About

Rabu, 05 November 2014

ATRESIA ANI



Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1.        Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2.        Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3.        Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4.        Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1.        Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2.        Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.
3.    Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4.    Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :
1.    Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal.
2.    Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.

Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1.)   Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.)   Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.        
3.)   Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4.)   Perut kembung.
5.)   Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
(Ngastiyah, 2005)

Komplikasi
1.    Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2.    Obstruksi intestinal
3.    Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4.    Komplikasi jangka panjang :
a.     Eversi mukosa anal.
b.    Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c.     Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d.    Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e.     Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f.     Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2002)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.

c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
a.    Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
b.    Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi.
c.    Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
d.    Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot.
e.    Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f.     Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka insisi.
g.    Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi.

h.    Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i.     Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
j.     Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan rumah.
k.    Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.

2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.



1 komentar: