Kualitas Pelayanan Kesehatan
Kualitas
atau mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu .
Istilah ini banyak digunakan dalam dalam bisnis, rekayasa, dan manufaktur dalam
kaitannya dengan teknik dan konsep untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa
yang dihasilkan, seperti Six Sigma, TQM, Kaizen, dll.
Mutu atau kualitas merupakan
suatu kondisi yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi harapan atau melebihi harapan
Kualitas
pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi
permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi
dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah
sakit dengan wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Kualitas
pelayanan merupakan fungsi harapan pasien pada saat sebelum melakukan keputusan
atas pilihan yang dilakukan, pada proses penyediaan kualitas yang diterima pada
dan pada kualitas output yang diterima. Kualitas pelayanan harus dimulai
dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan pasien.
Dua
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap kualitas jasa yaitu
jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan atau
dipersepsikan (perceived service). Apabila perceived service sesuai
dengan expected service, maka kualitas jasa akan dipersepsikan baik atau
positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka
kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal atau excellence.
Apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service,
maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk.
Aspek
kualitas jasa atau pelayanan yang merupakan aspek sebuah pelayanan prima.
Faktor yang menentukan kualitas pelayanan rumah sakit yaitu :
a.
Kehandalan yang mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan
untuk dipercaya.
b. Daya
tangkap, yaitu sikap tanggap para karyawan rumah sakit melayani saat dibutuhkan
pasien.
c.
Kemampuan, yaitu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat
memberikan jasa tertentu.
d. Mudah
untuk dihubungi atau ditemui.
e. Sikap
sopan santun, respek dan keramahan karyawan.
f.
Komunikasi, yaitu memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat
mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pasien.
g. Dapat
dipercaya atau jujur.
h.
Jaminan keamanan.
i. Usaha
untuk mengerti dan memahami kebutuhan pasien.
j. Bukti
langsung yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan, representasi fisik dan jasa.
2. Pelayanan Kesehatan
Upaya yg
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara & meningkatkan kesehatan, mencegah & menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, & ataupun masyarakat.
(Lovey & Loomba)
Dimensi
mutu/kualitas :
a. Bagi pemakai jasa pelayanan yaitu yang
berkaitan dengan ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi antara petugas dengan pasien, keramahan petugas ,dsb.
- Bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan. Yaitu berkaitan dengan kesesuaian
pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran
mutakhir, dan/atau adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Bagi
penyandang dana yaitu berkaitan dengan efesiensi pemakaian sumber dana,
kewajaran pembiayaan kesehatan dan/atau kemampuan mengurangi kerugian.
Dimensi yang dipakai untuk pelayanan kesehatan adalah dimensi a dan b.
Pelayanan kesehatan yang bermutu/berkualitas :
d. Yankes yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
yankes sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah
ditetapkan.
- Kepuasan
didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh karena itu, maka
tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapan. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pelanggan, maka pelanggan
dapat merasakan hal-hal sebagai berikut :
1) Kalau kinerjanya dibawah harapan, pelanggan
akan merasa kecewa.
2) Kalau kinerjanya sesuai harapan, pelanggan akan
merasa puas.
3) Kalau kinerjanya melebihi harapan, pelanggan
akan sangat puas.
Menurut Azwar (1996) kualitas
pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan
pasien, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Salah satu definisi kualitas pelayanan kesehatan biasanya
mengacu pada kemampuan rumah sakit/puskesmas memberi pelayanan yang sesuai
dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima pasiennya.
Lima (5) faktor pokok dalam keunggulan
pelayanan, yaitu :
a. Bukti
fisik (tangibles), bukti langsung yang meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan dan material yang digunakan rumah sakit dan penampilan karyawan
yang ada.
b. Reliabilitas
(reliablility) berkaitan dengan kehandalan kemampuan rumah sakit untuk
memberikan pelayanan yang segera dan akurat sejak pertama kali tanpa membuat
kesalahan apapun dan memuaskan.
c. Daya
tanggap (responsiveness), sehubungan dengan kesediaan dan kemampuan para
karyawan untuk membantu para pasien dan merespon permintaan mereka dengan
tanggap, serta menginformasikan jasa secara tepat.
d. Jaminan
(assurance) yakni mencakup pengetahuan, keterampilan, kesopanan, mampu
menumbuhkan kepercayaan pasiennya. Jaminan juga berarti bahwa bebas bahaya,
resiko dan keragu-raguan.
e. Empati
(empathy) berarti kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pasien sebagai pelanggan dan bertindak
demi kepentingan pasien.
Aspek-aspek mutu atau
kualitas pelayanan menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) adalah :
- Keandalan
(reliability)
- Ketanggapan
(responsiveness)
- Jaminan
(assureance)
- Empati
atau kepedulian (emphaty)
- Bukti
langsung atau berujud (tangibles)
Jacobalis
(1990) menyampaikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan diruang rawat inap rumah
sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek,diantaranya adalah:
a.
Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek
ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga
profesi lainnya.
b.
Efisiensi dan efektivitas
Aspek
ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya
guna dan berhasil guna.
c.
Keselamatan pasien
Aspek
ini menyangkut keselamatan dan kemanan pasien.
d.
Kepuasan pasien
Aspek
ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan
rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian,
biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Menurut
Adji Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik,
apabila:
a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang
biasanya orang sakit.
b.
Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata
pengelola rumah sakit.
Pelayanan
bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya pasien. Dari
kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :
a.
Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu
melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan segera.
b.
Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat menaruh kepercayaan bahwa
pengobatan yang diterima dimulai secara benar.
c.
Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan
kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.
d.
Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit.
e.
Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional.
f.
Lingkungan rumah sakit yang nyaman.
3. Peningkatan Kualitas
Pelayanan
Peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan
melaui dua cara, yaitu
sebagai berikut :
a.
Melalui
Profesionalisme Petugas Kesehatan
Untuk mewujudkan profesi
kesehatan sebagai profesi yang utuh. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Setiap petugas kesehatan harus mempunyai ”body of knowledge” yang spesifik,
memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian yang didasari
motivasi altruistik, mempunyai standar kompetensi dan kode etik profesi. Para
praktisi dipersiapkan melalui pendidikan khusus pada jenjang pendidikan tinggi.
Budi Sampurna, Pakar Hukum
Kesehatan dari universitas di Indonesia, mengemukakan bahwa setiap profesi pada
dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui
pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan
tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.
Sikap yang terlihat pada
profesionalisme adalah profesional yang bertanggung jawab dalam arti sikap dan
pelaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun
masyarakat luas.
Beberapa ciri profesionalisme
tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan
yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus untuk profesi kesehatan
ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Kemampuan atau kompetensi,
menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya,
sedangkan kewenangan diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang
tersebut melalui pemberian izin.
Kewenangan itu, ungkap Budi,
memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki
kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang
didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya
kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan
sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran.
Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran
atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing. Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan
khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus
dilampaui.
Kewenangan berkaitan dengan
izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni
kewenangan material dan kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak
seseorang memiliki kompetensi dan kemudian teregistrasi, sebagai contoh
registered nurse yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal
adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan
praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam
suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara
perorangan atau berkelompok.
Hal yang tidak kalah penting,
adalah penyelenggaraan pendidikan yang bertanggung jawab. Dalam pengabdiannya,
petugas kesehatan dituntut bekerja secara profesional, memiliki sifat ”caring”,
bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Setiap petugas kesehatan harus
berusaha selalu meningkatkan kemampuannya baik dari segi keterampilan di mana
era globalisasi diharapkan kemampuan profesionalisme petugas kesehatan dengan
basis kompetensi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
b.
Dengan
Mengukur Tingkat Kepuasan Klien
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari
program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan
objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan
pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus
dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada
beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
a. pengukuran menyebabkan orang memiliki
rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan
yang prima kepada pelanggan.
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar
menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan
mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang
meningkat.
c. Pengukuran memberikan umpan balik segera
kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja
pelaksana atau yang memberi pelayanan.
d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus
dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus
melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk
melakukan dan mencapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi.
Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah
sakit yang mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena
pasien adalah pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat
diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut:
a. Rekomendasi medis untuk
kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh pasien yang merasa puas
terhadap pelayanan rumah sakit.
b. Terciptanya citra positif dan
nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan
kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan
rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
c. Citra rumah sakit akan
menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang
berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama
ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi
(meningkatnya pendapatan rumah sakit).
d. Berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi
akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.
e. Didalam rumah sakit yang
berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi
pelayanan yang menjunjung hak- hak pasien. rumah sakitpun akan berusaha
sedemikian rupa sehingga malapraktek tidak terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar