1. Sejarah
Manajemen Resiko
Rekaman
tertua terkait pengelolaan risiko dapat ditemukan pada Piagam Hammurabi
(codex Hammurabi), yang dibuat pada tahun 2100 sebelum masehi. Piagam
tersebut mencantumkan peraturan dimana pemilik kapal dapat meminjam uang untuk
membeli kargo; namun bila dalam perjalanan kapalnya tenggelam atau hilang, ia
tidak perlu mengembalikan uang pinjaman tersebut. Masa ini disebut
sebagai zaman pertama manajemen risiko, di mana perusahaan hanya melihat
risiko non-entrepreneurial (seperti misalnya keamanan).
Tahun
1970-an dan 1980-an disebut sebagai zaman kedua manajemen risiko di mana
perusahaan-perusahaan asuransi
mulai berusaha mendorong pengusaha
untuk benar-benar menjaga barang yang diasuransikan. Pada masa ini juga lahir
konsep jaminan mutu (quality assurance) yang
menjamin setiap produk memenuhi spesifikasi standarnya. Konsep ini dipopulerkan
oleh British Standards Institution yang meluncurkan standar kualitas
BS 5750 pada tahun 1979.
Pada
tahun 1993, James Lam diangkat menjadi Chief Risk Office, yang merupakan
jabatan CRO pertama di dunia.
Zaman
ketiga manajemen risiko
dimulai tahun 1995 dengan diterbitkannya AS / NZS 4360 : 1995 oleh Standards
Australia of the World's Risk management Standard.
2. Pengertian
Resiko dan Manajemen Resiko
- Resiko
Risiko
berhubungan dengan ketidakpastian
ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang
apa yang akan terjadi. Risiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau
keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
Sesuatu
yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau
merugikan.menurut Wideman, ketidak pastian yang menimbulkan kemungkinan
menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (Opportunity), sedangkan
ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah
risiko (Risk).
Secara umum risiko dapat diartikan
sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat
kemungkinan yang merugikan.
- Manajemen Resiko
Pendapat para ahli tentang manajemen
resiko :
·
Menurut
Smith, 1990 Manajemen
Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol
keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah
perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada
perusahaan tersebut.
·
Menurut
Clough and Sears, 1994,
Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk
menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
·
Menurut
William, et.al.,1995,p.27
Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba
untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari
ketidakpastian pada sebuah organisasi.
·
Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan
sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap
suatu kerugian.
Jadi dapat disimpulkan bahawa Manajemen risiko
adalah sebuah pendekatan metodologi yang terstruktur dalam mengelola (manage) sesuatu
yang berkaitan dengan sebuah ancaman karena ketidak pastian. Ancaman yang
dimaksud di sini adalah akibat dari aktivitas individu / manusia termasuk: yang
terdapat / berperan di dalamnya. Aktivitas ini meliputi penilaian risiko yang
mengancam, pengembangan strategi untuk menanggulangi risiko dengan pengelolaan
sumberdaya yang ada.
3. Klasifikasi
Resiko
Dalam
perkembangannya risiko – risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat
diklasifikasi menjadi :
a. Risiko Operasional
adalah risiko yang timbul karena tidak berfungsinya sistem internal yang
berlaku, kesalahan manusia, atau kegagalan sistem. Sumber terjadinya risiko
operasional paling luas dibanding risiko lainnya yakni selain bersumber dari
aktivitas di atas juga bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi,
sistem tekhnologi informasi, sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan
sumber daya manusia.
b. Risiko Hazard
( BAHAYA ) factor –faktor yang
mempengaruhi akibat akibat yang ditimbulkan dari suatu peristiwa. Hazard
menimbulkan kondisi yang kondusif terhadp bencana yang menimbulkan kerugian.
Dan kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan. Walaupun ada beberapa
overlapping (tumpang tindih) di antara kategori-kategori ini, namun sumber
penyebab kerugian (dan risiko) dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial,
risiko fisik, dan risiko ekonomi. Menentukan sumber risiko adalah penting
karena mempengaruhi cara penanganannya.
c. Risiko Finansial
adalah resiko yang diderita oleh investor sebagai akibat dari ketidakmampuan
emiten saham dan obligasi memenuhi kewajiban pembayaran deviden atau bunga atau
bunga serta pokok pinjaman.
d.
Risiko
Strategic adalah risiko terjadinya serangkaian
kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi kemampuan manajer untuk mengimplementasikan
strateginya secara signifikan.
Dalam
pelaksanaan Manajemen Resiko, risiko dapat dibagi kedalam beberapa jenis, yaitu
:
1.
Risiko
Murni ( pure risk ) merupakan resiko yang memang hanya memberikan akibat
negative / merugikan, tidak mungkin menguntungkan.
Salah satu
contoh resiko murni adalah peristiwa kebakaran banguna kantor. Kebaran ini
tentunya memberikan kerugian terhadap perusahan, kecuali jika kebakaran ini di
sengaja untuk tujuan tertentu. Dalam manajemen resiko, resiko ini dapat dikelola
dengan menghindari dan meminimalkan kerugian dengan asuransi.
2.
Risiko
Spekulatif
Dikenal dengan risiko bisnis. Risiko spekulatif adalah
suatu keadaan dimana perusahaan bisa mendapat keuntungan dan kerugian.
Contohnya Investasi. Seorang pengusaha yang menginvestasikan uangnya memiliki
dua kemungkinan, investasinya menguntungkan atau malah merugikan.
4. Sasaran
Manajemen Resiko
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko
adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang
yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini
dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia,
organisasi dan politik.
Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia
bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan
organisasi).
5. Manfaat
Manajemen Resiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen
resiko antara lain (Mok et al., 1996) :
·
Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani
masalah-masalah yang rumit.
·
Memudahkan estimasi biaya.
·
Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan
keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar.
·
Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk
menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
·
Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk
memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
·
Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk
membuat keputusan.
·
Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan
masalah.
·
Memungkinkan analisa yang cermat dari
pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi, (2005, p. 11)
Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam
5 (lima) kategori utama yaitu :
a.
Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan
dari kegagalan.
b.
Manajemen risiko menunjang secara langsung
peningkatan laba.
c.
Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak
langsung.
d.
Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang
disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non
material bagi perusahaan itu.
e.
Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko
murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang
dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat
jelas, maka secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran
yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi,
2005, p. 13) :
-
Survival
-
Kedamaian pikiran
-
Memperkecil biaya
-
Menstabilkan pendapatan perusahaan
-
Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi
perusahaan
-
Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
-
Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap
karyawan dan masyarakat.
6. Proses
Manajemen Resiko
Pemahaman risk management memungkinkan
manajemen untuk terlibat secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan
risiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk
memberikan nilai tambah. Menurut COSO, proses manajemen risiko dapat dibagi ke
dalam 8 komponen (tahap) :
1. Internal Environment
( Lingkungan Internal )
Komponen
ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi Pemerintah berada dan
beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen
tentang risiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap
risiko), risk-appetite (selera atau penerimaan terhadap risiko), ethical values
(nilai moral), struktur organisasi, dan pendelegasian wewenang.
2. Objective Setting
( Penentuan Tujuan )
Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan)
dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko.
Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki organisasi yang
ada pada seluruh divisi dan bagian haruslah dilibatkan dan mengerti risiko yang
dihadapi. Penglibatan tersebut terkait dengan pandangan bahwa setiap pejabat / pegawai
adalah pemilik dari risiko. Demikian pula, dalam penentuan tujuan organisasi,
hendaknya menggunakan pendekatan SMART , dan ditentukan risk appetite and risk
tolerance (variasi dari tujuan yang dapat diterima).
3. Event Identification
( Identifikasi Risiko )
Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial
baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang
mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari organisasi. Kejadian tersebut
bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula sebaliknya atau
negative (risks).
Terdapat 4 model dalam identifikasi risiko, yaitu (1)
Analisa Pendapatan (2) Analisa Lingkungan (3) Skenario ancama (4) Pertanyaan
ilham.
4. Risk Assessment
( Penilaian risiko )
Komponen ini menilai sejauh mana dampak dari events
(kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya
dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis
dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact
/ consequence (besaran dari terealisirnya risiko). Dengan demikian, besarnya
risiko atas setiap kegiatan organisasi merupakan perkalian antara likelihood
dan consequence.
Penilaian risiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1)
qualitative techniques; dan (2) quantitative techniques. Qualitative techniques
menggunakan beberapa tools seperti self-assessment (low, medium, high),
questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques
data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability based,
non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan
benchmarking.
Yang perlu dicermati adalah events relationships atau
hubungan antar kejadian / keadaan. Events yang terpisah mungkin memiliki risiko
kecil. Namun, bila digabungkan bisa menjadi signifikan. Demikian pula, risiko
yang mempengaruhi banyak business units perlu dikelompokkan dalam common event
categories, dan dinilai secara aggregate.
5. Risk response (
Sikap atas risiko )
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian
risiko. Risk response dari organisasi dapat berupa: (1) avoidance, yaitu
dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan risiko; (2) reduction,
yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood atau impact dari risiko;
(3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian
dari risiko dengan pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang
terjadi (biasanya risiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang
dilakukan.
Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan
faktor-faktor seperti pengaruh tiap response terhadap risk likelihood dan
impact, response yang optimal sehingga bersinergi dengan pemenuhan risk
appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan kemungkinan peluang
(opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response.
6. Control Activities
( Aktifitas – aktifitas Pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan
kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedur-prosedur untuk menjamin risk
response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian memerlukan
lingkungan pengendalian yang meliputi: (1) integritas dan nilai etika; (2)
kompetensi; (3) kebijakan dan praktik-praktik SDM; (4) budaya organisasi; (5)
filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen; (6) struktur organisasi; dan (7)
wewenang dan tanggung jawab.
Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat
ditentukan jenis dan aktifitas pengendalian. Terdapat beberapa jenis
pengendalian, diantaranya adalah preventive, detective, corrective, dan
directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa: (1) pembuatan kebijakan dan
prosedur; (2) pengamanan kekayaan organisasi; (3) delegasi wewenang dan
pemisahan fungsi; dan (4) supervisi atasan. Aktifitas pengendalian hendaknya
terintegrasi dengan manajemen risiko sehingga pengalokasian sumber daya yang
dimiliki organisasi dapat menjadi optimal.
7. Information and
Communication ( Informasi dan Komunikasi )
Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi
yang relevan kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyampaiaan informasi dan
komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat komunikasi
Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas
informasi yang ingin disampaikan, dan kualitas informasi dapat dipilah menjadi:
(1) appropriate ( tepat ); (2) timely ( tepat waktu ); (3) current ( mutakhir );
(4) accurate ( akurat ); dan (5) accessible ( dapat di akses). Arah komunikasi
dapat bersifat internal dan eksternal. Sedangkan alat komunikasi berupa
diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan melalui media elektronis.
8. Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus
(ongoing) maupun terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing
tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya.
Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk penugasan tertentu (kasuistis).
Pada monitoring ini ditentukan scope tugas, frekuensi, proses evaluasi metodologi,
dokumentasi, dan action plan.
Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala
seperti reporting deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan
berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti
sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan
bagi pelaporan.
0 komentar:
Posting Komentar