About

Jumat, 18 Oktober 2013

Diabetes Melitus

Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus  atau kencing manis lebih merupakan suatu keadaan penyakit dari pada suatu penyakit tunggal, karena mempunyai berbagai macam penyebab. Diabetes melitus dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan metabolik yang abnormal dimana terdapat intoleransi terhadap glukosa akibat kerja insulin yang tidak adekuat. Diagnosa didasarkan pada kondisi klinis dari intoleransi glukosa.
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.

Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.


2.2 Patogenesis
Kerja insulin semuanya anabolik, yaitu meningkatkan penimbunan makanan yang beredar ke dalam jaringan. Akibat defisiensi insulin ialah keadaan yang disebut katabolik, yaitu pemecahan energi yang tersimpan dalam jaringan.
Gambaran utama diabetes melitus adalah :
a.     Ketidakmampuan menggunakan, dan overproduksi glukosa (hiperglikemia)
b.     Sintesis protein berkurang
c.      Lipolisi menyebabkan hiperlipidemia, karena itu terjadi  pembuangan secara cepat dan berat badan turun. Keadaan ini digambarkan sebagi suatu kejadian kelaparan dalam keadaan banyak makanan.
Pada hiperglikemia, nilai ambang ginjal terhadap konservasi glukosa sangat berlebihan, sehingga terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan terjadinya poliuria, dehidrasi dan kehausan. Lipolisis juga dapatmempunyai dampak yang serius. Asam lemak bebas didalam hati dikonversi menjadi benda keton seperti asetoasetat, aseton, dan 3-hidroksi butirat. Hal ini memisahkan dan melepaskan ion hidrogen, sehingga timbul asidosis metabolik.
             Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

2.3 Kadar Gula Dalam Darah 
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, dimana 1 mmol/1=18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[6]
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena
<110
110 - 199
>200
Darah kapiler
<90
90 - 199
>200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena
<110
110 - 125
>126
Darah kapiler
<90
90 - 109
>110

2.4 Klasifikasi
Dua tipe diabetes melitus diberi batasan yang tergantung pada penetapan klinikal dimana keadaan ini terjadi. Penelitian terhadap patogenesis penyakit telah memperkuat klasifikasi ini, sebagaimana halnya kedua tipe tersebut mempunyai patogenesis yang berdeba. Disamping itu, diabetes kadang-kadang timbul sebagai konsekuensi sekunder dari penyakit lain.
Ø  Tipe 1 (juvenil-onset, insulin-dependent diabetes)
Diabetes melitus tipe 1 (disebut juga juvenil-onset, atau insulin-dependent diabetes) khas timbul pada masa kanak-kanak. Penderita biasanya memperlihatkan terjadinya efek katabolik dan sangat rawan terhadap timbulnya ketoasidosis. Defek sentralnya ialah sekresi insulin oleh sel- β pankreas yang tidak adekuat, dan ini hanya dapat dikoreksi dengan pemberian insulin eksogen seumur hidupnya.
Pemerikasaan post-modern terhadap prankeas penderita diabetes melitus tipe 1 yang meninggal akibat sebab lain (misalnya kecelakaan lalu lintas) menunjukkan infiltrasi limfosit pada pulau langerhans dengan destruksi spesifik sel-β.
Terdapat tiga teori utama penyebab perubahan ini, yaitu penyakit autoimun, faktor genetik, dan infeksi virus.
a.     Destruksi autoimun, sebagian besar penderita diabetes tipe 1 mempunyai antibodi dalam peredaran darahnya terhadap berbagai jenis sel pulau langerhans. Penderita diabetes tipe ini sangat rawan terhadap timbulnya penyakit autoimun ‘organ spesifik’yang lain.
b.     Faktor genetik, sebagaimana penyakit autoinmun ‘organ spesifik’, terdapat adanyahubungan dengan HLA tipe tertentu, yaitu HLA-DR3. Tampaknya faktor lingkungan berperan, hal ini dapat dilihat bahwa hanya 40% kembar identik yang menderita penyakit ini.
c.      Infeksi virus, titer antibodi terhadap virus seperti tipe coxsackie B dan parotitis meningkat pada sebagian tipe penderita diabetes tipe ini, virus ini kemungkinan berperan sebagai pemicu terhadap destruksi pulau langerhans secara langsung atau secara autoimun.


Ø  Tipe 2 (maturity-onset, non-insulin-dependent diabetes)
Diabetes melitus tipe II (disebut juga maturity-onset, non-insulin-dependent diabetes) lebih sering ditemukan dibandingkan dengan tipe I dan biasanya timbul pada usia pertengahan, yang menjadi lebih banyak pada obesitas. Penderita tidak rawan terhadap timbulnya ketoasidosis, tetapi kadang-kadang timbulnya koma non-ketotik dimana terdapat hiperosmolaritas plasma yang ekstrim. Sekresi insulin masih dalam batas normal, atau meningkat dan karenanya defek sentralnya mungkin menjadi reduksi pada jumlah reseptor permukaan sel terhadap insulin.
Faktor genetik jelas sangat berperan dalam etiologi daibetes melitus tipe II, hal ini ditunjukkan bahwa hampir 100% kembar identik terkena penyakit ini.pola menurunnya yang sesuai hukum Mendel masih belum jelas. Bukti yang menunjukkan bahwa kelainan ini bukan penyakit autoimun.
Terapi umumnya dengan cara menurunkan berat badan, bersama dengan pemberian obat secara oral yang berpotensi meningkatkan kerja insulin.

2.5 Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus yang utama dapat dilihat pada tabel berikut :
Keadaan
Komplikasi
Pembuluh darah besar
Ateroma yang cepat timbul, menyebabkan : infrank
Miokard penyakit serebro
Vaskuler iskemik tungkai bawah
80% dari kematian pada diabetes orang dewasa
Pembuluh darah kecil
Kerusakkan sel enootel dan lamina basalis
Retinopati (penyebab terbanyak kebutaan)
Nefropati, termasuk lesi
Kimmel stiel-wilson
Saraf perifer
Neuropati, kemungkinan karena penyakit pembuluh darah kecil yang memasok saraf
Neutrofil
Mudah terserang infeksi
Kehamilan
Toksemia pre-eklamsia
Bayi yang besar (large babies)
Hipoglikemia neonatal
Kulit
Nekrobiosis lipoidika diabetikorum
Granuloma anuler
Gangren pada ekstremitas

Komplikasi yang paling sering dapat dilihat pada pembuluh darah. Ateroma, sering berlangsung berat dan ekstensif, terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan pada populasi non-diabetik. Pembuluh darah kecil menunjukkan penebalan lamina basalis dan proliferasi sel endotel (miktoangiopati diabetik), dan sering menimbulkan kerusakkan retina dan ginjal. Sekitar 80% pebderita diabetes dewasa meninggal akibat kardiovaskuler, sedangkan penderita dengan diabetes yang lama, terutama tipe 1, sering menderita komplikasi penyakit retina dan ginjal yang serius. Perbaikkan pengontrolan metabolik dengan menggunakan obat insulin modern hanya mengurangi sebagian dari insiden komplikasi serius ini.

2.6 Pengobatan dan Penanganan Diabetes Melitus
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang.

Ø  Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Ø  Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

Yang perlu diingat, pada usia lanjut dianjurkan pemberian obat anti diabetik oral dengan kerja yang cepat sebab pada usia ini sering penderita kedapatan lupa makan, hal ini berbahaya karena bisa menyebabkan hipoglikemia bila diberikan obat anti diabetik dengan masa kerja lama. Untuk kontrol penyakit maka perlu diperiksa secara periodik berat badan, gejala gejala diabetes yang masih dirasakan, kontrol gula darah dan pemeriksaan kadar lemak darah. Bila hal ini dilakukan dengan teratur maka komplikasi berat dari DM bisa dicegah. 

0 komentar:

Posting Komentar