Anatomi pernafasan
Saluran
penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx
trachea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam
rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi.
trachea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi
sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam
rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi.
Struktur
ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
atau
sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral
cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang
lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi
adalah : (1) conchae superior (2) Media, dan (3) inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati
lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.
sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral
cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang
lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi
adalah : (1) conchae superior (2) Media, dan (3) inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati
lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang
kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi : (1) Lubang hidung (2)
Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior (3) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang
diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior (4) sinus
frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus nasolacrimalis, dibawah concha
inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.
Farinx (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx
(larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem
respirasi dan pencernaan.
Laringx (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.
Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago
arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung
batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen
thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan
bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah
cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea.
Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi.
Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I
Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica
vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan
Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang
bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn
vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di
bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati.
Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang
dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-
otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat
keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu
oleh sinus udara cranialis.
Gambaran klinis
Laring dapat tersumbat oleh:
(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi
alergi,
(c) infeksi, misalnya difteri,
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.
Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus
sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak-
lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus
yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5
s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis. Terletak pada diafragma
paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam
rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi
atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus
alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran
gas.
Suplai Darah
1. arteri pulmonalis
2. arteri bronkialis
Innervasi
1. Parasimpatis melalui nervus vagus
2. Simpatis mellaui truncus simpaticus
Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut
katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir
melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais
bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing
mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali
menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan
pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi
venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis
yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan
siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah
pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari
darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi
sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung
bagi semua sel.
FISIOLOGIS
Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari
sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya
benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran
respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa
mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks
menelan atau refleks muntah yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam
trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung
faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama
IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk merupakan suatu
mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan
atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling
penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel
fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini
bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri.
Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan
membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi
peradangan yang nyata.
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-
jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga
stadium.
1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke
luar paru-paru.
2. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
(1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara
darah sistemik dan selsel jaringan;
(2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus; dan
(3) reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama
respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, dinding toraks berfungsi sebagai hembusan. Seiama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot.
M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m. scalenus dan
m. intercostalis externus berperanan mengangkat iga. Toraks membesar dalam tiga arah :
anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan
tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi
sekitar -8 mm Hg bila paru-paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama
tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg
(relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih
tekanan antara saluran udara dan atmosfer rnenyebabkan udara mengalir ke dalam paru-
paru sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan
atmosfer.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru-paru. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun
dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toralks, menyebabkan volume
toraks berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam
dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu
otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
iintrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat
sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfer sekarang terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi.
Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus
respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional paru-paru.
DIFUSI
Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong
untuk pernindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan
parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mm Hg (21
persen dari 760 mm Hg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka
tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan
parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara
dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini
dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan (150
ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan ventilasi
efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV 02) dalam kapiler paru-
paru besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih
rendah daripada tekanan dalam alveolus (P A02 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat
dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan C02 antara darah dan
alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke
dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana
konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih C02 antara darah dan alveolus memang kecil
sekali tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan
dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat
keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan
dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu
oleh sinus udara cranialis.
Gambaran klinis
Laring dapat tersumbat oleh:
(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi
alergi,
(c) infeksi, misalnya difteri,
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.
Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang
manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus
sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak-
lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat
di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus
yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh
cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5
s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis. Terletak pada diafragma
paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam
rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi
atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus
alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran
gas.
Suplai Darah
1. arteri pulmonalis
2. arteri bronkialis
Innervasi
1. Parasimpatis melalui nervus vagus
2. Simpatis mellaui truncus simpaticus
Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Darah di atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut
katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir
melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais
bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing
mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang berkali-kali
menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada saluan
pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi
venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis
yang besar.
Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan
siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah
pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari
darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi
sistemik dan par, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung
bagi semua sel.
FISIOLOGIS
Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari
sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya
benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran
respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa
mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks
menelan atau refleks muntah yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam
trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung
faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama
IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk merupakan suatu
mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan
atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling
penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru. Makrofag alveolar merupakan sel
fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini
bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri.
Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan
membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi
peradangan yang nyata.
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-
jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga
stadium.
1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke
luar paru-paru.
2. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
(1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara
darah sistemik dan selsel jaringan;
(2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus; dan
(3) reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama
respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, dinding toraks berfungsi sebagai hembusan. Seiama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot.
M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m. scalenus dan
m. intercostalis externus berperanan mengangkat iga. Toraks membesar dalam tiga arah :
anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan
tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi
sekitar -8 mm Hg bila paru-paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama
tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg
(relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih
tekanan antara saluran udara dan atmosfer rnenyebabkan udara mengalir ke dalam paru-
paru sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan
atmosfer.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru-paru. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun
dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toralks, menyebabkan volume
toraks berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam
dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu
otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
iintrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat
sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfer sekarang terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi.
Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus
respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional paru-paru.
DIFUSI
Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong
untuk pernindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan
parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mm Hg (21
persen dari 760 mm Hg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka
tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan
parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara
dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini
dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan (150
ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan ventilasi
efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV 02) dalam kapiler paru-
paru besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih
rendah daripada tekanan dalam alveolus (P A02 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat
dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan C02 antara darah dan
alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke
dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana
konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih C02 antara darah dan alveolus memang kecil
sekali tapi cukup karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan
dengan oksigen, melintasi membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih
besar.
HUBUNGAN VENTILASI-PERFUSI
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan
distribusi udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan
perkataan lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmoner harus sesuai. Pada orang normal
dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang
kecuali pada apeks paru-paru. Sirkulasi pulmoner yang bertekanan dan resistensi rendah
mengakibatkan aliran darah di basis paru-paru lebih besar daripada di bagian apeks paru-
paru, disebabkan pengaruh gaya tarik bumi. Tetapi ventilasinya cukup merata. Nilai rata-
rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,13. Angka ini didapatkan dari
rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 liter/menit) dibagi dengan curah jantung
normal (5 liter/menit). keadaan normal dari ventilasi dan perfusi paru-paru yang
seimbang mendekati nilai 0,8.
Kebanyakan penyakit respirasi mengalami ketidakseimbangan antara proses ventilasi-
perfusi. Akibatnya ventiIasi terbuang sia-sia (V/Q = tak terhingga). Unit respirasi
abnormal yang ke dua merupakan shunt unit, di mana tak ada ventilasi, tetapi perfusi
normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit
diam, di mana tidak ada ventilasi dan perfusi. Tentu saja terdapat variasi-variasi di antara
ke tiga kasus ekstrim tersebut, tergantung dari keseimbangan secara menyeluruh antara ventilasi dan perfusi paru-paru. Penyakit paru-paru dan gangguan fungsional respirasi
dapat diklasifikasikan secara fisiologis sesuai dengan jenis penyakit yang dialami, apakah
menimbulkan shunt yang besar (V/Q ( 0,
TRANSPOR OKSIGEN DALAM DARAH
Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan :
1. secara fisik larut dalam plasma atau
2. secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2).
ikatan kimia oksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel. Jumlah sungguhnya yang
diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlinear dengan PaO2 (tekanan parsial
oksigen dalam darah arteri), yang ditentukan oleh jumlah oksigen yang secara fisik larut
dalam plasma darah. Sebaliknya, jumlah oksigen yang secara fisik larut dalam plasma
mempunyai hubungan langsung dengan tekanan parsial oksigen dalam alveolus (PAO2).
Kecuali itu juga tergantung dari daya larut oksigen dalam plasma. Jumlah oksigen yang
dalam keadaan normal larut secara fisik sangat kecil karena daya larut oksigen dalam
plasma yang rendah. hanya sekitar satu persen dari jumlah oksigen total ang ditranspor ke
jaringan-jaringan ditranspor dengan cara ini. Cara transpor seperti ini tidak
mempertahankan hidup walaupun dalam keadaan istirahat sekalipun. Sebagian besar
oksigen diangkut oleh hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam keadaan
tertentu (misalnya : keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif di mana terjadi
insufisiensi hemoglobin maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat
ditranspor dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang
lebih tinggi dari tekanan atmosfir (ruang oksigen hiperbarik).
Satu gram hemoglobin dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah pada pria dewasa besarnya sekitair 15gr per 100 ml,
maka 100 ml darah dapat mengangkut (15 x 1,34 = 20,1) 20,1 ml oksigen kalau darah
jenuh sekali (SaO2 = 100 persen). Tetapi darah yang sudah teroksigenisasi dan
meninggalkan kapiler paru-paru mendapatkan sedikit tambahan darah vena yang
merupakan darah campuran, dari sirkulasi bronkial. Proses pengenceran ini yang menjadi
penyebab sehingga darah yang meninggalkan paru-paru hanya jenuh 97 persen, dan 19,5
persen volume diangkut ke jaringan. Pada tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi
dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma.
Dari plasma oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
jaringan-jaringan yang bersangkutan. Meskipun sekitar 75 persen dari hemoglobin masih
berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk
darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25 psersen oksigen dalam darah
arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan. Hemoglobin yang melepaskan oksigen
pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi (Hb). Hemoglobin tereduksi
berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti yang kita lihat
pada vena superfisial, misainya : pada tangan. Sedangkan oksihemoglobin (hemoglobin
yang berikatan dengan oksigen) berwarna merah terang dan menyebabkan warna
kemerah-merahan pada darah arteri.
Kurva disosiasi oksihemoglobin
Untuk dapat memahami proses respirasi dengan jelas maka harus diketahui afinitas
oksigen terhadap hemoglobin karena suplai oksigen untuk jaringan dan pengambilan
oksigen oleh paru-paru sangat tergantung pada hubungan tersebut. Pengetahuan ini sangat
diperlukan untuk menyatakan ukuran gas secara tepat dan untuk melakukan tindakan- tindakan terapi pada insufisiensi respirasi. Kalau darah lengkap dikenai oleh berbagai
tekanan parsial oksigen dan persentase kejenuhan hemoglobin diukur, maka didapatkan
kurva berbentuk huruf S bila ke dua pengukuran tersebut digabungkan. Kurva ini dikenal
dengan nama kurva disosiasi oksihemoglobin dan menyatakan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen pada berbagai tekanan parsial. Dalam keadaan suhu tubuh yang normal
(98,60F) dan pH darah 7,4.
Kurva ini mempunyai satu fakta fisiologis yang perlu diperhatikan yaitu, adanya bagian
yang datar. Pada bagian atas kurva yang dikenal dengan nama bagian arteria (A) dan
bagian vena (V) pada bagian bawah yang lebih curam, yang agak tergeser ke kanan. Pada
kurva bagian atas yang datar, perubahan yang besar pada tekanan oksigen dikaitkan
dengan sedikit perubahan pada kejenuhan oksihemoglobin. Ini menyatakan bahwa jumlah
oksigen yang relatif konstan dapat disuplai ke jaringan-jaringan walaupun pada
ketinggian yang tinggi di mana P02 mungkin sebesar 60 mmHg atau kurang. Ini juga
menyatakan bahwa pemberian oksigen dalam konsentrasi tinggi (udara normal = 21
persen) pada pasien-pasien yang menderita hipoksemia ringan. (Pa02 60-75 mmHg)
adalah sia-sia, karena oksihemoglobin hanya dapat ditingkatkan sedikit sekali.
Sesungguhnya, pemberian oksigen konsentrasi tinggi dapat meracuni jaringin paru-paru
dan menimbulkan efek yang merugikan. pelepasan oksigen ke jaringan-jaringan dapat
ditingkatkan oleh hubungan P02 terhadap kejenuhan okigen pada kurva bagian vena yang
curam. Pada bagian ini perubahan-perubahan besar pada kejenuhan oksihemoglobin
berkaitan dengan sedikit perubahan 02.
Afinitas oksigen terhadap hemoglobin dipengaruhi oleh banyak faktor lain yang
menyertai metabolisme jaringan dan dapat diubah oleh penyakit. Kurva oksihemoglobin
tergeser ke kanan apabila PH darah menurun atau PC02 meningkat. dalam keadaan ini,
pada P02 tertentu afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang sehingga oksigen
dapat ditranspor oleh darah berkurang. Keadaan patologis yang dapat menybabkan
asidosis metabollk, seperti syok (pembentukan asam laktat berlebihan akibat metabolis-
anerobik) atau retensi karbon dioksida akan menyebabkan pergeseran kurva kekanan.
Pergeseran kurva sedikit kekanan akan membantu pelepasan oksigen kejaringan-jaringan.
Pergeseran ini dikenal dengan nama efek bohr. Sedikit peningkatan keasaman akibat
pelepasan karbondioksida dari jaringan. Faktor lain yang menyebabkan pergeseran kurva
kekanan adalah peningkatan suhu dan 2,3 difosfogliserat (2,3-DPG) yang merupakan
fosfat organik dalam sel darah merah yang mengikat Hb dan mengurangi afinitas Hb
terhadap oksigen pada anemia dan hipoksemia kronik 2,3-DPG sel darah merah
meningkat. Perlu diketahui adanya kenyataan bahwa; meskipun kemampuan transpor
oksigen oleh hemoglobin menurun bila kurva bergeser ke kanan, kemampuan
hemoglobin untuk melepaskan oksigen ke jaringan-jaringan dipermudah. Karena itu,
pada anemia dan hipoksemia kronik pergeseran kurva ke kanan merupakan proses
kompensasi.
Pergeseran kurva ke kanan disertai kenaikan suhu, menggambarkan peningkatan
metabolisme sel dan peningkatan kebutuhan akan oksigen, juga dapat menyesuaikan diri
dan untuk aliran darah tertentu menyebabkan semakin banyaknya oksigen yaiag
dilepaskan ke jaringan-jaringan.
Sebaliknya, peningkatan PH darah (alkalosis) atau penurunan PCO2, suhu dan 2 3-DPG
akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri. Pergeseran ke kiri
menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Akibatnya uptake oksigen dalam paru-paru meningkat apabila terjadi pergeseran ke kiri, tetapi pelepasan
oksigen ke jaringan-jaringan terganggu. Karena itu secara teoritis mungkin akan terjadi
hipoksia (insufisiensi oksigen jaringan guna memenuhi kebutuhan metabolisme pada
keadaan alkalosis yang berat, terutama apabila disertai dengan hipoksemia. Keadaan ini
dapat terjadi selama proses mekanisme overventilasi dengan respiratori atau pada tempat
yang tinggi akibat hiperventilasi. Karena hiperventilasi juga dapat menurunkan-aiiran
darah serebral karena penurunan PaC02, maka iskemia serebral juga sering menimbulkan
gejala-geiala seakan-akan kepalanya ringan. Darah yang disimpan kehilangan aktivitas
2,3-DPG sehingga afinitas hemoglobin terhadap oksigen meningkat. Karena itu, pasien
yang diberi transfusi darah simpanan dalam jumlah banyak mungkin akan mengalami
gangguan pelepasan oksigen ke jaringan -jaringan karena pergeseran kurva disosiasi
oksihemoglobin ke kiri.
Afinitas hemoglobin didefinisikan secara populer dengan P02 yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kejenuhan 50 persen, dan mudah diukur dalarn laboratorium modern.
Dalam keadaan normal P50 sekitar 27 mm Hg. Terbukti bahwa bila kurva disosiasi
bergeser ke kanan (pengurangan afinitas hemoglobin terhadap oksigen) maka P50 akan
meningkat, sedangkan pada pergeseran kurva ke kiri (peningkatan afinits hemoglobin
terhadap oksigen p50 akan turun.
Karbon monoksida mempunyai afinitas terhadap hemoglobin sekitar 250 kali lebih besar
darp pada afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Kalau carbonmonoksida dihirup maka
akan berkaitan dengan karboksihemoglobin, maka reaksi tersebut tidak reversibel.
Sehingga jumlah hemoglobin yang tersedia untuk transport oksigen berkurang.
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan
distribusi udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan
perkataan lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmoner harus sesuai. Pada orang normal
dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang
kecuali pada apeks paru-paru. Sirkulasi pulmoner yang bertekanan dan resistensi rendah
mengakibatkan aliran darah di basis paru-paru lebih besar daripada di bagian apeks paru-
paru, disebabkan pengaruh gaya tarik bumi. Tetapi ventilasinya cukup merata. Nilai rata-
rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,13. Angka ini didapatkan dari
rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 liter/menit) dibagi dengan curah jantung
normal (5 liter/menit). keadaan normal dari ventilasi dan perfusi paru-paru yang
seimbang mendekati nilai 0,8.
Kebanyakan penyakit respirasi mengalami ketidakseimbangan antara proses ventilasi-
perfusi. Akibatnya ventiIasi terbuang sia-sia (V/Q = tak terhingga). Unit respirasi
abnormal yang ke dua merupakan shunt unit, di mana tak ada ventilasi, tetapi perfusi
normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit
diam, di mana tidak ada ventilasi dan perfusi. Tentu saja terdapat variasi-variasi di antara
ke tiga kasus ekstrim tersebut, tergantung dari keseimbangan secara menyeluruh antara ventilasi dan perfusi paru-paru. Penyakit paru-paru dan gangguan fungsional respirasi
dapat diklasifikasikan secara fisiologis sesuai dengan jenis penyakit yang dialami, apakah
menimbulkan shunt yang besar (V/Q ( 0,
TRANSPOR OKSIGEN DALAM DARAH
Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan :
1. secara fisik larut dalam plasma atau
2. secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2).
ikatan kimia oksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel. Jumlah sungguhnya yang
diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlinear dengan PaO2 (tekanan parsial
oksigen dalam darah arteri), yang ditentukan oleh jumlah oksigen yang secara fisik larut
dalam plasma darah. Sebaliknya, jumlah oksigen yang secara fisik larut dalam plasma
mempunyai hubungan langsung dengan tekanan parsial oksigen dalam alveolus (PAO2).
Kecuali itu juga tergantung dari daya larut oksigen dalam plasma. Jumlah oksigen yang
dalam keadaan normal larut secara fisik sangat kecil karena daya larut oksigen dalam
plasma yang rendah. hanya sekitar satu persen dari jumlah oksigen total ang ditranspor ke
jaringan-jaringan ditranspor dengan cara ini. Cara transpor seperti ini tidak
mempertahankan hidup walaupun dalam keadaan istirahat sekalipun. Sebagian besar
oksigen diangkut oleh hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam keadaan
tertentu (misalnya : keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif di mana terjadi
insufisiensi hemoglobin maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat
ditranspor dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang
lebih tinggi dari tekanan atmosfir (ruang oksigen hiperbarik).
Satu gram hemoglobin dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah pada pria dewasa besarnya sekitair 15gr per 100 ml,
maka 100 ml darah dapat mengangkut (15 x 1,34 = 20,1) 20,1 ml oksigen kalau darah
jenuh sekali (SaO2 = 100 persen). Tetapi darah yang sudah teroksigenisasi dan
meninggalkan kapiler paru-paru mendapatkan sedikit tambahan darah vena yang
merupakan darah campuran, dari sirkulasi bronkial. Proses pengenceran ini yang menjadi
penyebab sehingga darah yang meninggalkan paru-paru hanya jenuh 97 persen, dan 19,5
persen volume diangkut ke jaringan. Pada tingkat jaringan, oksigen mengalami disosiasi
dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma.
Dari plasma oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
jaringan-jaringan yang bersangkutan. Meskipun sekitar 75 persen dari hemoglobin masih
berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk
darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25 psersen oksigen dalam darah
arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan. Hemoglobin yang melepaskan oksigen
pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi (Hb). Hemoglobin tereduksi
berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti yang kita lihat
pada vena superfisial, misainya : pada tangan. Sedangkan oksihemoglobin (hemoglobin
yang berikatan dengan oksigen) berwarna merah terang dan menyebabkan warna
kemerah-merahan pada darah arteri.
Kurva disosiasi oksihemoglobin
Untuk dapat memahami proses respirasi dengan jelas maka harus diketahui afinitas
oksigen terhadap hemoglobin karena suplai oksigen untuk jaringan dan pengambilan
oksigen oleh paru-paru sangat tergantung pada hubungan tersebut. Pengetahuan ini sangat
diperlukan untuk menyatakan ukuran gas secara tepat dan untuk melakukan tindakan- tindakan terapi pada insufisiensi respirasi. Kalau darah lengkap dikenai oleh berbagai
tekanan parsial oksigen dan persentase kejenuhan hemoglobin diukur, maka didapatkan
kurva berbentuk huruf S bila ke dua pengukuran tersebut digabungkan. Kurva ini dikenal
dengan nama kurva disosiasi oksihemoglobin dan menyatakan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen pada berbagai tekanan parsial. Dalam keadaan suhu tubuh yang normal
(98,60F) dan pH darah 7,4.
Kurva ini mempunyai satu fakta fisiologis yang perlu diperhatikan yaitu, adanya bagian
yang datar. Pada bagian atas kurva yang dikenal dengan nama bagian arteria (A) dan
bagian vena (V) pada bagian bawah yang lebih curam, yang agak tergeser ke kanan. Pada
kurva bagian atas yang datar, perubahan yang besar pada tekanan oksigen dikaitkan
dengan sedikit perubahan pada kejenuhan oksihemoglobin. Ini menyatakan bahwa jumlah
oksigen yang relatif konstan dapat disuplai ke jaringan-jaringan walaupun pada
ketinggian yang tinggi di mana P02 mungkin sebesar 60 mmHg atau kurang. Ini juga
menyatakan bahwa pemberian oksigen dalam konsentrasi tinggi (udara normal = 21
persen) pada pasien-pasien yang menderita hipoksemia ringan. (Pa02 60-75 mmHg)
adalah sia-sia, karena oksihemoglobin hanya dapat ditingkatkan sedikit sekali.
Sesungguhnya, pemberian oksigen konsentrasi tinggi dapat meracuni jaringin paru-paru
dan menimbulkan efek yang merugikan. pelepasan oksigen ke jaringan-jaringan dapat
ditingkatkan oleh hubungan P02 terhadap kejenuhan okigen pada kurva bagian vena yang
curam. Pada bagian ini perubahan-perubahan besar pada kejenuhan oksihemoglobin
berkaitan dengan sedikit perubahan 02.
Afinitas oksigen terhadap hemoglobin dipengaruhi oleh banyak faktor lain yang
menyertai metabolisme jaringan dan dapat diubah oleh penyakit. Kurva oksihemoglobin
tergeser ke kanan apabila PH darah menurun atau PC02 meningkat. dalam keadaan ini,
pada P02 tertentu afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang sehingga oksigen
dapat ditranspor oleh darah berkurang. Keadaan patologis yang dapat menybabkan
asidosis metabollk, seperti syok (pembentukan asam laktat berlebihan akibat metabolis-
anerobik) atau retensi karbon dioksida akan menyebabkan pergeseran kurva kekanan.
Pergeseran kurva sedikit kekanan akan membantu pelepasan oksigen kejaringan-jaringan.
Pergeseran ini dikenal dengan nama efek bohr. Sedikit peningkatan keasaman akibat
pelepasan karbondioksida dari jaringan. Faktor lain yang menyebabkan pergeseran kurva
kekanan adalah peningkatan suhu dan 2,3 difosfogliserat (2,3-DPG) yang merupakan
fosfat organik dalam sel darah merah yang mengikat Hb dan mengurangi afinitas Hb
terhadap oksigen pada anemia dan hipoksemia kronik 2,3-DPG sel darah merah
meningkat. Perlu diketahui adanya kenyataan bahwa; meskipun kemampuan transpor
oksigen oleh hemoglobin menurun bila kurva bergeser ke kanan, kemampuan
hemoglobin untuk melepaskan oksigen ke jaringan-jaringan dipermudah. Karena itu,
pada anemia dan hipoksemia kronik pergeseran kurva ke kanan merupakan proses
kompensasi.
Pergeseran kurva ke kanan disertai kenaikan suhu, menggambarkan peningkatan
metabolisme sel dan peningkatan kebutuhan akan oksigen, juga dapat menyesuaikan diri
dan untuk aliran darah tertentu menyebabkan semakin banyaknya oksigen yaiag
dilepaskan ke jaringan-jaringan.
Sebaliknya, peningkatan PH darah (alkalosis) atau penurunan PCO2, suhu dan 2 3-DPG
akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri. Pergeseran ke kiri
menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Akibatnya uptake oksigen dalam paru-paru meningkat apabila terjadi pergeseran ke kiri, tetapi pelepasan
oksigen ke jaringan-jaringan terganggu. Karena itu secara teoritis mungkin akan terjadi
hipoksia (insufisiensi oksigen jaringan guna memenuhi kebutuhan metabolisme pada
keadaan alkalosis yang berat, terutama apabila disertai dengan hipoksemia. Keadaan ini
dapat terjadi selama proses mekanisme overventilasi dengan respiratori atau pada tempat
yang tinggi akibat hiperventilasi. Karena hiperventilasi juga dapat menurunkan-aiiran
darah serebral karena penurunan PaC02, maka iskemia serebral juga sering menimbulkan
gejala-geiala seakan-akan kepalanya ringan. Darah yang disimpan kehilangan aktivitas
2,3-DPG sehingga afinitas hemoglobin terhadap oksigen meningkat. Karena itu, pasien
yang diberi transfusi darah simpanan dalam jumlah banyak mungkin akan mengalami
gangguan pelepasan oksigen ke jaringan -jaringan karena pergeseran kurva disosiasi
oksihemoglobin ke kiri.
Afinitas hemoglobin didefinisikan secara populer dengan P02 yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kejenuhan 50 persen, dan mudah diukur dalarn laboratorium modern.
Dalam keadaan normal P50 sekitar 27 mm Hg. Terbukti bahwa bila kurva disosiasi
bergeser ke kanan (pengurangan afinitas hemoglobin terhadap oksigen) maka P50 akan
meningkat, sedangkan pada pergeseran kurva ke kiri (peningkatan afinits hemoglobin
terhadap oksigen p50 akan turun.
Karbon monoksida mempunyai afinitas terhadap hemoglobin sekitar 250 kali lebih besar
darp pada afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Kalau carbonmonoksida dihirup maka
akan berkaitan dengan karboksihemoglobin, maka reaksi tersebut tidak reversibel.
Sehingga jumlah hemoglobin yang tersedia untuk transport oksigen berkurang.
TRANSPORT KARBON DIOKSIDA DALAM
DARAH
Transport
CO2 dari jaringan keparu-paru melalui tiga cara sebagai berikut:
1. Secara fisk larut dalam plasma (10 %)
2. Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (20%)
3. ditransport sebagai bikarbonat plasma (70%)
Karbon dioksida berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:
CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3-
Reaksi ini reversibel dan dikenal dengan nama persamaan dapa asam bikarbonat-asam
karbonik. Hiperventilasi adalah ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan metabolisme
berlebihan à alkalosis sebagai akibat eksresi CO2 berlebihan keparu-paru. Hipoventilasi
adalah ventilasi alveoli yang tak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme, sebagai akibat
dari retensi CO2 oleh paru-paru.
PENGATURAN RESPIRASI
Respirasi diatur/dikontrol di:
1. Medulla Oblongata
2. Pons
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah
vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer.
2. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
3. Reservoir darah
4. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
1. Secara fisk larut dalam plasma (10 %)
2. Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (20%)
3. ditransport sebagai bikarbonat plasma (70%)
Karbon dioksida berikatan dengan air dengan reaksi seperti dibawah ini:
CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3-
Reaksi ini reversibel dan dikenal dengan nama persamaan dapa asam bikarbonat-asam
karbonik. Hiperventilasi adalah ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan metabolisme
berlebihan à alkalosis sebagai akibat eksresi CO2 berlebihan keparu-paru. Hipoventilasi
adalah ventilasi alveoli yang tak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme, sebagai akibat
dari retensi CO2 oleh paru-paru.
PENGATURAN RESPIRASI
Respirasi diatur/dikontrol di:
1. Medulla Oblongata
2. Pons
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah
vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer.
2. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
3. Reservoir darah
4. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
0 komentar:
Posting Komentar