A.
Konsep
Dasar Keperawatan Maternitas
Keperawatan
Maternitas merupakan persiapan persalinan serta kwalitas pelayanan kesehatan
yang dilakukan dan difokuskan kepada kebutuhan bio-fisik dan psikososial dari
klien, keluarga , dan bayi baru lahir. (May & Mahlmeister, 1990)
Keperawatan Maternitas
merupakan sub system dari pelayanan kesehatan dimana perawat berkolaborasi
dengan keluarga dan lainnya untuk membantu beradaptasi pada masa prenatal,
intranatal, postnatal, dan masa interpartal. (Auvenshine & Enriquez, 1990)
B.
Patient
safety pada keperawatan maternitas
Keperawatan
maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan profesional keperawatan yang
ditujukan kepada wanita pada masa usia subur (WUS) berkaitan dengan sistem
reproduksi, kehamilan, melahirkan, nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru
lahir sampai umur 40 hari, beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan
kebutuhan dasar dalam beradaptasi secara fisik dan psikososial untuk mencapai
kesejahteraan keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Setiap
individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keperawatan ibu menyakini
bahwa peristiwa kelahiran merupakan proses fisik dan psikis yang normal serta
membutuhkan adaptasi fisik dan psikososial dari idividu dan keluarga. Keluarga
perlu didukung untuk memandang kehamilannya sebagai pengalaman yang positif dan
menyenangkan. Upaya mempertahankan kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan
partisipasi aktif dari keluarganya.
C. Peran
Perawat Maternitas
Peran perawat dalam keperawatan
maternitas menurut Reeder (1997):
a-- Pelaksana
Perawat yang memberi asuhan keperawatan di
tempat pelayanan kesehatan, diantaranya :
1-- Meningkatkan kesehatan : Mengidentifikasi dan memaksimalkan
kemampuan klien yang spesifik dan unik untuk mencapai hasil
maksimal dan hidup yang berkwalitasatau kematian yang tenang
2-- Mencegah penyakit : Sasaran objeknya
mengurangi resiko sakit, meningkatkankebiasaan gaya hidup sehat
mempertahankan keadaan optimal.
3-- Memulihkan kesehatan/rehabilitasi : fokusnya
pada tingkat kesakitan individu darideteksi dini perawat, rehabilitasi
dan bimbingan saat pemulihan.
4-- Memfasilitasi koping : Perawat lebih aktif
dalam mempersiapkan kematian dankehidupan yang nyaman sebisa mungki
--- Pendidik
Bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan dan tenagakesehatan lainnya, bagi klien yang dalam keadaan
tidak tahu menjadi tahu, tidak maumenjadi
mau dan tidak mampu menjadi mampu
--Konselor
Perawat sebagai seorang yang mempunyai
keahlian dalam memberikan konseling kepada klien,konselor bertanggungjawab
memberikan layanan dan konseling.
d-- Role
Model bagi para ibu
Panutan bagi para ibu-ibu yang sedang menjalankan
keperawatan maternitas.
e-- Role
model bagi teman sejawat
Panutan sesame perawat atau saling bekerja sama
antar perawat.
f. Perumus
masalah
Mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pasien
dan merumuskan masalah tersebut.
---- Pembela / advocator
Suatu proses
menjaga, melindungi, hadir di samping klien saat klien membutuhkanbantuan, bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam pelayanan kesehatan melaluikemitraan partnership dan memperlakukan
pasien sama sebagai mana ia ingindiperlakukan Gates, 1994)
D. Tujuan keperawatan maternitas
1. Membantu
klien dalam mengatasi masalah reproduksi dalam mempersiapkan diri untuk
kehamilan.
2. Memberi
dukungan agar ibu hamiln memandang kehamilan sebagai pengalaman yang positif
dan menyenangkan.
3. Membantu
memberikan informasi yang adekuat untuk calon orang tua.
4. Memahami
social budaya klien.
5. Membantu
mendeteksi secara dini penyimpangan abnormal pada klien.
E. Model konsep keperawatan maternitas
1. Melaksanakan
kelas untuk pendidikan prenatal orang tua.
2. Mengikut
sertakan keluarga dalam perawatan kehamilan, persalinan dan nifas.
3. Mengikut
sertakan keluarga dalam operasi.
4. Mengatur
kamar bersalin seperti suasana rumah
5. Menjalankan
system kunjungan tidak ketat
6. Pemulangan
secepat mungkin.
F.
Hal
Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Keperawatan Maternitas
Untuk
mengurangi tuntunan keluarga dan untuk pemikiran, perlu diperhatikan beberapa
hal:
a) Ikut
sertakan keluarga dalam pengambilan keputusan, yang artinya dokter dan perawat
memberikan informasi mengenai keadaan ibu yang sedang menjalani persalinan,
keadaan janin dan kemajuan proses persalinannya.
b) Informasikan
risiko proses persalinan yang untuk beberapa keadaan cukup tinggi akibatnnya.
c) Dokumentasi
dalam catatan medik yang tepat dan kronologik, mencerminkan derajat pelayanan,
catatan mana dapat menjadi titik lemah bila tidak dicatat secara cermat,
sebaliknya dapat dimanfaatkan untuk menangkis tuduhan-tuduhan bila
pencatatannya baik.
d) Keterampilan
dan sopan santun penolong perlu diperhatikan
e) Kenalilah
watak pasien
f) Ambilah
anamnesis dengan baik, lengkap dan tepat
g) Lakukan
prosedur yang anda terampil mengerjakan.
h) Rujuklah
bila terjadi kesulitan
i)
Pengawasan yang selalu teratur
j)
Hargailah pendapat klien untuk menerima
atau menolak pengobatan yang akan diberikan.
G.
Insiden
Beberapa
kesalahan yang dapat terjadi dalam menjalankan pelayanan obstretrik yang di
rekam oleh Florida Medical Association:
Di
tinjau dari seringnya kejadian
|
Di
tinjau dari derajat kesalahan
|
Ditinjau
dari segi pembiayaan (Seringnya kejadian kesalahan)
|
Diagnosis yang kurang
tepat
Kesalahan teknik
operasi
Kesalahan obat
Perlukaan pada bayi
Infeksi luka operasi
Anestasi yang kurang
tepat
Benda asing yang
tertinggal
Kesalahan petugas
kesehatan
|
Perlukaan pada bayi
Anestesi yang kurang
tepat
Perlukaan jalan lahir
Kesalahan petugas
kesehatan
Diagnosis yang kurang
tepat
Infeksi luka operasi
Kesalahan teknik
operasi
Klien kurang puas
terhadap pelayanan
|
Diagnosis yang kurang
tepat
Kesalahan teknik
operasi
Perlukaan pada bayi
Anestesi yang kurang
tepat
Kesalahan obat
|
Laporan
Insiden
Insiden Maternal
|
Insiden Neonatus
|
Insiden
organisasional
|
Kematian ibu
Komplikasi yang tidak
terdiagnosa
Distosia
Kehilangan darah >
1500ml
Eklampsia
Histerektomi/laparatomi
Komplikasi anastesi
Emboli pulmoner
Ruptur uterus
Forcep yang tdk
berhasil
|
Kematian neonates
APGAR score <7
dalam 5 menit
Trauma
Laserasi fetal dalam
caesar
Asidosis darah arteri
Hipotermi
Anomali fetal
|
Dokumentasi
Terlambat merespon
panggilan darurat
Persalinan mendadak
di rumah
Peralatan
Konflik manajemen
Infeksi nosokomial
|
Mengidentifikasi Kesalahan
Menurut
The London Protocol, ada langkah
struktur dan pendekatan sistematis yang digunakan untuk mengidentifikasi
kesalahan klinis atau insiden yang terjadi:
1.
Identifikasi insiden dan mengambil
keputusan untuk investigasi
2.
memilih anggota tim investigasi
3.
memperoleh data (dokumentasi bukti,
wawancara, prosedur) dan poin fisik yang relevan
4.
Mengelompokkan kronologi kejadian
5.
mengidentifikasi masalah dalam asuhan keperawatan (tindakan yang tidak aman)
6.
mengidentifikasi faktor yang berhubungan
(pelatihan yang tidak adekuat, tidak ada supervisi)
7.
Plan of Action
H.
Penerapan
Pasien Safety Pada Keperawatan Maternitas
SKP1.
Identifikasi pasien
·
Pada ibu hamil maka perlu dilakukan
pengkajian dimana menyangkut tentang identitas ibu, baik nama,usia, riwayat
kesehatan, riwayat kehamilan dan kelahiran, obstetri serta kesiapan ibu
menerima kehamilan. Pengkajian data yang akurat perlu dilakukan untuk
menghidari kesalahan dalam pendiagnosaan, salah identifikasi maupun pemberian
tindakan. Selain dilakukannya pengkajian data maka perlu dilakukan pemeriksaan
fisik, untuk menentukan status kesehatan ibu dalam menerima kehamilan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu hamil pemeriksaan fisik yang
dilakukan seperti, pemeriksaan TTV, pemeriksaan tubuh head to toe, pemeriksaan
leopold, Tinggi fundus urteri (TFU), dan juga pemeriksaan laboratorium. Yang
dimana seluruh data ini dikumpulkan dalam satu format pengkajian. Format
pengkajian inilah yang digunakan untuk identifikasi pasien, dimana dalam tujuan
SKP1. Yaitu meningkatkan ketelitian dalam identifikasi pasien.
·
Maksud dan tujuan dari identifikasi
klien adalah dilakukannya pengecekan dua kali supaya tidak terjadi kesalahan
dalam pelayanan dan pemberian pengobatan maupun terciptanya kesesuaian
penerimaan pengobatan kepada pasien dalam hal ini ibu hamil. Pada ibu hamil
dengan HIV/AIDS Identifikasi klien sangat penting digunakan dalam prosedur
pengambilan darah untuk pemeriksaan lab. Apabila tidak dilakukan identifikasi
dan penandaan secara akurat maka dapat mengakibatkan tertukarnya spesimen darah
ibu hamil tersebut dengan darah pasien lain, yang mengakibatkan terjadinya
kesalahan diagnosis pasien.
·
Salah satu program dalam meminimalisir
terjadinya kesalahan identifikasi adalah dengan menggunakan gelang identitas
pasien yang dilengkapi dengan bar code, nama, nomor rekam medis dan tanggal
lahir. Pada ibu hami yang dirawat menggunakan gelang identitas warna pink, dan
dapat ditambahkan dengan gelang warna merah jika ibu memiliki alergi obat
tertentu, warna kuning untuk resiko jatuh. Gelang identitas digunakan untuk
menghindari kesalah dalam pemberian obat, salah pasien, pemberian produk darah,
dan pengambilan spesimen.
SKP.2
Komunikasi Efektif
Penggunaan komunikasi yang tepat
dalam maternitas membantu kefektifan dalam dunia keperawatan maternitas.
Komunikasi efektif dapat dilakukan antara perawat ke dokter, perawat ke perawat,
perawat ke pasien maupun dokter ke pasien. Di dalam komunikasi efektif ini
perawat dapat menjelaskan tentang keadaan kesehatan si ibu dan janinnya kepada
suami dan ibu hamil. Komunikasi efektif
antara perawat ataupun dokter ke pasien dalam hal ini ibu hamil dapat membantu
ibu sejak pra konsepsi untuk mengorganisasikan perasaannya, pikirannya untuk
menerima dan memelihara kehamilannya. Di dalam SKP2. Komunikasi efektif
terdapat pula komunikasi antara tim kesehatan melalui komunikasi SBAR.
Komunikasi
SBAR dapat digunakan
secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di
daerah klinis yang sama atau berbeda, melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan
masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi.
Pada
komunikasi SBAR perawat di harapkan dapat berkomunikasi efektif tentang analisa
keadaan pasien dan diagnosa keperawatan kepada tim kesehatan lain. Salah satu
contoh komunikasi SBAR misalnya pada ibu hamil dengan preklamsia yang perlu mendapatkan
perawatan. Di sana perawat membuat suatu bentuk pendokumentasian yang berisi:
·
S (Situation) : merupakan situasi pasien
yang dilaporkan seperti :
-
Data dari pasien/ ibu hamil, baik nama,
usia, tanggal masuk dan lama perawatan. Lalu nama dokter yang menangani serta
nama perawat.
-
Diagnosa medis pasien
-
Apa yang terjadi dengan pasien,
menyangkut diagnosa/ masalah keperawatan
·
B (Background) : latar belakang klinis
yang berhubungan dengan situasi pasien, seperti : TTV, obat saat ini dan
alergi, hasil lab sebelumnya untuk perbandingan, riwayat medis, dan temuan
klinis. Misalnya pada TD ibu hamil dengan preklamsia > 160/110 mmhg,
terjadinya penambahan berat badan serta edema pada kaki, jari dan muka. Hal
seperti ini perlu dilaporkan dan di dokumentasikan dalam SBAR.
·
A (Assassment) : berisi hasil penilalian
klinis klie, temuan klinis dari perawat serta analisa dan pertimbangan perawat.
Contohnya : hasil laboratorium terbaru, keadaan klien saat ini serta
keluhannya.
·
R (recomendation) : berisi rekomendasi
yang diperlukan untuk memperbaiki masalah, solusi yang ditawarkan perawat serta
apa yang perawat perlukan dari dokter untuk memperbaiki kondisi klien. Seperti
rekomendasi pemberian obat serta infus dekstrosa untuk menstabilkan tekanan
darah.
Komunikasi
efektif dapat digunakan dalam semua tahap keperawatan maternitas, mulai dari
tahap kehamilan, melahirkan, dan nifas. Paa tahap kehamilan komunikasi
efektif dilakukukan pada saat kunjungan
kehamilan (trimester I,II, dan III, dimana perawat ataupun dokter memberikan
penjelasan mengenai perkembangan kehamilan ibu dan pendidikan kesehatan
mengenai perawatannya kehamilannya.
Sebelum
memasuki masa intranatal, rumah sakit maupun petugas kesehatan melakukan
komunikasi efektif baik pada pasien maupun keluarga mengenai bagaimana proses
persalinan yang akan dilakukan,apakah pasien bisa melahirkan secara normal
ataupun secara secsio ceasaria, itu semua beradasarkan hasil dari identifikasi
perawat ataupun dokter selama proses kehamilan klien.
Pada
masa intranatal perawat melakukan komunikasi kepada ibu hamil untuk melakukan
instruksi cara mengedan dengan benar apabila si ibu melahirkan normal. Pada
postnatal komunikasi efektif dilakukan ketika masa perawatan setelah
melahirkan, perawat dapat mengkomunikasikan kepada ibu hamil tentang bagaimana
car teknik menyusui an perawatan terhadap alat reproduksi ibu pasca melahirkan.
SKP3. Peningkatan keamanan obat
Peningkatan
keamanan obat diperlukan pada selama masa konsepsi hingga nifas, saat masa
prenatal apabila seorang ibu terindikasi mengalami suatu penyakit misalnya
demam tifus, yang memerlukan obat – obatan tertentu seperti antibiotik maka
pihak petugas kesehatan harus melakukan identifikasi seksama terhadap obat –
obatan yang di berikan, dengan memahami prinsip 6 benar khususnya pada obat –
obatan LASA (Look Alike Sound Alike), karena pada ibu hamil sensitiv terhadap
obat – obatan karena dapat mengganggu janinnya. Misalkan saja penggunaan obat –
obatan yang diberikan kepada ibu hamil dengan demam tifus contohnya Ampisilin
dan Amoxcisilin. Kedua obat ini memliki nama yang terdengar sama dan digunakan
untuk kasus yang sama tetapi memiliki perbedaan pada penggunaan dosis dan
efeknya. Pada Ampicilin digunakan 1gr/oral untuk 4xsehari. Dan Amoxicilin
1gr/oral untuk 3x sehari selama 14 hari. Dimana apabila terjadi kesalahan
pemberian dosis atau tertukarnya dosis kedua obat ini dapat memberika efek
negativ pada janin dan ibunya.
Pada
proses kelahiran memerlukan pemberian injeksi (untuk meningkatkan konstraksi
uterus), disini perawat juag harus meningkatkan kewaspadaan 6 benar. Pada masa
postnatal diberikan obat – obatan pengontrol nyeri pasca bedah contohnya
Paracetamol 500mg/oral sesuai yang dibutuhkan.
SKP4. Tepat – lokasi, Tepat
Prosedur, Tepat pasien operasi
Penerapan
SKP 4 lebih ditekankan pada masa intranatal khususnya pada prosedur sectio
ceasaria. Pada prosedur ini perawat dan tim kesehatan yang bertuagas harus
memastikan pasien yang akan di operasi dan tindakan apa yang akan dilakukan.
Hal – hal yang perlu dilakukan sebelum operasi sectio ceasaria :
• Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
• Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan sepert USG yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
• Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan
khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.
Penilaian
SKP 4. Pada keperawatan Maternitas
• Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan
dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di
dalam proses penandaan.
• Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses
lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
dan fungsional.
• Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat
prosedur “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur /
tindakan pembedahan.
• Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung
keseragaman proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien, termasuk prosedur medis.
Langkah
dan Prosedur SKP.4 dalam Penerapannya Pada Keperawatan Maternitas Khususnya
Pada Sectio Ceasaria
Sesuai dengan sepuluh
sasaran dalam safety surgery (WHO 2008). Yaitu:
1).Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan posisi
janin di dalam perut ibu.
2).Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal
untuk mencegah bahaya dari pengaruh anastesi, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.
3).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan
bantuan hidup dari adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan
pada saat proses kelahiran maupun sesudah proses kelahiran.
4).Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan
adanya resiko kehilangan darah.
5).Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan
mengetahui adanya resiko alergi obat pada pasien.
6).Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang
sudah dikenal untuk meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
7).Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa
dan instrument pada luka pembedahan.
8).Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan
akurat, specimen (contoh bahan) pembedahan.
9).Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan
bertukar informasi tentang hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan
pembedahan yang aman.
10).Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan
menetapkan pengawasan yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.
SKP 5. Pengurangan resiko infeksi
Pada
masa pranatal, perawat memberikan pendidikan kesehatan untuk menjaga kesehatan
selama hamil, dengan mengonsumsi makanan yang bersih dan memenuhi pola diet
sehat berimbang, serta minum air dalam jumlah yang cukup.
Pada
masa intranatal, petugas kesehatan harus memperhatikan universal precaution dan
alat-alat persalinan dan ruang bersalin terjaga kesterilannya
Pada
masa postnatal, dengan menjaga kebersihan daerah sekitar vagina dan luka bekas
episiotomi (prosedur bedah untuk melebarkan jalan lahir ) karena dapat menjadi
pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, terutama setelah buang air kecil dan
buang air besar. Cuci tangan dengan bersih sebelum menyentuh area genital dan
anus, basuhlah dengan gerakan dari arah depan ke belakang.
SKP 6. Pengurangan resiko pasien
jatuh
Pada
masa prenatal, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien untuk
menggunakan alas kaki yang nyaman dan tidak berhak tinggi, hindari menggunakan
tangga, jaga kebersihan lantai, berikan penerangan yang memadai, serta hubungi
keluarga jika perlu bantuan.
Pada
masa intranatal, perlu ditingkatkan keamanan tempat tidur serta posisi ibu saat
melahirkan dengan tujuan supaya menurunkan resiko jatuh, dan perlu diperhatikan
posisi ibu dan bayi setelah proses melahirkan agar bayi tidak jatuh. Pada bayi
yang lahir prematur perlu diperhatikan pemakaian tabung inkubator, petugas
kesehatan perlu meningkatkan keamanan seperti memperhatikan jarak antara bayi
dan lampu serta berapa lama anak berada dalam inkubator. Pada masa postnatal,
ajarkan keluarga untuk membantu klien dalam melakukan aktivitas karena klien
dalam keadaan lemah serta istirahat yang cukup.
Contoh Kebijakan tentang Standar
Pelayanan Maternitas-Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Sarasota New Zealand:
- Identifikasi
Pasien yang jelas dan Selalu dipastikan identitasnya sebelum mendapatkan
tindakan
- Pasien maupun
staff berhak untuk dilindungi dari infeksi dan kontaminasi yang diatur
oleh Kebijakan Kontrol Infeksi
- Selama
Pasien dikondisikan atau tidak ada
intervensi keperawatan, bed selalu dijaga dengan posisi rendah dan
terkunci, hanya dinaikkan bila akan melakukan intervensi, tujuannya adalah
untuk :
·
Pencegahan jatuh intrapartum, misalnya
pada pasien dengan Epidural Infussion yang butuh bed-rest
·
untuk mencegah jatuh setelah mobilisasi
dari tempat operasi
- Staf
Perawat harus menjaga keselamatan pasien pada saat menggunakan peralatan
elektrik
- Perhatikan
label atau daftar alergi pasien
- Perawat
wajib ikut serta memperhatikan, merawat dan memelihara Peralatan Medis
Ruangan baik emergency maupun tidak yang dievaluasi setiap hari
- Penilaian
keselamatan pasien dapat dilakukan oleh setiap personil/praktisi kesehatan
- Medikasi
terhadap pasien diikuti oleh intervensi keperawatan dan Standar
Operasionel Prosedur yang ada
- Kapabilitas
untuk memulai operasi Caesar adalah selama 30 menit setelah pengambilan
keputusan dan Inform Consent
0 komentar:
Posting Komentar