat kesedihan yang menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang
yang dicintai dan penyesuaian kembali.
c.
Depresi
pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami
periode gangguan emosional dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika
emosi mereka masih labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali
hal itu berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu.
d.
Depresi dan
manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya
kerentanan terhadap depresi. Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi
oleh penyakit fisik dan cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang
terganggu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan
terjadinya penyakit depresi pada orang tua.
5 Faktor Predisposisi Depresi
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan
faktor pendukung terjadinya depresii (Townsend,1998:181 - 183):
1. Teori Biologis
a. Genetik.
Dari sejumlah penyelidikan yang telah
dilakukan ditemukan bahwa terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam
penyakit depresi. Luasnya akibat pada pokoknya tampak menjadi lebih tinggi
diantara individu-individu yang memiliki hubungan keluarga dengan kelainan
tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R, 1987).
b.
Biokimia.
Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan dalam penyakit
depresif. Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam perubahan natrium dan kalium di
dalam neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin,
dopamin, dan serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam
individu dengan penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).
2. Teori Psikososial
a. Psikoanalisa.
Teori ini (Klein, 1934) melibatkan
suatu ketidakpuasan dalam hubungan awal ibu-bayi sebagai suatu predisposisi
untuk penyakit depresif. Kebutuhan bayi tidak terpenuhi, suatu kondisi yang
digambarkan sebagai suatu kehilangan. Respons berduka belum terpecahkan, dan
kemarahan dan permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego tetap lemah,
sementara superego meluas dan menjadi menghukum.
b.
Kognitif.
Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit depresif
terjadi sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses pikir
membantu perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan
ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan merupakan
suatu kepesimisan keputusasaan.
c.
Teori
Pembelajaran.
Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit depresif
dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau
situasi-situasi kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan ini muncul dari
pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan kegagalan (baik yang dirasakan atau
yang nyata). Setelah sejumlah kegagalan, individu merasa tidak berdaya untuk
berhasil dalam usaha-usaha yang keras, dan oleh karena itu berhenti mencoba.
Pembelajaran ketidakberdayaan ini digambarkan sebagai suatu predisposisi untuk
penyakit depresif.
d.
Teori
Kehilangan Objek.
Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit
depresif terjadi jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang
terdekat selama 6 bulan pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan, dan anak
menarik diri dari orang lain dan lingkungan.
6 Faktor Pencetus
Depresi
Ada empat
sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan
(Sundeen,Stuart,1998:260):
1. Kehilangan keterikatan, yang nyata
atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik,
kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep
kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting.
2. Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak
terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan
masalah.
3. Peran dan ketegangan peran telah
dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada wanita.
4. Perubahan fisiologik diakibatkan
oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan
gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.
7 Pengelolaan Depresi Pada Lansia
Pengelolaan Depresi Pada Usia
Lanjut (FKUI,2000:60 - 76)
1.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada usia lanjut :
a. Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti digoksin,
L-dopa, steroid, penyekat beta dan anti hipertensi lainnya, pemberian
benzodiazepin jangka panjang, fenobarbiton, dan pemakaian neuroleptik jangka
lama dapat mengakibatkan depresi.
b.
Neurobiologik
Perubahan
neuroendokrinologik seperti hormon, neurotransmiter (serotonin, dopamin, dll)
menyebabkan usia lanjut rentan terhadap depresi. Depresi pada usia lanjut dapat
diakibatkan oleh proses neurodegeneratif, misalnya depresi sebagai gejala dari
demensia.
c.
Psikososial
- Kepribadian pasien sebelum sakit turut berperan dalam manifestasi gejala
depresi, misalnya orang yang pencemas semasa mudanya ketika mengalami depresi
di usia lanjut memperlihatkan gambaran depresi neurotik yang menyolok.
- Dukungan sosial yang buruk, kapasitas membina keakraban
yang lemah juga berperan dalam terjadinya depresi.
- Berbagai peristiwa kehidupan seperti kematian pasangan, problem keuangan
yang berat, pindah rumah, peringatan peristiwa sedih, anak yang cacat menanjak
dewasa, dan sebagainya lebih sering terjadi pada pasien-pasien usia lanjut
dengan depresi dibandingkan dengan usia lanjut yang sehat.
2.
Gambaran Klinis Depresi Pada Usia Lanjut
Seorang usia lanjut yang mengalami
depresi kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Yang terlihat adalah
gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau
keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil
adalah ansietas (kecemasan), preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik,
kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri dan insomnia.
Gambaran klinik depresi pada pasien
berusia lanjut (dibandingkan dengan pasien yang lebih muda), adalah mereka
lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya disamping mengeluh tentang gangguan
memori, dan umumnya cenderung meminimalkan atau menyangkal mood
depresinya. Hal lain yang tidak menguntungkan adalah pasien usia lanjut umumnya
kurang mau mencari bantuan psikiater karena tak dapat menerima penjelasan yang
bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami.
8 Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia
1. Terapi fisik
a. Obat
Secara umum,
semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan
ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis
antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa,
lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien
depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi
hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-
2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory
problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 -
10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
2. Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi
individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan
pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif behaviour
sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik
akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif
- perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi
diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah
pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi
dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat
dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu
terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem
keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan
terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia
lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk
meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap /
struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang
umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung
dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk
menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
9 Dukungan
Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi Pada Lansia
Keluarga memainkan suatu peranan yang
signifikan dalam kehidupan pada hampir semua orang lanjut usia (lansia). Ketika
keluarga tidak menjadi bagian kehidupan seseorang yang telah lansia, umumnya
menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai tempat tinggal, atau ada
masalah-masalah yang telah berlangsung lama dan keterasingan. Sebaliknya,
kepercayaan yang umum, ketika orang lansia akan membutuhkan bantuan keluarga
menyediakan sekurang-kurangnya 80% dukungan / bantuan. Dibandingkan dengan
"kenyamanan di hari tua", keluarga saat ini menyediakan kepedulian
yang lebih luas selama periode waktu yang lama (Schmall, Pratt, 1993).
Walaupun anak yang telah dewasa adalah
suatu sumber utama yang memberi bantuan terhadap orangtua yang lansia, beberapa
trend demografi dan sosial mempunyai akibat / impak yang signifikan pada
kemampuan anggota keluarga dalam menyediakan dukungan. Hal ini tidak berarti
bahwa keluarga bertanggung jawab atas timbulnya depresi pada seseorang namun
sudah jelas bahwa banyak masalah depresi berkisar di seputar kesulitan dalam
cara anggota keluarga saling berkomunikasi dan saling berhubungan.
0 komentar:
Posting Komentar