Propulsi dan
Pencampuran Makanan dalam Saluran Pencernaan
Agar makanan dapat di cerna dengan
baik dan benar dibutuhkan beberapa proses berikut ini akan dijelaskan
masing-masing mekanisme dalam pencernaan makanan.
a.
Mastikasi
(Mengunyah)
Gigi merupakan alat bantu utama dalam
proses mengunyah makanan. Gigi anterior (insisivus) sebagai pemotong makanan
dan gigi posterior (molar) sebagai penggiling. Pada gigi terdapat otot-otot
pengunyah yang dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, dan
proses mengunyah dikontrol oleh nucleus dalam batang otak.
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan
oleh suatu refleks mengunyah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: adanya
bolus makanan didalam mulut pada awalnya menimbulkan penghambat refleks otot
untuk mengunyah, yang menyebabkan rahang bawah turun kebawah. Penurunan ini
kemudian menimbulkan refleks regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan
kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan dinding mulut,
yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun
dan kembali rebound pada saat yang lain, ini terjadi berulang-ulang.
b.
Proses
Menelan (Deglutisi)
Menelan adalah mekanisme yang kompleks,
terutama karena faring membantu fungsi pernapasan dan menelan. Menelan dibagi
menjadi 3 tahap yaitu:
1.
Tahap Volunter
Bila
makanan sudah siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau digulung
kearah posterior kedalam faring oleh tekanan lidah keatas dan kebelakang
terhadap palatum. Dari sini, proses menelan menjadi seluruhnya atau hamper
seluruhnya berlangsung secara otomatis dan umumnya tidak dapat dihentikan.
2.
Tahap Faringeal
Mekanika tahapan penelanan makanan
dari faring yaitu trakea tertutup, esophagus terbuka, dan suatu gelombang
peristaltic cepat dicetuskan oleh system saraf faring mendorong bolus makanan
kedalam esophagus bagian atas, seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari
dua detik.
Pencetusan Saraf pada Tahap Faringeal dari Proses
Menelan
Tahap
faringeal dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu reflex. Hal ini hamper
selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunteer masuk kebagian belakang
mulut, yang kemudian merangsang reseptor-reseptor sensoris faringeal involunter
untuk menimbulkan reflex menelan.
Pengaruh Tahap Faringeal dari Proses Menelan
Terhadap Pernapasan
Seluruh
tahap faringeal terjadi selama lebih kurang 6 detik sehingga menganggu
pernapasan hanya sekejap dalam siklus pernapasan biasa. Pusat menelan
menghambat pusat pernapasan medulla, menghentikan pernapasan pada titik
tertentu dalam siklusnya untuk memungkinkan berlangsungnya penelanan. Bahkan
sewaktu seseorang berbicara , penelanan akan menghentikan pernapasan dalam
waktu yang singkat dan sulit untuk diperhatikan.
3.
Tahap Esofageal
Esofagus
memperlihatkan 2 tipe gerakan peristaltic: peristaltic primer dan peristaltic
sekunder.
Peristaltaltik
primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltic yang dimulai di
faring dan menyebar ke esophagus selama tahap faringeal dalam proses menelan.
Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik.
Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang telah
masuk ke esophagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltic sekunder
yang dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan, gelombang
ini terus berlanjut sampai makanan dikosongkan ke dalam lambung. Sewaktu
gelombang peristaltic penelanan melewati esophagus , terdapat “realaksasi
reseptif” dari sfingter esophagus bagian bawah yang mendahului gelombang
peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan yang ditelan ke dalam
lambung.Gelombangperistaltik esophagus ini bila mendekat kearah lambung, timbul
suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron yang penghambat
mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya, seluruh lambung bahkan
duodenum menjadi terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esophagus.Kemudian
makanan berjalan memasuki lambung.
Fungsi penyimpanan
lambung
Sewaktu makanan masuk ke dalam lambung, makanan
membentuk lingkaran konsentris makanan di bagian oral lambung, makanan yang palaing
baru terletak paling dekat dengan pembukaan esophagus dan makanan paling akhir
terletak paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya, bila makanan
meregangkan lambung, reflex vasovagal dari lambung ke batang otak dan kemudian
kembali ke lambung akan mengurangi tonus di dalam dinding otot korpus lambung
sehingga dinding menonjol keluar secara progesif.
Pencampuran dan
propulsi makanan dalam lambung
Getah pencernaan dari lambung disekresikan oleh
kelenjar gastric. Sekresi ini terjadi saat berkontak dengan bagian makanan yang
disimpan yang terletak berhadapan dengan permukaan mukosa lambung. Selama
lambung berisi makanan, gelombang konstriktor peristaltic makanan yang lemah
mulai timbul di di bagian tengah sampai ke bagian atas dari dinding lambung dan
bergerak kea rah abtrum sekitar 1 kali setiap 15 smpai 20 detik. Sewaktu
gelombang kontriktor berjalanj dari korpus lambung ke antrum, gelombang
tersebut menjadi kuat dan timbul cincin kontriktor. Gerakan cincin konstriktif
peristaltic digabung dengan kerja memeras dengan arah terbalik disebut
retropulsi adalah mekanisme pencampuran yang penting dalam lambung.Setelah
makanan dalam lambung bercampur dengan sekresi hasil lambung, hasil pencampuran
yang berjalan ke usus disebut kimus. Selain kontraksi peristaltic yang terjadi
ketika makanan terdapat dalam lambung juga terdapat kontraksi lapar yang
terjadi bila lambung telah kosong selama beberapa jam atau lebih. Kontraksi
lapar terjadi paling kuat pada orang muda, sehat yang memiliki derajat tonus
gastrointestinal yang tinggi.
Pengosongan lambung
Pengosongan lambung hanya diatur dalam derajat
sedang oleh factor-faktor lambung seperti derajat pengisian lambung dan efek
perangsangan gastrin pada peristaltic lambung. Mungkin control pengosongan
lambung yang lebih penting terletak pada sinyal umpan balik penghambat dari
duodenum, termasuk refleks umpan balik saraf pemnghambat enterogastrik dan
umpan balik hormonal oleh CCK. Mekanisme penghambat umpan balik ini bekerja
bersama-sama memperlambat kecepatan pengosongan bila: 1) kimus yang terdapat
usus halus sudah terlalu banyak, 2)kimus bersifat terlalu asam, mengandung
terlalu banyak protein atau lemak yang belum dicerna, bersifat hipotonik atau
hipertonik, atau mengiritasi. Dalam keadaan ini, kecepatan pengosongan lambung
dibatasi sampai sejumlah kimus dapat diproses di dalam usus halus.
Pergerakan
usus halus
Ada 2 kontraksi pada
pergerakan usus halus dalam traktus gastrointestinal yaitu kontraksi
pencampuran dan kontraksi pendorongan. Kontraksi pencampuran atau kontraksi
segmentasi terjadi bila bagian tertentu usus halus diregangkan oleh kimus,
peregangan dinding usus menimbulkan kontraksi konsentris lokal. Artinya
kontraksi membagi usus menjadi segmen-segmen berjarak yang mempunyai bentuk
rantai sosis. Kontraksi segmentasi ini biasanya “memotong” kimus sekitar 2-3
kali/menit, dengan cara ini membantu pencampuran partikel-partikel makanan
padat dengan sekresi usus halus. Frekuensi maksimal dari kontraksi segmentasi
ini kira-kira 12 per menit, tetapi ini hanya terjadi pada keadaan perangsangan
yang ekstrem. Pada ileum terminalis, frekuensi maksimumnya 8-9 kontraksi/menit.
Sedangkan pada kontrakasi
pendorongan, kimus didorong melalu usus halus oleh gelombang peristaltik.
Gelombang peristaltic tersebut secara normal sangat lemah dan biasanya berhenti
sesudah menempuh jarak 3-5cm yang mana perjalanan kimus tersebut dari pylorus
menuju katup ileosekal. Katup ileosekal berfungsi mencegah aliran balik isi
dekal dari kolon ke dalam usus halus. Aktivitas peristaltik usus halus sangat
meningkat setelah makan. Hal ini disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam
duodenum tetapi juga refleks gastroenterik yang dimulai dengan peregangan
lambung. Fungsi gelombang peristaltic dalam usus halus tidak hanya menyebabkan
pendorongan kimus ke arah katup ileosekal tetapi juga menyebarkan kimus
sepanjang mukosa usus.
Gerakan-gerakan
Kolon
Fungsi utama dari kolon
adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus dan penimbunan bahan feses sampai
dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon hubungannya dengan absorbs
dan setengah bagian distal, berhubungan dengan penimbunan. Meskipun pergerakannya
lambat, pergerakannya masih mempunyai karakteristik yang serupa dengan
pergerakan usus halus dan sekali lagi dapat dibagi menjadi gerakan-gerakan
mencampur dan gerakan-gerakan mendorong.
Jenis gelombang peristaltik yang terlihat pada usus halus, jarang timbul pada sebagian besar
kolon. Sebaliknya, hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat ke
arah anus oleh kontraksi haustrae dan
gerakan massa (mass movement).
Dari awal kolon transversal
sampai sigmoid, pergerakan massa terutama mengambil alih peran pendorongnya.
Gerakan ini biasanya hanya terjadi satu sampai tiga kali setiap hari, paling
lama kira-kira 15 menit selama jam pertama setelah makan pagi.
Defekasi
Sebagian besar, rektum tidah
berisi feses. Hal ini akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional
yang lemah. Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rectum, secara normal timbul keinginan untuk
defekasi, termasuk refleks kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus. Pendorongan
massa feses terus menerus melalu anus dicegah oleh kontraksi tonik dari sfingter ani internus dan sfingter ani eksternus.
Biasanya, defekasi
ditimbulkan oleh refleks defekasi.
Salah satunya yaitu refleks intrinsik
yang diperantarai oleh saraf enterik setempat. “Bila feses memasuki rektum,
peregangan dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar
melalui pleksus mienterikus untuk
menimbulkan gelombang peristaltic didalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum,
mendorong feses kea rah anus. Sewaktu gelombang peristaltic mendekani anus,
sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus
mienterikus, jika sfingter ani eksternus secara sadar, secara volunter
berelaksasi bila pada waktu yang bersamaan, akan terjadi defekasi.
Akan tetapi, refleks defekasi
intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya bersifat lemah. Agar menjadi efektif
dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks
defekasi jenis lain yaitu refleks
defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medulla spinalis.
Sinyal-sinyal yang masuk ke medulla spinalis menimbulkan efek-efek lain,
seperti mengambil nafas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot-otot
dinding perut untuk mendorong feses dari kolon turun ke bawah dan pada saat
bersamaan menyebabkan dasar pelvis terdorong ke bawah dan menarik keluar cincin
anus untuk mengeluarkan feses. Selain refleks defekasi, dibutuhkan efek-efek
lain seperti pada manusia telah dilatih untuk defekasi di toilet, relaksasi
sfingter internus dan gerakan feses maju ke depan menuju anus secara normal
menimbulkan kontraksi sfingter eksternus seketika itu juga, yang masih mencegah
terjadinya defekasi untuk sementara.
Referensi:
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC.
0 komentar:
Posting Komentar