About

Selasa, 04 November 2014

Pengenalan Metode Perbaikan Kualitas Pelayanan

Kualitas Pelayanan Kesehatan
      Kualitas atau mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu . Istilah ini banyak digunakan dalam dalam bisnis, rekayasa, dan manufaktur dalam kaitannya dengan teknik dan konsep untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, seperti Six Sigma, TQM, Kaizen, dll.
Mutu atau kualitas merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan atau melebihi harapan
Kualitas pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Kualitas pelayanan merupakan fungsi harapan pasien pada saat sebelum melakukan keputusan atas pilihan yang dilakukan, pada proses penyediaan kualitas yang diterima pada dan pada kualitas output yang diterima. Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan pasien.
Dua faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan atau dipersepsikan (perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas jasa akan dipersepsikan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal atau excellence. Apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk.
Aspek kualitas jasa atau pelayanan yang merupakan aspek sebuah pelayanan prima. Faktor yang menentukan kualitas pelayanan rumah sakit yaitu :
a. Kehandalan yang mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya.
b. Daya tangkap, yaitu sikap tanggap para karyawan rumah sakit melayani saat dibutuhkan pasien.
c. Kemampuan, yaitu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
d. Mudah untuk dihubungi atau ditemui.
e. Sikap sopan santun, respek dan keramahan karyawan.
f. Komunikasi, yaitu memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pasien.
g. Dapat dipercaya atau jujur.
h. Jaminan keamanan.
i. Usaha untuk mengerti dan memahami kebutuhan pasien.
j. Bukti langsung yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dan jasa.

2. Pelayanan Kesehatan
      Upaya yg diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara & meningkatkan kesehatan, mencegah & menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, & ataupun masyarakat. (Lovey & Loomba)
Dimensi mutu/kualitas :
a.       Bagi pemakai jasa pelayanan yaitu yang berkaitan dengan ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keramahan petugas ,dsb.
  1. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan. Yaitu berkaitan dengan kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir, dan/atau adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
  2. Bagi penyandang dana yaitu berkaitan dengan efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan dan/atau kemampuan mengurangi kerugian.
    Dimensi yang dipakai untuk pelayanan kesehatan adalah dimensi a dan b.
Pelayanan kesehatan yang bermutu/berkualitas :
d.      Yankes yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa yankes sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
  1. Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan, maka pelanggan dapat merasakan hal-hal sebagai berikut :
1)      Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa.
2)      Kalau kinerjanya sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas.
3)      Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan pasien, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Salah satu definisi kualitas pelayanan kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit/puskesmas memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima pasiennya.
Lima (5) faktor pokok dalam keunggulan pelayanan, yaitu :
a. Bukti fisik (tangibles), bukti langsung yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan rumah sakit dan penampilan karyawan yang ada.
b. Reliabilitas (reliablility) berkaitan dengan kehandalan kemampuan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang segera dan akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsiveness), sehubungan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pasien dan merespon permintaan mereka dengan tanggap, serta menginformasikan jasa secara tepat.
d. Jaminan (assurance) yakni mencakup pengetahuan, keterampilan, kesopanan, mampu menumbuhkan kepercayaan pasiennya. Jaminan juga berarti bahwa bebas bahaya, resiko dan keragu-raguan.
e. Empati (empathy) berarti kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pasien sebagai pelanggan dan bertindak demi kepentingan pasien.
Aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) adalah :
  1. Keandalan (reliability)
  2. Ketanggapan (responsiveness)
  3. Jaminan (assureance)
  4. Empati atau kepedulian (emphaty)
  5. Bukti langsung atau berujud (tangibles)
Jacobalis (1990) menyampaikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan diruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek,diantaranya adalah:
a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya.
b. Efisiensi dan efektivitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Keselamatan pasien
Aspek ini menyangkut keselamatan dan kemanan pasien.
d. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Menurut Adji Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila:
a.  Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.
b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelola  rumah sakit.
Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya pasien. Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :
a. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan segera.
b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat menaruh kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar.
c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.
d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah     sakit.
e. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional.
f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

3. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan melaui dua cara, yaitu
sebagai berikut :

a.       Melalui Profesionalisme Petugas Kesehatan
Untuk mewujudkan profesi kesehatan sebagai profesi yang utuh. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Setiap petugas kesehatan harus mempunyai ”body of knowledge” yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian yang didasari motivasi altruistik, mempunyai standar kompetensi dan kode etik profesi. Para praktisi dipersiapkan melalui pendidikan khusus pada jenjang pendidikan tinggi.
Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan dari universitas di Indonesia, mengemukakan bahwa setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.
Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas.
Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Kemampuan atau kompetensi, menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.
Kewenangan itu, ungkap Budi, memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing. Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui.  
Kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan kemudian teregistrasi, sebagai contoh registered nurse yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.
Hal yang tidak kalah penting, adalah penyelenggaraan pendidikan yang bertanggung jawab. Dalam pengabdiannya, petugas kesehatan dituntut bekerja secara profesional, memiliki sifat ”caring”, bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Setiap petugas kesehatan harus berusaha selalu meningkatkan kemampuannya baik dari segi keterampilan di mana era globalisasi diharapkan kemampuan profesionalisme petugas kesehatan dengan basis kompetensi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.


b.      Dengan Mengukur Tingkat Kepuasan Klien
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan.
d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi.
Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah sakit yang mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut:
a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit).
d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.

e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak pasien. rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malapraktek tidak terjadi.

0 komentar:

Posting Komentar