1
Pengertian Lansia
Lansia
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses
menua (aging) adalah proses alami
yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang
saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia. Lansia adalah seseorang yang berusia lebih dari 75 tahun.
2 Masalah Kesehatan Jiwa Lansia
Masalah
kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada
pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia,
meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain
(Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri
adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia
yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu
kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang
menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri
yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a)
Keterbatasan
fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b) Adanya akumulasi dari
penyakit-penyakit degeneratif
c) Lanjut usia secara psikososial yang
dinyatakan krisis bila :
1) Ketergantungan pada orang lain
(sangat memerlukan pelayanan orang lain).
2) Mengisolasi diri atau menarik diri
dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani
masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan
hidup dan lain-lain.
d)
Hal-hal
yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa
lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan
sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang
paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Jiwa Lansia
Ada
beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia
dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun
beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1.
Penurunan
Kondisi Fisik
Setelah
orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat
ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap
menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan
fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada
usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang
lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.
2.
Penurunan
Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1) Rasa tabu atau malu bila
mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang
kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3) Kelelahan atau kebosanan karena
kurang variasi dalam kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal.
5) Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
3.
Perubahan
Aspek Psikososial
Pada
umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan
adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
4.
Perubahan
yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada
umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas.
4 Gangguan pada Kesehatan Jiwa Lansia
Gangguan
yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan
gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga
beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat
dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a. Gangguan demensia
Faktor
resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis
kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori,
bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui,
termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka
berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b. Gangguan depresi
Gejala yang
sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik,
gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
c. Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan
panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan yang
menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan
gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda,
tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau
pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan
harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh
biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi
dibutuhkan dalam penanganannya.
5 Terapi
Kognitif pada Keperawatan Kesehatan Jiwa
Lansia
Terapi perilaku kognitif merupakan terapi
andalan untuk mengobati gangguan kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek
terapi tersebut hasilnya lebih rendah atau bahkan tidak mempan ketika
diterapkan pada orang lanjut usia (lansia).
Terapi
bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk membantu orang
dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit lebih baik daripada
pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia, tidak seefektif jika
diterapkan pada orang dewasa muda. Sementara
studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif bekerja
dengan baik untuk orang dewasa muda dan setengah baya. Namun, sebelumnya belum
ada banyak penelitian mengenai pengobatan gangguan kecemasan pada lansia.
Terapi
perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi dengan terapis
dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang
menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi, peserta penelitian
melalui 12 sesi terapi. Dibandingkan
dengan jika tidak menjalani terapi sama sekali, terapi perilaku kognitif
memiliki efek sedang untuk membantu mengobati kecemasan. Dibandingkan dengan
obat atau diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedikit
lebih baik. Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.
"Terapi
mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena berusaha untuk memperbaiki
penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi penyebab dari gejala
kecemasan, misalnya dengan mengubah cara berpikir mengenai sesuatu atau
menafsirkan suatu hal, maka dapat menghentikan kecemasan datang lagi di masa
depan. Jika hanya mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan tersebut
dapat muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi tampaknya kurang efektif
pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih lama
untuk lansia," kata Gould.
Terapi
kognitif pada lansia antara lain :
1.
Latihan kemampuan sosial meliputi
: menanyakan pertanyaan, memberikan salam, berbicara dengan suara jelas,
menghindari kiritik diri atau orang lain
2.
Aversion
therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan tapi
terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau
penolakan pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.
3.
Contingency
therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa definisi
perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika
dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.