About

Jumat, 18 Oktober 2013

ENZIM DAN PORFIRIN


2.1  Pengertian Enzim dan Koenzim
Enzim ialah senyawa protein yang disintesiskan di dalam sel secara biokimiawi. Enzim merupakan biokatalis yaitu senyawa yang diproduksi oleh organisme. Tanpa bantuan enzim maka reaksi-reaksi bio kimia akan berjalan lambat, dan membutuhkan suhu atau tekanan yang ekstrem. Enzim akan mempercepat jalannya reaksi kimia tanpa ikut hadir dalam produk akhir reaksi tersebut.

       Koenzim adalah molekul organik yang nonprotein diperlukan untuk bekerjanya enzim. Example:Vit,NAD,koenzim A.
       Koenzim akan memperbesar kemampuan katalitik sebuah enzim sehingga menjadi jauh melebihi kemampuan yang ditawarkan hanya oleh gugus fungsional asam aminonya, yang menyusun massa enzim tersebut. Koenzim yang berikatan secara erat dengan enzim lewat ikatan kovalen atau gaya nonkovalen kerap kali disebut sebagai gugus prostetik. Koenzim yang mampu berdifusi secara bebas umumnya berfungsi sebagai unsur pembawa (yang didaur ulang secara kontinu) hydrogen (FADH), hidrida (NADH dan NADPH), atau unit-unit kimia seperti gugus asil (koenzim A) atau gugus metil (folat), membawanya bolak-balik antara tempat pembentukannya dan pemakaiannya. Oleh karena itu, koenzim yang disebut belakangan ini dapat dianggap sebagai substrat sekunder.
Jenis-jenis enzim yang membutuhkan koenzim adalah enzim yang mengatalisis reaksi oksidoreduksi, pemindahan gugus serta isomerisasi, dan reaksi yang membentuk ikatan kovalen (kelas IUB 1,2,5, dan 6). Reaksi lisis, termasuk reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh enzim-enzim pencernaan, tidak memerlukan koenzim.
Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein. Sementara akhiran -ase tetap digunakan, nama enzim yang ada sekarang ini lebih menekankan pada tipe reaksi yang dikatalisisnya. Sebagai contoh, enzim dehidrogenase mengatalisis pengeluaran hidrogen, sementara enzim transferase mengatalisis reaksi pemindahan gugus.

Perbedaan antara Enzim dan Koenzim:
1.     Enzim
  • Merupakan suatu biokatalisator
  • Bersifat termolabil
  • Bersifat spesifik dalam melaksanakan fungsinya
  • Dirusak oleh logam berat
  • Aktifitas enzim diukur dengan kecepatan reaksi enzimatik
  • Letak enzim tertentu didalam sel
  • Hanya mengkatalis satu macam reaksi
2. Koenzim
  • Senyawa organik yang diperlukan untuk aktifitas suatu enzim tertentu
  • bersifat termostabil
  • Berat molekul rendah
  • Banyak koenzim yang merupakan derivat vitamin B
  • Bisa di anggap sebagai substrat kedua.
Penggolongan Enzim
berdasarkan Jenis Reaksi yang dikatalis:
  1. Oksideruduktase:mengkatalis reaksi oksidasi-reduksi.
  2. Transferase:mengkatalis reaksi pemindahan berbagai gugus amino,karboksil,karbonil,metil,asil,glikosil atau fosforil.
  3. Hidrolase:mengkatalis pemutusan ikatan kovalen sambil mengikat oksigen.
  4. Liase:mengkatalis pemecahan ikatan kovalen tanpa mengikat air.
  5. Isomerase:mengkatalis reaksi isomerisasi.
  6. Ligase/Sintetase:mengkatalis pembentukan ikatan. .
Beberapa enzim penting yang berasal dari hewan.
1.Enzim Kemotripsin, sumber pankreas.
2. Enzim Katalase,Sumber Hati.
3. Enzim Lipase,Sumber pankreas.
4. Enzim Rennet,Sumber Abomasum.
5. Enzim Tripsin,Sumber Pankreas
Beberapa enzim penting yang berasal dari tanaman:
1. Enzim aktinidin,Sumber buah kiwi.
2. Enzim a-amilase, sumber kecambah barley.
3. Enzim bromelin,sumber getah nanas.
4. Enzim Lipoksigenase,sumber kacang kedelai.
5. Enzim papain,sumber Getah pepaya
2.2  Pengukuran Aktifitas Enzim Secara Kuantitatif
Enzim Dapat Diuji Secara Kuantitatif. Jumlah enzim di dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji secara kuantitatif dalam hal pengaruh katalitik yang dihasilkannya. Untuk tujuan ini, kita perlu mengetahui beberapa hal berikut :
1)     persamaan keseluruhan reaksi yang dikatalisa
2)     suatu prosedur analitik untuk menentukan menghilangnya substrat atau, munculnya produk   reaksi
3)     apakah enzim memerlukan kofaktor seperti ion logam atau koenzim
4)     ketergantungan aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu KM bagi substrat
5)     pH optimum, dan
6)     daerah suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas tinggi.
Biasanya, enzim diuji pada pH optimum, pada suhu yang mudah dipergunakan, biasanya dalam kisaran 25 sampai 38°C, dan dengan konsentrasi substrat yang mendekati jenuh. Pada keadaan ini, kecepatan reaksi awal biasanya sebanding dengan konsentrasi enzim, sedikitnya pada kisaran konsentrasi enzim tertentu.
Dengan persetujuan internasional, 1,0 unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0 mikromol substrat per menit pada 250C pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik adalah Jumlah unit enzim permiligram protein. Aktivitas spesifik merupakan suatu ukuran kemurnian enzim, nilainya meningkat selama pemurnian suatu enzim dan menjadi maksimum dan tetap (konstan) jika enzim sudah berada pada keadaan murni.
Bilangan putaran suatu enzim adalah Jumlah molekul substrat yang terubah per satuan waktu oleh satu molekul enzim (atau oleh satu sisi katalitik), jika konsentrasi enzim sendiri merupakan faktor pembatas kecepatan reaksi, Enzim anhidrase karbonat adalah enzim penting yang ditemukan pada konsentrasi tinggi di dalam sel darah merah. Enzim ini merupakan salah satu enzim yang paling aktif, dengan bilangan putaran 36.000.000 per menit per molekul enzim. Anhidrase karbonat mengkatalisa hidrasi dapat balik karbon dioksida terlarut, untuk membentuk asam karbonat yang tanpa adanya enzim berjalan dengan kecepatan lambat CO2 + H2O =) H2CO3.
Hidrasi CO2 di dalam sel darah merah merupakan tahap penting di dalam transport CO2 dari jaringan tempat molekul ini terbentuk, menuju paru-paru, tempat pembebasan dan pengeluarannya.
7)     Enzim memperlihatkan spesifitas terhadap substrat
                Beberapa enzim memiliki spesifisitas yang hampir absolut bagi substrat tertentu, dan tidak akan bekerja bahkan, terhadap molekul yang amat serupa, Contoh yang baik adalah enzim aspartase, yang ditemukan di dalam banyak tumbuhan dan bakteri. Aspartase mengkatalisa penambahan amonia kepada ikatan ganda asam fumarat membentuk L-aspartat secara dapat balik (Gambar 6). Akan tetapi, aspartase tidak menyebabkan terjadinya penambahan amonia terhadap asam tidak jenuh lainnya.
                Pada kelompok ekstrim lain, dijumpai enzim-enzim dengan spesifisitas yang relatif luas, dan bekerja pada berbagai senyawa yang memiliki ciri struktural yang sama. Sebagai contoh, khimotripsin mengkatalisa hidrolisis berbagai peptida atau polipeptida, tetapi hanya memotong ikatan peptida dengan gugus karbonil yang berasal dari fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Contoh yang agak berbeda adalah fosfatase usus yang mengkatalisa hidrolisis berbagai ester asam fosfat yang berbeda, tetapi pada kecepatan yang agak bervariasi. Penelitian mengenai spesifisitas substrat enzim telah membawa kita kepada konsep hubungan "gembok dan kunci" yang saling berpasangan, di antara molekul substrat dan suatu daerah spesifik pada permukaan molekul enzim, yaitu pada sisi aktif atau ssii kataliknya, tempat enzim berikatan dengan substrat pada saat terjadi reaksi katalitik.
Penelitian terhadap spesifisitas enzim menunjukkan bahwa molekul substrat harus memiliki dua ciri struktural yang jelas: (1) ikatan kimiawi spesifik yang dapat diserang oleh enzim dan (2) biasanya beberapa gugus fungsional lainnya, yaitu gugus pengikat, yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan molekul substrat dengan tepat pada sisi aktif sehingga ikatan yang rapuh tapi tepat terletak pada posisi yang berhubungan dengan gugus katalitik enzim. Spesifisitas substrat bagi khimotripsin, yang biasanya mengnidrolisa ikatan peptida tersebut pada protein dan peptida sederhana, dengan gugus karbonil yang berasal dari asarn amino yang memiliki cincin aromatik, yaitu residu tirosin, triptofan, dan fenilalanin. Akan tetapi, uji terhadap lusinan kemungkinan molekul substrat sintetik yang berbeda-beda telah memperlihatkan bahwa khimotripsin dapat juga menguraikan amida sederhana selain ikatan ester. Tambahan pula, gugus aromatik R dari tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang bersifat spesifik bagi khimotripsin yang menguraikan polipeptida ini, nampaknya berperan hanya sebagai gugus hidrofobik pengikat. Bukti untuk hal ini adalah bahwa khimotripsin juga akan menerima substrat peptida sintetik, dengan gugus hidrofobik alkil yang relatif besar yang menggantikan cincin arornatik asam amino alamiah. Penelitian spesifisitas substrat fersebut, bersama-sama dengan penelitian penghambatan enzim, menyebabkan kita dapat memetakan sisi aktif enzim.
         Aktivitas enzim dinyatakan dalam unit/ml, yang merupakan μmol (PO4-3  ) yang dilepas per menit per mililiter enzim.Aktivitas enzim ditentukan dengan rumus :
AE  =    MG x 1000
             BM x MI

Keterangan:    AE = Aktivitas enzim (U/ml ekstrak kasar enzim)
                        MG = mg fosfat
                        BM = Berat molekul kalium fosfat
                        MI = Waktu inkubasi enzim substrat           
Satuan Untuk Menyatakan Aktivitas Enzim
      Apabila enzim diukur menurut aktivitas katalitiknya, hasil dari penentuan seperti ini dinyatakan sebagai konsentrasi jumlah unit aktivitas yang terdapat dalam volume atau massa spesimen tertentu.
      Unit aktivitas adalah ukuran laju dimana reaksi berlangsung. Dalam enzimologi klinis, aktivitas enzim pada umumnya dilaporkan dalam satuan volume, seperti aktivitas per 100 mL atau per liter serum atau per 1,0 mL eritrosit. Karena laju reaksi tergantung pada parameter-parameter seperti pH, tipe buffer, suhu, sifat zat, kekuatan ionik, konsentrasi aktivator, dan variabel lain, maka parameter-parameter ini harus ditentukan dalam definisi satuan.
    Untuk membakukan bagaimana aktivitas enzim dinyatakan, EC dari IUB mengusulkan bahwa unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai kuantitas enzim yang mengkatalisis reaksi 1 µmol substrat per menit dan unit ini disebut sebagai satuan internasional (U).  Konsentrasi katalik dinyatakan sebagai U/L atau U/K. Optimasi, standarisasi, dan penjaminan kualitas.
    Untuk mengukur aktivitas enzim secara meyakinkan, semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi – kecuali konsentrasi enzim aktif – harus dioptimasi dan dikontrol.

2.3  Faktor Yang Mempengaruhui Aktifitas Enzim
Enzim tertentu dapat bekerja secara optimal pada kondisi tertentu pula. Beberapa faktor  yang mempengaruhi kerjaenzim adalah sebagai berikut :
1).Suhu
Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel  organisme tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik di daerah dingin  biasanya lebih rendah daripada enzim pada hewan homeotermik. Contohnya, suhu  optimum enzim pada manusia adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak adalah 25  Derajat Celcius.

Kenaikan suhu di atas suhu optimum dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan  aktivitas enzim. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi menjadi  dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas  yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga kecepatan  molekul meningkat. Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga  meningkat.

Akibat kenaikan suhu dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim  (denaturasi). Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan  kemampuan katalisnya. Sebagian  besar enzim mengalami denaturasi yang tidak dapat balik pada  suhu 55-65 Derajat C.  Enzim yang secara fisik telah rusak biasanya tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut  merupakan salah satu alasan  bahwa enzim lebih aman dimakan pada makanan yang  sudah dimasak.Khususnya daging dan telur dari pada makanan mentah.
.           Pengontrolan panas terhadap susu dan makanan dengan bahan susu lainya secara  dramatis mengurangi penyebaran penyakit seperti TBC. Pada suhu kurang dari suhu  optimum, aktivitas enzim mengalami penurunan. Enzim masih beraktivitas pada suhu  kurang dari 0 derajat C dan aktivitasnya hampir terhenti pada suhu 196 derajat C.
2). pH atau keasaman
Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi nonaktif  bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja  paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Diluar pH optimum tersebut,  kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan cepat.  Misalnya, enzim pencerna dilambung mempunyai pH optimum 2 sehingga hanya dapat  bekerja pada kondisi sangat asam. Sebaliknya, enzim pencerna protein yang dihasilkan  pankreas  mempunyai pH Optimum 8,5 .  Kebanyakan enzim intrasel mempunyai pH optimum sekitar 7,0 (netral).
Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas protein.  Jumlah muatan positif dan negative yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagian ditentukan oleh pH.

3). Kosentrasi enzim, substrat dan kofaktor.
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim dalam keadaan konstan serta jumlah substrat  berlebihan, laju reaksi adalah sebanding dengan enzim yang ada. Jika pH, suhu, dan  konsentrasi enzim dalam keadaan konstan, reaksi awal hingga batas tertentu sebanding  dengan substrat yang ada. Jika sistem enzim memerlukan suatu koenzim atau ion kofaktor  , konsentrasi subsrat dapat menentukan laju keseluruhan sistem enzim.

4). Inhibitor enzim
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat  kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim  (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk  mendapatkan sisi aktif . Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai  kemiripan  kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi Substrat yang rendah akan  terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi  substrat naik.
2.4   Cara Ikatan Enzim Dengan Substrat
Untuk menjamin pengikatan substrat yang secara geometris tepat dan orientasi dari gugusan katalitik yang diperlukan untuk aksi enzim, maka paling sedikit diperlukan tiga titik dari interaksi spesifik antara substrat dan tempat aktif.
Pada tahun 1980-an, Fischer mengajukan model kunci dan gembok, teori ini menjelaskan bahwa kerja enzim seperti kunci dan anak kunci, melalui hidrolisis senyawa gula dengan enzim invertase. Terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim adalah karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif (active site) dari enzim. Dengan begitu sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci (key) dan sisii aktif (lock) berperan sebagai gembok. Subtrat masuk ke dalam sisi aktif sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Hubungan antara enzim dan substrat membentuk ikatan yang lemah. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula.
Gambar. Model Kunci dan Gembok
Selama bertahun-tahun model ini terbukti berharga dalam penelitian mengenai spesifisitas stereo dari reaksi enzymatic. Suatu modifikasi dari model kunci dan gembok, yang diajukan oleh Daniel Koshland menggambarkan suatu jenis hubungan tangan dengan sarung tangan antara enzim dan substratnya, sebagai akibat suatu kecocokan yang ditimbulkan. Model yang diajukan oleh Koshland ini diber nama model Kecocokan yang Terinduksi,Teori ini memandang bahwa sisi aktif enzim berbentuk fleksibel. Bentuk tersebut kemudian mengalami modifikasi saat substrat memasukinya. Lalu, subsrat membentuk kompleks untuk memulai reaksi kimia yang lebih cepat. Setelah proses tersebut menghasilkan produk yang diinginkan, enzim tersebut melepaskan diri dan kembali ke bentuk semula.
Gambar. Model Kecocokan Terinduksi
Berikut ini merupakan mekanisme pengikatan enzim dengan substratnya :
  • Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim).
  • Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
  • Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
  • Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar, dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.

2.5  Peranan Enzim Dalam Klinik
* Enzim plasma fungsional :
Ex : lipoprotein lipase, pseudokolin esterase pro Enzim pembekuan dan pemecahan darah
Umumnya disintesis dalam hati; konsentrasi darah, sama atau sudah lebih tinggi dari jaringan
* Enzim plasma non fungsional :
– tidak melakukan fungsi fisioliogik yang dikenal
- substratnya sering tidak terdapat dalam plasma
- kadarnya jauh lebih rendah dari jaringan sehingga dapat membantu diagnostik dan prognostik klinik yang berharga
- berasal dari destruksi eritrosit, leukosit dan sel-sel lain
Penentuan aktivitas Enzim untuk bukti diagnostik :         
1. Lipase :
 penyakit hati, def. Vit. A, DMàkadar rendah
kadar tinggi  karsinoma pankreas dan pankreatitis akut
2. Amilase : penyakit kati
àrendah
tinggi  obstruksi usus tinggi, parotitis, diabetes, pankreatitis akut
3. Tripsin :tinggi  penyakit pankreatitis akut (lebih sensitif)
4. Kolin esterase :
rendah  penyakit hati, malnutrisi, infeksi akut, anemia
tinggi  sindroma nefriti
k
5. Alkalin fosfatase :tinggi  rakhitis, hiper paratiroidism, sarkoma osteoblastik, ikterus obstruksi,karsinoma metastatik
6. Fosfatase asam :tinggi  karsinoma metastatik prostat
7. Trans aminase :
GOT ( Glutamic oxaloacetate trans aminase )
GPT
( Glutamic piruvic trans aminase )
 infark miokard
àPerkiraan GOT —GPT &  penyakit hati akutàGOT tinggi
8. Laktat dehidrogenase (LDH) :tinggi  infark miokard (dalam 24 jam)
àleukimiaàrendah
9. Isosim LDH :Pengukuran polo isosim
10. Isositrat dehidrogenase (ICD) :Untuk diagnosis penyakit hati
11. Kreatin fosfokinase :Untuk diagnosis gangguan otot rangka dan jantung
12. Seruloplasmin :tinggi  sirosis, hepatitis, kehamilan
rendah  penyakit wilson
2.6  Biosintesa Heme
Heme adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi yang merupakan gugus prostetik berbagai protein seperti hemoglobin, mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom c dan triptophan pirolase. Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat oksigen tergantung pada gugus prostetik ini yang sekaligus memberi warna khas pada kedua hemeprotein tersebut.
Heme terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi. Bagian organik protoporfirin tersusun dari empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu sama lain melalui jembatan metenil, membentuk cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua rantai samping vinil dan dua rantai samping propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut .

 Tahap-tahap Biosintesis Heme

           
Biosintesa cincin heme berlangsung dalam mitokondria dan sitosol melalui beberapa tahapan enzymatic. Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino levulenat atau sering disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan reaksi .
Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.
4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzym dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua kompleks enzym tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks enzym abnormal atau hanya terdapat enzym sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis.
Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk kemitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III oleh enzym koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai samping propionat koproporfirinogen menjadi vinil.
Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri IX dan disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III dibedakan berdasar simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke IV.
Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase atau Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.

Pengaturan Sintesis Heme
        Enzim regulator adalah ALA-sintase.
        Heme bertindak sebagai regulator negatif (umpan balik negatif) sintesis enzim ALA- sintase.
        Jika heme meningkat, maka sintesis ALA-sintase akan menurun.

Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Sintesis Heme.
  1. Metabolisme obat-an di sitokrom P-450 akan banyak menghabiskan heme intrasel, akibatnya sintesis heme akan meningkat.
  2. Glukosa & hematin dapat mencegah sintesis ALA-sintase.

2.7  Katabolisme Hemoglobin
Haemoglobin adalah suatu protein yang membawa oksigen dan yang memberi warna merah pada sel darah merah (Barger, 1982:171). Dengan kata lain haemoglobin merupakan komponen yang terpenting dalam eritrosit.
Haemoglobin juga merupakan protein yang kaya zat besi yang memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxsihaemoglobin di dalam sel darah merah. Jumlah haemoglobin dalam darah normal ialah 15 gram setiap 100 ml darah, dan jumlah itu biasanya disebut “100 persen”.
Menurut Costill (1998:48), haemoglobin adalah zat yang terdapat dalam butir darah merah. Haemoglobin sebenarnya adalah merupakan protein globuler yang di bentuk dari 4 sub unit, dan setiap sub unit mengandung heme.
Hame ini di buat dalam mitokokondria dan menambah acetid acid manjadi alpha ketoglutaricacid + glicine membentuk “pyrrole compound” menjadi protopophyrine II yang dengan Fe berubah menjadi hame. Selanjutnya 4 hame bersenyawa dengan globulin membentuk haemoglobin. Menurut Poppy Kumaila dalam Kamus Saku Kedokteran Dorland (1996 :499) Haemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang, merupakan empat rantai polipeptida globin yang berbeda, masing-masing terdiri dari beberapa ratus asam amino. Haemoglobin memerankan peranan penting dalam pengangkutan oksigen selama ia dapat kembali mengikat oksigen. Haemoglobin cenderung mengikat oksigen apabila lingkungannya penuh dengan oksigen dan melepaskan oksigen dalam lingkungan yang relatif rendah oksigennya. Ini berarti haemoglobin mengambil oksigen dalam paru dan melepaskan ke jaringan-jaringan seperti otot aktif. Pada orang-orang yang mengandung haemoglobin normal, kapasits darahnya membawa oksigen kira-kira 20 mL oksigen per 100 mL darah. Hampir alam semua keadaan, darah mengandung banyak sekali oksigen ketika bergerak melalui paru.

Ketika darah arteri mencapai kapiler dalam jaringan yang menyerap oksigen darah menemui lingkungan yang relatif rendah konsentrasi oksigen. Dalam kedaan seperti itu , sebagian oksigen dilepaskan dari haemoglobin darah dan bercampur dalam sel jaringan,dimana oksigen dapat digunakan dalam metabolisme aerobik. Sebagai oksigen darah yang telepas ke jaringan tersebut ditentukakan oleh konsentrasi oksigen jaringan tersebut. Pada jaringan yang lambat menyerap oksigen, oksigen yang dilepaskan dari sel darah merah relatif kecil, namun pada jaringan yang cepat menyerap oksigen
bagian-bagian oksigen terkurangi lebih besar. Jadi, pelepasan oksigen oleh sel-sel darah merah ke jarangan meningkat sesuai dengan tingkat penggunaan oksigen oleh jaringan tersebut.
Haemoglobin dibawa oleh sel darah merah (eritrosit) sirkulasi. Sirkulasi ini berputar selama kurang lebih 10 hari yang mengandung kira-kira 3 x 10 sel darah merah. Estimasi kasar kadar haemoglobin darah dapat diperoleh dari jumlah hematokrit atau dari jumlah darah dengan rekonsumsi tiap sel darah merah yang mempunyai haemoglobin normal (Astrand,1986:131-132).
Sintesis haemoglobin terjadi didalam organ haemopetik (sumsum tulang) mula-mula suksinat dan glisin bergabung didalam organ haemopetik membentuk asam amino ketaodipat dan asam amino levulinat. Kedua asam tersebut dihasilkan dibawah pengaruh ALA (amino laevulinic acid ) sintesis yang merupakan enzim pengatur kecepatan bagi keseluruhan sintesis haemoglobin. Dua molekul ALA berkondensasi menjadi satu molekul porfobilinogen, monopirol pengganti dan empat molekul porfobilinogen berkondensasi (menggunakan uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III ko-sintese) untuk membentuk komponen isomer terapirol (pofirin) siklik, uroporfirinogen seri I dan III.
Uroporfirinogen I merupakan prekursor porfirin lain, tetapi tak berperanan lebih lanjut dalam sintesis heme. Uroproporfirinogen III merupakan prekursor seri porfirin III dan dikonversi menjadi koproporfirinogen IX yang mengehelasi besi (II) (ion ferro) untuk membentuk hame. Hame menghambat ALA sintase dan membentuk kontrol umpan balik atas sintesa profirin serta hemoglobin.
Tiap molekul hame bergabung dengan satu molekul globin dan semua molekul haemoglobin mengandung 4 pasang hame + globulin dengan berat molekul total 68.000. Beberapa jenis polipeptida globin bisa mengambil bagian di dalam molekul haemoglobin, haemoglobin dewasa normal, HbA, mempunyai dua
rantai a globin dan dua rantai b globin. Eritrosit juga mengandung sejumlah kecil protopofirin bebas (Baron, 1990:140). Katabolisme haemoglobin terjadi didalam sistem retikulo endothelial, eritrosit dirusak dan dilepaskan haemoglobin. Beberapa hame dilepaskan ke dalam sumsum tulang selama maturasi eritoblas atau dari sel-sel yang mati pada seritropoesis yang tidak efektif.
 Globin terpisah dari hame dan terbentuk hemeatin, dalam besi hame dioksidasi menajadi besi III (feri). Kemudian cincin poriferin terbuka dan besi dilepaskan, disertai pembentukan komponen biliverdin berantai lurus. Ia dikonversi ke bilirubin dengan reduksi. Jalur minor mula-mula membuka cincin untuk membentuk koleglobin dan kemudian melapaskan besi dan globin untuk menghasilkan biliverdin globin dan kemudian biliverdin. Besi dan asam-asam amino globin ditahan, kemudian cincin priol diekskresikan sebagai bilirubin. Laki-laki dewasa normal mengandung sekitar 800 gram haemoglobin (nilai rujukan di dalam darah: 13-18 g/dl), yang sekitas 7 g dihasilkan dan dirusak tiap hari. Pada wanita, haemoglobin tubuh total sekitar 600 g (nilai rujukan didalam darah: 11,5-16,5 g/dl) (Dikutip dari V.O.Wiharmoko P, 2004: 15).
2.8  Gangguan Metabolisme Porfirin Dan Heme
porfiria adalah penyakit genetik metabolisme heme
Porfiria adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh abnormalitas jalur biosentesis heme; penyakit ini dapat bersifat genetic atau didapat. Meskipun tidak  prevalen, penyakit ini penting diingat dalam keadaan tertentu. (mis. Sebagai diagnosis banding nyeri abdomen dan pada berbagai kelainan neuropsikiatrik); jika tidak, pasien akan mendapat pengobatan yang tidak tepat.
Fotosensitivitas (lebih senang beraktivitas dimalam hari) dan bentuk tubuh yang aneh (disfigurement) yang diidap oleh sebagian penderita porfiria eritropoietik congenital menimbulkan anggapan bahwa para pasien ini mungkin merupakan suatu prototype werewolf (manusia srigala). Belum ada bukti yang menguatkan anggapan ini. Biokomia Mendasari Kausa, Diagnosis, & Pengobatan Porfiria
Dilaporkan ada enam tipe porfiria yang terjadi akibat berkurangnya aktivitas enzim-enzim 3 sampai 8. Jadi, pemeriksaan aktivitas satu enzim atau lebih dengan menggunakan sumber yang tepat (mis. Sel darah merah) penting dalam menegakkan diagnosis pasti pada kasus yang dicurigai porfiria. Individu dengan penurunan aktivitas enzim 1 ( ALAS2) mengalami anemia dan bukan porfiria ( Lihatt table 31-2) pasien dengan aktiviitas enzim 2 ( ALA2 HIDRATASE ) yang rendah pernah dilakukan tetapi sangat jarang, kelainan yang timbul disebut porfiria deisien-ALA dehidratase.
Secara umum, porfiria diwariskan melalui autosom dominan dengan pengecualian porfiria eritropoetik congenital yang diwariskan secara resesif sebagian porfiria dapat didiagnosi sebelum kehamilan dengan menggunakan pelacak gen yang sesuai, seperti kebanyakan kelainan bawaan lain gejala dan tanda porfiria timbul akinat adanya defisiensi produk metabolic setelah blob enzimatik akibat penimbunan metabolic sebelum blog enzimatik. Jika kelainan enzim terjadi pada awal jalur reaksi sebelum terjadinya porfirinogen ALA dan PBG akan menumpuk di jaringan dan cairan tubuh secara klinis pasien mengeluh nyeri abdomen dan gejala neuropsikiatrik, dipihak lain blogenzim yang terjadi belakangan dalam jalur reaksi tersebut menyebabkan penimbunan berbagai porfirinogen. Produk-produk oksidasi yaitu turunan porfirin padanannya menyebabakan fotosensitifitas yakni suatu reaksi terhadap sinar tamapk terpancar gelombang sekitar 400nm porfirin jika terpajang dengan sinar berpanjang gelombang ini, diduga akan tereksitasi dan kemudian bereaksi dengan molekul oksigen untuk membentuk radikal oksigen. Radikal oksigen ini merusak lisosom dan organ lain. Lisosom yang rusak akan membebaskan enzim-enzim degradatif dan menyebabkan kerusakan kulit dalam derajat yang berfariasi termasuk pembentukan jaringan parut.  
Porfiria dapat diklasifiikasikan berdasarkan organ atau sel yang paling terkena dampaknya.organ atau sel ini biasanya adalah organ atau sel yang menyintesis heme dengan sangat aktif.sumsum tulang membentuk cukup banyak hemoglobin,dan hepar juga aktif dalam menyintesis hemoprotein lain,sitokrom P450.oleh karena itu,salah satu klasifikasi porfiria nenbagi penyakit ini menjadi eritropoietik atau hepatic.
ALASI adalah enzim regulatorik kunci jalur biosintesis heme di hati.sejumlah besar obat(mis.barbiturat,griseofulvin)memici enzim.sebagian besar obat ini melakukannya dengan menginduksi sitokrom P450 yang menggunakan heme sehingga menderepresi (menginduksi) ALASI.pada pasien porfiria,peningkatan aktifitas ALASI menyebabkan peningkatan kadar berbagai precursor heme  (sebelum hambatan/blok sintesis) yang berpotensi merugikan. Jadi,konsumsi obat yang dapat memicu sitokrom P450 (yang di sebut sebagai penginduksi mikrosom) dapat memici serangan porfiria.
Diagnosis tipe tertentu porfiria umumnya dapat di tegakkan berdasarkan gambaran klinis dan riwayat keluarga,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Timbal berkadar tinggi dapat memengaruhi metabolism heme dengan berikatan pada gugus SH enzim misalnya ferokelatase dan ALA dehidratase. Hal ini memengaruhi metabolism porfirin. Kadar protoporfirin meningkat di sel darah merah,dan kadar ALA dan koproporfirin di urine meningkat.

Daftar Pustaka

        Schumm, DE. 1992.  Essentials of biochemistry, penerjemah. Intisari Biokimia. Jakarta: Bina Aksara.
        Armstrong. Frank B. 1995. Buku Ajar Biokimia. Penerjemah. RF.Maulany,Msc. Ed 3. Jakarta : EGC.
        Robert K.Murray. 2003. Biokimia. Jakarta : EGC







0 komentar:

Posting Komentar