About

AN ANGEL CALLED NURSE

A nurse will always give us hope, an angel with a stethoscope.

NURSE IS CARING

Our job as nurses is to cushion the sorrow and celebrate the joy, everyday, while we are ‘just doing our jobs

BE PROFESSIONAL NURSE

To do what nobody else will do, a way that nobody else can do, in spite of all we go through; is to be a nurse

PROUD TO BE NURSE

as a nurse, we have the opportunity to heal the heart, mind ,soul and body of our patients, their families and ourselves.

NURSE SAVE THE WORLD

The trained nurse has become one of the great blessings of humanity, taking a place beside the physician and the priest

Rabu, 05 November 2014

KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA

1        Pengertian Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi  menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Lansia adalah seseorang yang berusia lebih dari 75 tahun.

2    Masalah Kesehatan Jiwa Lansia
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a)      Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
b)      Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c)      Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
1)      Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).
2)      Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
d)     Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

3    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1.      Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2.      Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1)      Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2)      Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3)      Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4)      Pasangan hidup telah meninggal.
5)      Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.

3.      Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

4.      Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

4    Gangguan pada Kesehatan Jiwa Lansia
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.
a.      Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
b.      Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.

c.       Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan dalam penanganannya.

5    Terapi Kognitif pada Keperawatan Kesehatan Jiwa Lansia
 Terapi perilaku kognitif merupakan terapi andalan untuk mengobati gangguan kecemasan pada orang dewasa muda. Namun efek terapi tersebut hasilnya lebih rendah atau bahkan tidak mempan ketika diterapkan pada orang lanjut usia (lansia).
Terapi bicara yang disebut terapi perilaku kognitif digunakan untuk membantu orang dewasa untuk mengobati gangguan kecemasan sedikit lebih baik daripada pendekatan terapi lainnya. Namun nyatanya pada lansia, tidak seefektif jika diterapkan pada orang dewasa muda. Sementara studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif bekerja dengan baik untuk orang dewasa muda dan setengah baya. Namun, sebelumnya belum ada banyak penelitian mengenai pengobatan gangguan kecemasan pada lansia.
Terapi perilaku kognitif sering melibatkan pertemuan secara pribadi dengan terapis dengan tujuan akhir untuk menyelesaikan proses berpikir yang cacat yang menyebabkan gangguan tersebut. Rata-rata dalam studi, peserta penelitian melalui 12 sesi terapi. Dibandingkan dengan jika tidak menjalani terapi sama sekali, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedang untuk membantu mengobati kecemasan. Dibandingkan dengan obat atau diskusi kelompok, terapi perilaku kognitif memiliki efek sedikit lebih baik. Tim peneliti mencatat perbaikan atas perlakuan lainnya cukup kecil.
"Terapi mungkin bekerja lebih baik dibandingkan obat karena berusaha untuk memperbaiki penyebab kecemasan bukan gejalanya. Jika dapat mengatasi penyebab dari gejala kecemasan, misalnya dengan mengubah cara berpikir mengenai sesuatu atau menafsirkan suatu hal, maka dapat menghentikan kecemasan datang lagi di masa depan. Jika hanya mengatasi gejala kecemasan maka suatu saat kecemasan tersebut dapat muncul kembali. Tidak diketahui mengapa terapi tampaknya kurang efektif pada lansia, tetapi mungkin karena terapi bicara dapat memakan waktu lebih lama untuk lansia," kata Gould.
Terapi kognitif pada lansia antara lain :
1.      Latihan kemampuan sosial meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain
2.      Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.

3.      Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.

Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa


1.      Pengkajian
Pengkajian merupkan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber coping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (  Stuart dan Sundeen, 1995). Cara pengkajian lain berfokus pada lima dimensi yaitu fisik, emosional,intelektual, sosial, dan spritual.
Isi pengkajian meliputi :
a)      Identitas klien
b)      Keluhan utama atau alasan masuk
c)      Faktor predisposisi
d)     Aspek fisik / biologis
e)      Aspek psikososial
f)       Status mental
g)      Kebutuhan persiapan pulang
h)      Mekanisme koping
i)        Masalah psikososial dan lingkungan
j)        Pengetahuan
k)      Aspek medik
Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu :
a)   Data objektif  yang ditemukan secara nyata.Data ini didaptkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b)   Data subjetif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.
Data ini didaptkan melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga.
Data yang langsung didapat pleh perawat disebut data primer, dan data yang diambil dari pengkajian disebur data sekunder.
Perawat dapat menyimpulakan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut :
a)    Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan :
1)        Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan followup secara periodik karena tidak ada masalah, serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
2)        Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
b)   Ada masalah kemungkinan
1)        Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.
2)        Aktual terjadi masalah disertai data pendukung.
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah ( FASID, 1983 dan INJF, 1996).Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan tiga komponen yang terdapat pada pohon masalah, yaitu : Penyebab ( cause), masalah utama ( coreproblem) dan akibat ( effect)
Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama.
Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan penyebab masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa maslah klien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama.Efek ini dapat pula menyebabkan efek lain demikian seterusnya.
Kemampuan perawat yang diharapkan dalam melakukan pengkajian adalah mempunyai kesadaran , kemampuan mengobservasi dengan akurat, kemampuan komunikasi terapeutik , dan senatiasa mampu berespon secara efektif ( Stuart dan sundeen, 1995).Prilaku atau kegiatan yang perlu dilakukan perawat adalah membina hubungan saling percaya dengan melakukan kontrak, mengkaji data dari klien dan keluarga, memfalidasi data dengan klien, mengorganisasi atau mengelompokkan data dan menetapkan kebutuhan dan / atau masalh klien.







Contoh pohon masalah aspek jiwa
   Kekerasan, Risiko tinggi
 
 


                                                               Akibat
 


Perubahan sensori persepsi: Pendengaran
 
                                                                             Masalah utama :
                                                                             Keluhan utama :dengar suara tanpa       
                                                                              stimulus
Gangguan harga diri : kronik
 
Berduka : Disfungsional
 
Isolasi sosial : menarik diri
 
                                                                                                  Penyebab




                
2.      Diagnosa
Pengertian diagnosa keperawatan dikemukakan oleh beberapa ahli :
a.       Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian ( Gabie, dikutip oleh Carpenito, 1983 ).
b.      Diagnosa keperawatan adalah masalah aktual atau potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya ( Gordon, dikutip oleh Carpenito, 1983 ).
c.       Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan ( Carpenito, 1995 ).
d.      Diagnosa keperawatan adalah identifikasi suatu penilaian terhadap pola respon klien baik aktual maupun potensial ( Stuart dan Sundeen, 1995 ).
Dalam keperawatan jiwa ditemukan diagnosa anak-beranak, dimana jika etiologi sudah diberikan tindakan dan permasalahn belum selesai maka permasalahan dijadikan etiologi pada diagnosa yang baru, demikian seterusnya. Hal ini dapat dilakukan karena permasalahan tidak selalu disebabkan oleh satu etiologi yang sama sehingga walaupun etiologi sudah diberi tindakan maka permasalahan belum selesai. Jalan keluarnya jika permasalahan tersebut menjadi etiologi maka tindakan diberikan secara tuntas.
Perbedaan antara tipe-tipe diagnosa keperawatan.
Pernyataan Diagnostik
Tujuan Keperawatan atau Hasil Klien yang Berhubungan
Fokus Intervensi
Diagnosa aktual
Pernyataan tiga bagian termasuk label diagnosa keperawatan, etiologi, dan tanda-tanda gejala-gejala
Perubahan dalam prilaku pasien beralih kearah resolusi diagnosa atau perbaikan status
Mengurangi atau menghilangkan masalah
Diagnosa Risiko-Tinggi
Pernyataan dua bagian termasuk label diagnosa keperawatan dan faktor-fakrot risiko
Pemeliharaan kondisi yang ada
Mengurangi faktor-faktor risiko untuk mencegah terjadinya masalah aktual
Diagnosa Mungkin
Pernyataan dua bagian termasuk label diagnosa keperawatan dan etiologi yang tidak dikuatkan atau batasan karakteristik yang tidak dikuatkan
Tidak ditentukan kecuali masalah divalidasi
Mengumpulkan data tambahan untuk menguatkan atau menetapkan tanda-tanda/gejala atau faktor-faktor risiko
Masalah Kolaboratif
Komplikasi fisiologi aktual atau potensial
Tujuan keperawatan
Menentuka awitan atau status masalah Penatalkasanaan perubahan status

Beberapa contoh diagnosanya :
1.      Suhu tubuh : risiko tinggi : hipertermia yang berhubungan dengan defisit volume cairan
2.      Defisit volume caira yang berhubungan dengan pola makan inefektif
3.      Risiko tinggi kekerasan yang berhubungan dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
4.      Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan menarik diri
5.      Isolasi sosial : menarik diri yang berhubungan dengan gangguan harga diri rendah kronis.
Kemampuan perawat yang diperlukan dalam merumuskan diagnosa adalah kemampuan pengambilan keputusan yang logis, pengetahuan tentang batasan adaptif atau ukuran normal, kemapuan memberi justifikasi atau pembenaran, kepekaan sosial budaya (Stuart dan Sundeen, 1995). Kegiatan atau perilaku perawat yang dibutuhkan dalam merumuskandiagnosa adalah mengidentifikasi pola data, membandingkan data dengan keadaan adaptif, menganalisa dan mengsintesa data, mengidentifikasi kebutuhan atau masalah klien, memvalidasi dan menyusun masalah dengan klien, membuat pohon masalah, merumuskan diagnosa keperawatan dan menyusun prioritas diagnosa keperawatan.
3.      Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai.
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi tiga aspek (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperluakan agar etiologi dapat selesai dan kemampuan efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya akan kemampuan menyelesaikan masalah.

Kata kerja untuk tujuan.

Aspek/Domain
Kata kerja yang dipakai
1.
Kognitif
Jelasakan, hubungkan, uraikan, identifikasikan, bandingkan, diskusikan, membuat daftar, menyebut
2.
Afektif
Menerima, mengakui, menyadari, menilai, mengungkapkan, mempercayai
3.
Psikomotor
Menempatkan, meniru, menyiapkan, mengulang, mengubah, mendemonstrasikan, menampilkan, memberi.

Ketiga aspek tersebut dapat pula dikaitkan dengan berbagai kemampuan klien. Yang pertama, kemampuan kognitif, afektif, psikomotor yang terkait langsung dengan kemapuan klien terhadap diri sendiri. Yang kedua, kemampuan kognitif, psikomotr, afektif yang terkait dengan kemampuan klien menggunakan sumber daya yang tersedia ( sistem pendukung sosial yang tersedia ). Yang ketiga, kemampuan kognitif, psikomotor, afektif klien terkait dengan terapi medik atau terapai lain yang diperlukan.

Kemampuan klien terkait dengan tujuan.

Kemampuan Klien
Tujuan
Contoh
Kemampuan mengendalikan diri
Pengetahuan

Psikomotor

Afektif
Klien dapat menyebutkan penyebab ia marah

Klien dapat mendemonstrasikan satu cara marah yang konstruktif

Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah terapi aktivitas keleompok : latihan asertif
Kemampuan  menggunakan sumber daya
Pengetahuan

Psikomotor


Afektif
Klien dapat mengidentifikasi teman terdekat

Klien dapat meniru cara berbicara yang dicontohkan perawat

Klien dapat menyadari kegunaan membuka diri pada orang lain
Kemampuan menggunakan terapi
Pengetahuan

Psikomotor

Afektif
Klien dapat menyebutkan jam makan obat

Klien dapat meminta obat pada jam yang tepat

Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah minum obat.

Untuk menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus, perawat perlu memiliki kemampuann berpikir kritis dan kemampuan berhubungan kemitraan dengan klien dan keluarganya. Tujuan akan sukar dicapai tanpa kerja sama yang baik antara perawat, klien, dan keluarganya.
Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia atau standar keperawatan Amerika yang membagi kerakteristik tindakan berupa : tindakan konseling/psikoterapeutik, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri dan aktivitas hidup sehari-hari, terapi modalitas keperawatan, perawatan berkelanjutan ( continuity care ) , tindakan kolaborasi. Pada dasarnya tindakan keperawatan terditi dari tindakan observasi dan pengawasan (monitoring), terapi keperawatan, pendidikan kesehatan, dan tindakan kolaborasi.

Tindakan keperawatan menggambarkan tindakan perawat yang mandiri, kerja sama dengan klien, kerja sama dengan keluarga, kerja sama dengan kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa lain. Dokumentasi rencana tindakan keperawatan dicatat pada formulir dokumen keperawatan yang berlaku di rumah sakit tersebut.