2.1 DEFENISI
·
ANATOMI PERITONEUM
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang
berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini
disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong
tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam
rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong.
Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah
depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor,
dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus
halus.
1. Lembaran yang
menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang
melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang
menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Fungsi peritoneum:
1.
Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2.
Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada
dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan.
3.
Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ
terhadap dinding posterior abdomen.
4.
Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu
melindungi terhadap infeksi.
·
PERITONITIS
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga abdomen
(peritoneum) di lapisan
membrane serosa rongga abdomen dan dinding abdomen bagian dalam.
2.2 ETIOLOGI
1. Infeksi
bakteri
·
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal
·
Appendisitis yang meradang dan perforasi
·
Tukak peptik (lambung / dudenum)
·
Tukak thypoid
·
Tukan disentri amuba / colitis
·
Tukak pada tumor
·
Salpingitis
·
Divertikulitis
Kuman yang
paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik, stapilokokus aurens,
enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara
langsung dari luar.
·
Operasi yang tidak steril
·
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium,
sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
·
Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa,
ruptur hati
·
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius
vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara
hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian
atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
streptokokus atau pnemokokus.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
·
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik)
terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
·
Hipertermi
·
Distensi abdomen
·
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal,
difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
·
Bising usus tak terdengar, pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
·
Nausea
·
Vomiting
·
Penurunan peristaltik.
2.4 PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di
antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler
dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai
mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan
banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang
tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus,
lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi
peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini
dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis
2.5 Pemeriksaan
Diagnostik dan Penunjang
- Test laboratorium
· Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa
sebelum hasil pembiakan didapat.
·
Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan
laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
·
Hematokrit
meningkat
·
Protein / albumin serum menurun karena
penumpukkan cairan (di intra abdomen)
·
Amilase serum biasanya meningkat
·
Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada
- X. Ray
Dari tes X Ray diperoleh Foto polos
abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1.
Ileus merupakan penemuan yang tak khas pada
peritonitis.
2.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
3.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto
polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1.
Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal
dengan proyeksi anteroposterior.
2.
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau
memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
3.
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD),
dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film
yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran
kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya
adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3
posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1.
Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus,
preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran
usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti
duri ikan (Herring bone appearance).
2.
Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan
kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase
usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika
panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah
adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3.
Posisi setengah
duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan
step ladder appearance.
2.6 Komplikasi Peritonitis
Komplikasi
dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
- Komplikasi dini.
- Septikemia dan syok septic.
- Syok hipovolemik.
- Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem.
- Abses residual intraperitoneal.
- Portal Pyemia (misal abses hepar).
- Komplikasi lanjut.
- Adhesi.
- Obstruksi intestinal rekuren.
2.7 LAPARATOMI
Laparatomi yaitu Pembedahan abdomen sampai membuka selaput abdomen. Ada 4 cara, yaitu;
1.
Midline incision
2. Paramedian,
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3. Transverse
upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse
lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior
spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
Ø
Indikasi
1. Trauma
abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar.
2. Peritonitis
3. Perdarahan
saluran pencernaan.(Internal Blooding)
4. Sumbatan
pada usus halus dan usus besar.
5. Masa
pada abdomen
Ø
Komplikasi Laparotomi
1. Ventilasi
paru tidak adekuat
2. Gangguan
kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.
3. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Gangguan
rasa nyaman dan kecelakaan
Ø Penatalaksanaan
Management
peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan
dilakukan pembedahan a.l:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans
muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa
yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas
tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo
peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena
atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi
saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan
dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum
peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila
pasien memerlukan tindakan pembedahan maka Perawat harus mempersiapkan pasien untuk tindakan
bedah a.l :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan
saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun
monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.
Terapi
bedah pada peritonitis a.l :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan
sumber infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar
penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan
debridement, suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian
dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis,
pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
2.8 POST LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah
bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah
menjalani operasi pembedahan perut.
Tujuan perawatan post laparatomi;
1.
Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2.
Mempercepat penyembuhan.
3.
Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
4.
Mempertahankan konsep diri pasien.
5.
Mempersiapkan pasien pulang.
Ø
Komplikasi
post laparatomi;
1.
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis
postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan
otak.Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini
dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
2.
Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka
infeksi.Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme;
gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.Untuk menghindari infeksi
luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan
antiseptik.
3.
Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi
luka atau eviserasi.
Dehisensi luka
merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari
batuk dan muntah.
Ø
Proses penyembuhan luka
·
Fase pertama
Berlangsung sampai
hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru
berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai
kerangka.
·
Fase kedua
Dari hari ke 3
sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul
sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
·
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10
minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot
dapat digunakan kembali.
·
Fase keempat
Fase
terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Terapi post operasi
a.l:
- Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan
nutrisi.
- Pemberian antibiotic
- Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal,
peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Latihan-latihan fisik PosT Laparotomi :
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan
otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot glutea, Latihan alih baring
dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi
0 komentar:
Posting Komentar