2.1 Pengertian
Enzim dan Koenzim
Enzim ialah senyawa
protein yang disintesiskan di dalam sel secara biokimiawi. Enzim merupakan
biokatalis yaitu senyawa yang diproduksi oleh organisme. Tanpa bantuan enzim
maka reaksi-reaksi bio kimia akan berjalan lambat, dan membutuhkan suhu atau
tekanan yang ekstrem. Enzim akan mempercepat jalannya reaksi kimia tanpa ikut
hadir dalam produk akhir reaksi tersebut.
Koenzim adalah molekul organik yang nonprotein diperlukan untuk bekerjanya
enzim. Example:Vit,NAD,koenzim
A.
Koenzim
akan memperbesar kemampuan katalitik sebuah enzim sehingga menjadi jauh
melebihi kemampuan yang ditawarkan hanya oleh gugus fungsional asam aminonya,
yang menyusun massa enzim tersebut. Koenzim yang berikatan secara erat dengan
enzim lewat ikatan kovalen atau gaya nonkovalen kerap kali disebut sebagai gugus prostetik.
Koenzim
yang mampu berdifusi secara bebas umumnya berfungsi sebagai unsur pembawa (yang
didaur ulang secara kontinu) hydrogen (FADH), hidrida (NADH dan NADPH), atau
unit-unit kimia seperti gugus asil (koenzim A) atau gugus metil (folat),
membawanya bolak-balik antara tempat pembentukannya dan pemakaiannya. Oleh
karena itu, koenzim yang disebut belakangan ini dapat dianggap sebagai substrat
sekunder.
Jenis-jenis enzim yang membutuhkan
koenzim adalah enzim yang mengatalisis reaksi oksidoreduksi, pemindahan gugus
serta isomerisasi, dan reaksi yang membentuk ikatan kovalen (kelas IUB 1,2,5,
dan 6). Reaksi lisis, termasuk reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh
enzim-enzim pencernaan, tidak memerlukan koenzim.
Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di
antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini
diidentifikasi dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau
substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase
menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon),
dan protease menghidrolisis
protein. Sementara akhiran -ase tetap digunakan, nama enzim yang ada
sekarang ini lebih menekankan pada tipe reaksi yang dikatalisisnya. Sebagai
contoh, enzim dehidrogenase mengatalisis pengeluaran hidrogen, sementara enzim
transferase mengatalisis reaksi pemindahan gugus.
Perbedaan antara Enzim dan Koenzim:
1.
Enzim
- Merupakan suatu biokatalisator
- Bersifat termolabil
- Bersifat spesifik dalam melaksanakan fungsinya
- Dirusak oleh logam berat
- Aktifitas enzim diukur dengan kecepatan reaksi
enzimatik
- Letak enzim tertentu didalam sel
- Hanya mengkatalis satu macam reaksi
2. Koenzim
- Senyawa organik yang diperlukan untuk aktifitas
suatu enzim tertentu
- bersifat termostabil
- Berat molekul rendah
- Banyak koenzim yang merupakan derivat vitamin B
- Bisa di anggap sebagai substrat kedua.
Penggolongan Enzim
berdasarkan Jenis Reaksi yang dikatalis:
- Oksideruduktase:mengkatalis reaksi
oksidasi-reduksi.
- Transferase:mengkatalis reaksi pemindahan berbagai
gugus amino,karboksil,karbonil,metil,asil,glikosil atau fosforil.
- Hidrolase:mengkatalis pemutusan ikatan kovalen sambil
mengikat oksigen.
- Liase:mengkatalis pemecahan ikatan kovalen tanpa
mengikat air.
- Isomerase:mengkatalis reaksi isomerisasi.
- Ligase/Sintetase:mengkatalis pembentukan ikatan.
.
Beberapa enzim penting yang berasal dari hewan.
1.Enzim Kemotripsin, sumber pankreas.
2. Enzim Katalase,Sumber Hati.
3. Enzim Lipase,Sumber pankreas.
4. Enzim Rennet,Sumber Abomasum.
5. Enzim Tripsin,Sumber Pankreas
3. Enzim Lipase,Sumber pankreas.
4. Enzim Rennet,Sumber Abomasum.
5. Enzim Tripsin,Sumber Pankreas
Beberapa enzim penting yang berasal dari tanaman:
1. Enzim aktinidin,Sumber buah kiwi.
1. Enzim aktinidin,Sumber buah kiwi.
2. Enzim a-amilase, sumber kecambah barley.
3. Enzim bromelin,sumber getah nanas.
4. Enzim Lipoksigenase,sumber kacang kedelai.
5. Enzim papain,sumber Getah pepaya
2.2 Pengukuran
Aktifitas Enzim Secara Kuantitatif
Enzim Dapat Diuji Secara Kuantitatif. Jumlah
enzim di dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji secara
kuantitatif dalam hal pengaruh katalitik yang dihasilkannya. Untuk tujuan ini,
kita perlu mengetahui beberapa hal berikut :
1)
persamaan
keseluruhan reaksi yang dikatalisa
2)
suatu
prosedur analitik untuk menentukan menghilangnya substrat atau, munculnya
produk reaksi
3)
apakah
enzim memerlukan kofaktor seperti ion logam atau koenzim
4)
ketergantungan
aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu KM bagi substrat
5)
pH
optimum, dan
6)
daerah
suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas tinggi.
Biasanya, enzim diuji pada pH optimum, pada
suhu yang mudah dipergunakan, biasanya dalam kisaran 25 sampai 38°C, dan dengan
konsentrasi substrat yang mendekati jenuh. Pada keadaan ini, kecepatan reaksi
awal biasanya sebanding dengan konsentrasi enzim, sedikitnya pada kisaran
konsentrasi enzim tertentu.
Dengan persetujuan internasional, 1,0 unit
aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0
mikromol substrat per menit pada 250C pada keadaan pengukuran optimal.
Aktivitas spesifik adalah Jumlah unit enzim permiligram protein. Aktivitas
spesifik merupakan suatu ukuran kemurnian enzim, nilainya meningkat selama
pemurnian suatu enzim dan menjadi maksimum dan tetap (konstan) jika enzim sudah
berada pada keadaan murni.
Bilangan putaran suatu enzim adalah Jumlah
molekul substrat yang terubah per satuan waktu oleh satu molekul enzim (atau
oleh satu sisi katalitik), jika konsentrasi enzim sendiri merupakan faktor
pembatas kecepatan reaksi, Enzim anhidrase karbonat adalah enzim penting yang
ditemukan pada konsentrasi tinggi di dalam sel darah merah. Enzim ini merupakan
salah satu enzim yang paling aktif, dengan bilangan putaran 36.000.000 per
menit per molekul enzim. Anhidrase karbonat mengkatalisa hidrasi dapat balik
karbon dioksida terlarut, untuk membentuk asam karbonat yang tanpa adanya enzim
berjalan dengan kecepatan lambat CO2 + H2O =) H2CO3.
Hidrasi CO2 di dalam sel darah merah merupakan
tahap penting di dalam transport CO2 dari jaringan tempat molekul ini
terbentuk, menuju paru-paru, tempat pembebasan dan pengeluarannya.
7) Enzim memperlihatkan spesifitas terhadap
substrat
Beberapa
enzim memiliki spesifisitas yang hampir absolut bagi substrat tertentu, dan
tidak akan bekerja bahkan, terhadap molekul yang amat serupa, Contoh yang baik
adalah enzim aspartase, yang ditemukan di dalam banyak tumbuhan dan bakteri.
Aspartase mengkatalisa penambahan amonia kepada ikatan ganda asam fumarat
membentuk L-aspartat secara dapat balik (Gambar 6). Akan tetapi, aspartase
tidak menyebabkan terjadinya penambahan amonia terhadap asam tidak jenuh
lainnya.
Pada
kelompok ekstrim lain, dijumpai enzim-enzim dengan spesifisitas yang relatif
luas, dan bekerja pada berbagai senyawa yang memiliki ciri struktural yang
sama. Sebagai contoh, khimotripsin mengkatalisa hidrolisis berbagai peptida
atau polipeptida, tetapi hanya memotong ikatan peptida dengan gugus karbonil
yang berasal dari fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Contoh yang agak
berbeda adalah fosfatase usus yang mengkatalisa hidrolisis berbagai ester asam
fosfat yang berbeda, tetapi pada kecepatan yang agak bervariasi. Penelitian
mengenai spesifisitas substrat enzim telah membawa kita kepada konsep hubungan
"gembok dan kunci" yang saling berpasangan, di antara molekul
substrat dan suatu daerah spesifik pada permukaan molekul enzim, yaitu pada
sisi aktif atau ssii kataliknya, tempat enzim berikatan dengan substrat pada
saat terjadi reaksi katalitik.
Penelitian terhadap spesifisitas enzim menunjukkan bahwa molekul substrat harus memiliki dua ciri struktural yang jelas: (1) ikatan kimiawi spesifik yang dapat diserang oleh enzim dan (2) biasanya beberapa gugus fungsional lainnya, yaitu gugus pengikat, yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan molekul substrat dengan tepat pada sisi aktif sehingga ikatan yang rapuh tapi tepat terletak pada posisi yang berhubungan dengan gugus katalitik enzim. Spesifisitas substrat bagi khimotripsin, yang biasanya mengnidrolisa ikatan peptida tersebut pada protein dan peptida sederhana, dengan gugus karbonil yang berasal dari asarn amino yang memiliki cincin aromatik, yaitu residu tirosin, triptofan, dan fenilalanin. Akan tetapi, uji terhadap lusinan kemungkinan molekul substrat sintetik yang berbeda-beda telah memperlihatkan bahwa khimotripsin dapat juga menguraikan amida sederhana selain ikatan ester. Tambahan pula, gugus aromatik R dari tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang bersifat spesifik bagi khimotripsin yang menguraikan polipeptida ini, nampaknya berperan hanya sebagai gugus hidrofobik pengikat. Bukti untuk hal ini adalah bahwa khimotripsin juga akan menerima substrat peptida sintetik, dengan gugus hidrofobik alkil yang relatif besar yang menggantikan cincin arornatik asam amino alamiah. Penelitian spesifisitas substrat fersebut, bersama-sama dengan penelitian penghambatan enzim, menyebabkan kita dapat memetakan sisi aktif enzim.
Penelitian terhadap spesifisitas enzim menunjukkan bahwa molekul substrat harus memiliki dua ciri struktural yang jelas: (1) ikatan kimiawi spesifik yang dapat diserang oleh enzim dan (2) biasanya beberapa gugus fungsional lainnya, yaitu gugus pengikat, yang berikatan dengan enzim dan mengarahkan molekul substrat dengan tepat pada sisi aktif sehingga ikatan yang rapuh tapi tepat terletak pada posisi yang berhubungan dengan gugus katalitik enzim. Spesifisitas substrat bagi khimotripsin, yang biasanya mengnidrolisa ikatan peptida tersebut pada protein dan peptida sederhana, dengan gugus karbonil yang berasal dari asarn amino yang memiliki cincin aromatik, yaitu residu tirosin, triptofan, dan fenilalanin. Akan tetapi, uji terhadap lusinan kemungkinan molekul substrat sintetik yang berbeda-beda telah memperlihatkan bahwa khimotripsin dapat juga menguraikan amida sederhana selain ikatan ester. Tambahan pula, gugus aromatik R dari tirosin, triptofan, dan fenilalanin yang bersifat spesifik bagi khimotripsin yang menguraikan polipeptida ini, nampaknya berperan hanya sebagai gugus hidrofobik pengikat. Bukti untuk hal ini adalah bahwa khimotripsin juga akan menerima substrat peptida sintetik, dengan gugus hidrofobik alkil yang relatif besar yang menggantikan cincin arornatik asam amino alamiah. Penelitian spesifisitas substrat fersebut, bersama-sama dengan penelitian penghambatan enzim, menyebabkan kita dapat memetakan sisi aktif enzim.
Aktivitas enzim
dinyatakan dalam unit/ml, yang merupakan μmol (PO4-3 ) yang dilepas per menit per mililiter enzim.Aktivitas
enzim ditentukan dengan rumus :
BM x MI
Keterangan: AE = Aktivitas enzim (U/ml ekstrak kasar enzim)
MG = mg fosfat
BM = Berat molekul kalium fosfat
MI = Waktu inkubasi enzim substrat
Satuan Untuk Menyatakan Aktivitas Enzim
Apabila enzim diukur menurut
aktivitas katalitiknya, hasil dari penentuan seperti ini dinyatakan sebagai
konsentrasi jumlah unit aktivitas yang terdapat dalam volume atau massa
spesimen tertentu.
Unit aktivitas adalah ukuran
laju dimana reaksi berlangsung. Dalam enzimologi klinis, aktivitas enzim pada
umumnya dilaporkan dalam satuan volume, seperti aktivitas per 100 mL atau per
liter serum atau per 1,0 mL eritrosit. Karena laju reaksi tergantung pada
parameter-parameter seperti pH, tipe buffer, suhu, sifat zat, kekuatan ionik,
konsentrasi aktivator, dan variabel lain, maka parameter-parameter ini harus
ditentukan dalam definisi satuan.
Untuk membakukan bagaimana aktivitas enzim dinyatakan, EC dari IUB mengusulkan bahwa unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai kuantitas enzim yang mengkatalisis reaksi 1 µmol substrat per menit dan unit ini disebut sebagai satuan internasional (U). Konsentrasi katalik dinyatakan sebagai U/L atau U/K. Optimasi, standarisasi, dan penjaminan kualitas.
Untuk mengukur aktivitas enzim secara meyakinkan, semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi – kecuali konsentrasi enzim aktif – harus dioptimasi dan dikontrol.
Untuk membakukan bagaimana aktivitas enzim dinyatakan, EC dari IUB mengusulkan bahwa unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai kuantitas enzim yang mengkatalisis reaksi 1 µmol substrat per menit dan unit ini disebut sebagai satuan internasional (U). Konsentrasi katalik dinyatakan sebagai U/L atau U/K. Optimasi, standarisasi, dan penjaminan kualitas.
Untuk mengukur aktivitas enzim secara meyakinkan, semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi – kecuali konsentrasi enzim aktif – harus dioptimasi dan dikontrol.
2.3 Faktor Yang
Mempengaruhui Aktifitas Enzim
Enzim tertentu
dapat bekerja secara optimal pada kondisi tertentu pula. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kerjaenzim adalah sebagai berikut :
1).Suhu
Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel organisme tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik di daerah dingin biasanya lebih rendah daripada enzim pada hewan homeotermik. Contohnya, suhu optimum enzim pada manusia adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak adalah 25 Derajat Celcius.
Kenaikan suhu di atas suhu optimum dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga kecepatan molekul meningkat. Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga meningkat.
Akibat kenaikan suhu dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim (denaturasi). Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan kemampuan katalisnya. Sebagian besar enzim mengalami denaturasi yang tidak dapat balik pada suhu 55-65 Derajat C. Enzim yang secara fisik telah rusak biasanya tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan bahwa enzim lebih aman dimakan pada makanan yang sudah dimasak.Khususnya daging dan telur dari pada makanan mentah.
Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel organisme tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik di daerah dingin biasanya lebih rendah daripada enzim pada hewan homeotermik. Contohnya, suhu optimum enzim pada manusia adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak adalah 25 Derajat Celcius.
Kenaikan suhu di atas suhu optimum dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga kecepatan molekul meningkat. Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga meningkat.
Akibat kenaikan suhu dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim (denaturasi). Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan kemampuan katalisnya. Sebagian besar enzim mengalami denaturasi yang tidak dapat balik pada suhu 55-65 Derajat C. Enzim yang secara fisik telah rusak biasanya tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan bahwa enzim lebih aman dimakan pada makanan yang sudah dimasak.Khususnya daging dan telur dari pada makanan mentah.
. Pengontrolan panas terhadap susu dan
makanan dengan bahan susu lainya secara dramatis mengurangi penyebaran
penyakit seperti TBC. Pada suhu kurang dari suhu optimum, aktivitas enzim
mengalami penurunan. Enzim masih beraktivitas pada suhu kurang dari 0
derajat C dan aktivitasnya hampir terhenti pada suhu 196 derajat C.
2). pH atau
keasaman
Seluruh
enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi
nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian
besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang
agak sempit. Diluar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH
menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan cepat. Misalnya, enzim
pencerna dilambung mempunyai pH optimum 2 sehingga hanya dapat bekerja
pada kondisi sangat asam. Sebaliknya, enzim pencerna protein yang
dihasilkan pankreas mempunyai pH Optimum 8,5 . Kebanyakan
enzim intrasel mempunyai pH optimum sekitar 7,0 (netral).
Pengaruh
pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas
protein. Jumlah muatan positif dan negative yang terkandung didalam
molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagian ditentukan oleh
pH.
3). Kosentrasi
enzim, substrat dan kofaktor.
Jika
pH dan suhu suatu sistem enzim dalam keadaan konstan serta jumlah
substrat berlebihan, laju reaksi adalah sebanding dengan enzim yang ada.
Jika pH, suhu, dan konsentrasi enzim dalam keadaan konstan, reaksi awal
hingga batas tertentu sebanding dengan substrat yang ada. Jika sistem
enzim memerlukan suatu koenzim atau ion kofaktor , konsentrasi subsrat
dapat menentukan laju keseluruhan sistem enzim.
4). Inhibitor
enzim
Enzim
dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu.
Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat
pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan
inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif . Persaingan tersebut
terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi
dengan substrat normal. Pada konsentrasi Substrat yang rendah akan
terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila
konsentrasi substrat naik.
2.4 Cara Ikatan Enzim Dengan Substrat
Untuk
menjamin pengikatan substrat yang secara geometris tepat dan orientasi dari
gugusan katalitik yang diperlukan untuk aksi enzim, maka paling sedikit
diperlukan tiga titik dari interaksi spesifik antara substrat dan tempat aktif.
Pada tahun 1980-an, Fischer mengajukan model kunci dan gembok, teori ini menjelaskan bahwa kerja enzim
seperti kunci dan anak kunci, melalui hidrolisis senyawa gula dengan enzim
invertase. Terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim adalah karena adanya
kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif (active site)
dari enzim. Dengan begitu sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan
sebagai kunci (key) dan sisii aktif (lock) berperan sebagai
gembok. Subtrat masuk ke dalam sisi aktif sehingga terjadi kompleks
enzim-substrat. Hubungan antara enzim dan substrat membentuk ikatan yang lemah.
Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan
dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula.
Gambar. Model
Kunci dan Gembok
Selama bertahun-tahun
model ini terbukti berharga dalam penelitian mengenai spesifisitas stereo dari
reaksi enzymatic. Suatu modifikasi dari model
kunci dan gembok, yang diajukan oleh Daniel Koshland menggambarkan suatu
jenis hubungan tangan dengan sarung tangan antara enzim dan substratnya,
sebagai akibat suatu kecocokan yang ditimbulkan. Model yang diajukan oleh
Koshland ini diber nama model Kecocokan yang Terinduksi,Teori ini memandang bahwa sisi aktif enzim berbentuk fleksibel.
Bentuk tersebut kemudian mengalami modifikasi saat substrat memasukinya. Lalu, subsrat membentuk kompleks untuk
memulai reaksi kimia yang lebih cepat. Setelah proses tersebut menghasilkan
produk yang diinginkan, enzim tersebut melepaskan diri dan kembali ke bentuk
semula.
Gambar. Model
Kecocokan Terinduksi
Berikut ini
merupakan mekanisme pengikatan enzim dengan substratnya :
- Menurunkan energi aktivasi dengan
menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi
(contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi
ketika ia terikat dengan enzim).
- Menurunkan energi keadaan transisi tanpa
mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki
distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
- Menyediakan lintasan reaksi alternatif.
Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk
kompleks Enzim-Substrat antara.
- Menurunkan perubahan entropi reaksi
dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk
bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan
dasar, dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.
2.5 Peranan Enzim
Dalam Klinik
* Enzim plasma fungsional :
Ex : lipoprotein lipase, pseudokolin esterase pro Enzim pembekuan dan pemecahan darah
Umumnya disintesis dalam hati; konsentrasi darah, sama atau sudah lebih tinggi dari jaringan
* Enzim plasma non fungsional :
– tidak melakukan fungsi fisioliogik yang dikenal
- substratnya sering tidak terdapat dalam plasma
- kadarnya jauh lebih rendah dari jaringan sehingga dapat membantu diagnostik dan prognostik klinik yang berharga
- berasal dari destruksi eritrosit, leukosit dan sel-sel lain
Ex : lipoprotein lipase, pseudokolin esterase pro Enzim pembekuan dan pemecahan darah
Umumnya disintesis dalam hati; konsentrasi darah, sama atau sudah lebih tinggi dari jaringan
* Enzim plasma non fungsional :
– tidak melakukan fungsi fisioliogik yang dikenal
- substratnya sering tidak terdapat dalam plasma
- kadarnya jauh lebih rendah dari jaringan sehingga dapat membantu diagnostik dan prognostik klinik yang berharga
- berasal dari destruksi eritrosit, leukosit dan sel-sel lain
Penentuan aktivitas Enzim untuk bukti
diagnostik :
1. Lipase : penyakit hati, def. Vit. A, DMàkadar rendah
kadar tinggi karsinoma pankreas dan pankreatitis akut
2. Amilase : penyakit katiàrendah
tinggi obstruksi usus tinggi, parotitis, diabetes, pankreatitis akut
1. Lipase : penyakit hati, def. Vit. A, DMàkadar rendah
kadar tinggi karsinoma pankreas dan pankreatitis akut
2. Amilase : penyakit katiàrendah
tinggi obstruksi usus tinggi, parotitis, diabetes, pankreatitis akut
3. Tripsin :tinggi penyakit pankreatitis akut (lebih sensitif)
4. Kolin esterase : rendah penyakit hati, malnutrisi, infeksi akut, anemia
tinggi sindroma nefritik
5. Alkalin fosfatase :tinggi rakhitis, hiper paratiroidism, sarkoma osteoblastik, ikterus obstruksi,karsinoma metastatik
6. Fosfatase asam :tinggi karsinoma metastatik prostat
7. Trans aminase : GOT ( Glutamic oxaloacetate trans aminase )
GPT ( Glutamic piruvic trans aminase )
infark miokardàPerkiraan GOT —GPT & penyakit hati akutàGOT tinggi
8. Laktat dehidrogenase (LDH) :tinggi infark miokard (dalam 24 jam)àleukimiaàrendah
9. Isosim LDH :Pengukuran polo isosim
10. Isositrat dehidrogenase (ICD) :Untuk diagnosis penyakit hati
11. Kreatin fosfokinase :Untuk diagnosis gangguan otot rangka dan jantung
12. Seruloplasmin :tinggi sirosis, hepatitis, kehamilan rendah penyakit wilson
4. Kolin esterase : rendah penyakit hati, malnutrisi, infeksi akut, anemia
tinggi sindroma nefritik
5. Alkalin fosfatase :tinggi rakhitis, hiper paratiroidism, sarkoma osteoblastik, ikterus obstruksi,karsinoma metastatik
6. Fosfatase asam :tinggi karsinoma metastatik prostat
7. Trans aminase : GOT ( Glutamic oxaloacetate trans aminase )
GPT ( Glutamic piruvic trans aminase )
infark miokardàPerkiraan GOT —GPT & penyakit hati akutàGOT tinggi
8. Laktat dehidrogenase (LDH) :tinggi infark miokard (dalam 24 jam)àleukimiaàrendah
9. Isosim LDH :Pengukuran polo isosim
10. Isositrat dehidrogenase (ICD) :Untuk diagnosis penyakit hati
11. Kreatin fosfokinase :Untuk diagnosis gangguan otot rangka dan jantung
12. Seruloplasmin :tinggi sirosis, hepatitis, kehamilan rendah penyakit wilson
2.6 Biosintesa
Heme
Heme
adalah kompleks senyawa protoporfirin IX dengan logam besi yang merupakan gugus
prostetik berbagai protein seperti hemoglobin, mioglobin, katalase,
peroksidase, sitokrom c dan triptophan pirolase. Kemampuan hemoglobin dan
mioglobin mengikat oksigen tergantung pada gugus prostetik ini yang sekaligus
memberi warna khas pada kedua hemeprotein tersebut.
Heme
terdiri atas bagian organik dan suatu atom besi. Bagian organik protoporfirin
tersusun dari empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu sama lain melalui
jembatan metenil, membentuk cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua
rantai samping vinil dan dua rantai samping propionil terikat kecincin
tetrapirol tersebut .
Tahap-tahap Biosintesis Heme
Biosintesa cincin heme berlangsung
dalam mitokondria dan sitosol melalui beberapa tahapan enzymatic. Langkah awal
biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang berasal
dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin membentuk
asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan
memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera
mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino levulenat atau sering disingkat ALA.
Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan reaksi .
Didalam
sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi membentuk
porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.
4
molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol
linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase
kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu
tetrapirol siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah
kompleks enzym dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua
kompleks enzym tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai
susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks enzym abnormal atau hanya
terdapat enzym sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk
isomer simetris yang tidak fisiologis.
Rangka
porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami
dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul
CO2 hingga
rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini dikatalisis
oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang dapat
kembali masuk kemitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi membentuk
protoporfirinogen III oleh enzym koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai
samping propionat koproporfirinogen menjadi vinil.
Protoporfirinogen
III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen oksidase yang
memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer porfirin
seri IX dan disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III
dibedakan berdasar simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat
dan metil pada cincin pirol ke IV.
Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang
dikatalisa oleh Heme sintase atau Ferro katalase dalam mitokondria akan
membentuk heme.
Pengaturan
Sintesis Heme
•
Enzim regulator adalah ALA-sintase.
•
Heme bertindak sebagai regulator
negatif (umpan balik negatif) sintesis enzim ALA- sintase.
•
Jika heme meningkat, maka sintesis
ALA-sintase akan menurun.
Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Sintesis
Heme.
- Metabolisme obat-an di sitokrom
P-450 akan banyak menghabiskan heme intrasel, akibatnya sintesis heme akan
meningkat.
- Glukosa & hematin dapat
mencegah sintesis ALA-sintase.
2.7 Katabolisme
Hemoglobin
Haemoglobin adalah suatu protein yang
membawa oksigen dan yang memberi warna merah pada sel darah merah (Barger,
1982:171). Dengan kata lain haemoglobin merupakan komponen yang terpenting
dalam eritrosit.
Haemoglobin juga merupakan protein
yang kaya zat besi yang memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan
dengan oksigen itu membentuk oxsihaemoglobin di dalam sel darah merah. Jumlah
haemoglobin dalam darah normal ialah 15 gram setiap 100 ml darah, dan jumlah
itu biasanya disebut “100 persen”.
Menurut Costill (1998:48), haemoglobin
adalah zat yang terdapat dalam butir darah merah. Haemoglobin sebenarnya adalah
merupakan protein globuler yang di bentuk dari 4 sub unit, dan setiap sub unit
mengandung heme.
Hame ini di buat dalam mitokokondria
dan menambah acetid acid manjadi alpha ketoglutaricacid + glicine membentuk
“pyrrole compound” menjadi protopophyrine II yang dengan Fe berubah menjadi
hame. Selanjutnya 4 hame bersenyawa dengan globulin membentuk haemoglobin.
Menurut Poppy Kumaila dalam Kamus Saku Kedokteran Dorland (1996 :499)
Haemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit
yang berkembang dalam sumsum tulang, merupakan empat rantai polipeptida globin
yang berbeda, masing-masing terdiri dari beberapa ratus asam amino. Haemoglobin
memerankan peranan penting dalam pengangkutan oksigen selama ia dapat kembali
mengikat oksigen. Haemoglobin cenderung mengikat oksigen apabila lingkungannya
penuh dengan oksigen dan melepaskan oksigen dalam lingkungan yang relatif
rendah oksigennya. Ini berarti haemoglobin mengambil oksigen dalam paru dan
melepaskan ke jaringan-jaringan seperti otot aktif. Pada orang-orang yang
mengandung haemoglobin normal, kapasits darahnya membawa oksigen kira-kira 20
mL oksigen per 100 mL darah. Hampir alam semua keadaan, darah mengandung banyak
sekali oksigen ketika bergerak melalui paru.
Ketika darah arteri mencapai kapiler
dalam jaringan yang menyerap oksigen darah menemui lingkungan yang relatif
rendah konsentrasi oksigen. Dalam kedaan seperti itu , sebagian oksigen
dilepaskan dari haemoglobin darah dan bercampur dalam sel jaringan,dimana
oksigen dapat digunakan dalam metabolisme aerobik. Sebagai oksigen darah yang
telepas ke jaringan tersebut ditentukakan oleh konsentrasi oksigen jaringan
tersebut. Pada jaringan yang lambat menyerap oksigen, oksigen yang dilepaskan
dari sel darah merah relatif kecil, namun pada jaringan yang cepat menyerap
oksigen
bagian-bagian oksigen terkurangi lebih besar. Jadi, pelepasan oksigen oleh sel-sel darah merah ke jarangan meningkat sesuai dengan tingkat penggunaan oksigen oleh jaringan tersebut.
bagian-bagian oksigen terkurangi lebih besar. Jadi, pelepasan oksigen oleh sel-sel darah merah ke jarangan meningkat sesuai dengan tingkat penggunaan oksigen oleh jaringan tersebut.
Haemoglobin dibawa oleh sel darah
merah (eritrosit) sirkulasi. Sirkulasi ini berputar selama kurang lebih 10 hari
yang mengandung kira-kira 3 x 10 sel darah merah. Estimasi kasar kadar
haemoglobin darah dapat diperoleh dari jumlah hematokrit atau dari jumlah darah
dengan rekonsumsi tiap sel darah merah yang mempunyai haemoglobin normal
(Astrand,1986:131-132).
Sintesis haemoglobin terjadi didalam
organ haemopetik (sumsum tulang) mula-mula suksinat dan glisin bergabung
didalam organ haemopetik membentuk asam amino ketaodipat dan asam amino
levulinat. Kedua asam tersebut dihasilkan dibawah pengaruh ALA (amino
laevulinic acid ) sintesis yang merupakan enzim pengatur kecepatan bagi keseluruhan
sintesis haemoglobin. Dua molekul ALA berkondensasi menjadi satu molekul
porfobilinogen, monopirol pengganti dan empat molekul porfobilinogen
berkondensasi (menggunakan uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III
ko-sintese) untuk membentuk komponen isomer terapirol (pofirin) siklik,
uroporfirinogen seri I dan III.
Uroporfirinogen I merupakan prekursor porfirin lain, tetapi tak berperanan lebih lanjut dalam sintesis heme. Uroproporfirinogen III merupakan prekursor seri porfirin III dan dikonversi menjadi koproporfirinogen IX yang mengehelasi besi (II) (ion ferro) untuk membentuk hame. Hame menghambat ALA sintase dan membentuk kontrol umpan balik atas sintesa profirin serta hemoglobin.
Uroporfirinogen I merupakan prekursor porfirin lain, tetapi tak berperanan lebih lanjut dalam sintesis heme. Uroproporfirinogen III merupakan prekursor seri porfirin III dan dikonversi menjadi koproporfirinogen IX yang mengehelasi besi (II) (ion ferro) untuk membentuk hame. Hame menghambat ALA sintase dan membentuk kontrol umpan balik atas sintesa profirin serta hemoglobin.
Tiap molekul hame bergabung dengan
satu molekul globin dan semua molekul haemoglobin mengandung 4 pasang hame +
globulin dengan berat molekul total 68.000. Beberapa jenis polipeptida globin
bisa mengambil bagian di dalam molekul haemoglobin, haemoglobin dewasa normal,
HbA, mempunyai dua
rantai a globin dan dua rantai b globin. Eritrosit juga mengandung sejumlah kecil protopofirin bebas (Baron, 1990:140). Katabolisme haemoglobin terjadi didalam sistem retikulo endothelial, eritrosit dirusak dan dilepaskan haemoglobin. Beberapa hame dilepaskan ke dalam sumsum tulang selama maturasi eritoblas atau dari sel-sel yang mati pada seritropoesis yang tidak efektif.
rantai a globin dan dua rantai b globin. Eritrosit juga mengandung sejumlah kecil protopofirin bebas (Baron, 1990:140). Katabolisme haemoglobin terjadi didalam sistem retikulo endothelial, eritrosit dirusak dan dilepaskan haemoglobin. Beberapa hame dilepaskan ke dalam sumsum tulang selama maturasi eritoblas atau dari sel-sel yang mati pada seritropoesis yang tidak efektif.
Globin terpisah dari hame dan terbentuk
hemeatin, dalam besi hame dioksidasi menajadi besi III (feri). Kemudian cincin
poriferin terbuka dan besi dilepaskan, disertai pembentukan komponen biliverdin
berantai lurus. Ia dikonversi ke bilirubin dengan reduksi. Jalur minor
mula-mula membuka cincin untuk membentuk koleglobin dan kemudian melapaskan
besi dan globin untuk menghasilkan biliverdin globin dan kemudian biliverdin.
Besi dan asam-asam amino globin ditahan, kemudian cincin priol diekskresikan
sebagai bilirubin. Laki-laki dewasa normal mengandung sekitar 800 gram
haemoglobin (nilai rujukan di dalam darah: 13-18 g/dl), yang sekitas 7 g
dihasilkan dan dirusak tiap hari. Pada wanita, haemoglobin tubuh total sekitar
600 g (nilai rujukan didalam darah: 11,5-16,5 g/dl) (Dikutip dari V.O.Wiharmoko
P, 2004: 15).
2.8 Gangguan
Metabolisme Porfirin Dan Heme
porfiria adalah
penyakit genetik metabolisme heme
Porfiria adalah sekelompok penyakit
yang disebabkan oleh abnormalitas jalur biosentesis heme; penyakit ini dapat
bersifat genetic atau didapat. Meskipun tidak prevalen, penyakit ini
penting diingat dalam keadaan tertentu. (mis. Sebagai diagnosis banding nyeri
abdomen dan pada berbagai kelainan neuropsikiatrik); jika tidak, pasien akan
mendapat pengobatan yang tidak tepat.
Fotosensitivitas (lebih senang
beraktivitas dimalam hari) dan bentuk tubuh yang aneh (disfigurement) yang
diidap oleh sebagian penderita porfiria eritropoietik congenital menimbulkan
anggapan bahwa para pasien ini mungkin merupakan suatu prototype werewolf
(manusia srigala). Belum ada bukti yang menguatkan anggapan ini. Biokomia
Mendasari Kausa, Diagnosis, & Pengobatan Porfiria
Dilaporkan ada enam tipe porfiria yang terjadi
akibat berkurangnya aktivitas enzim-enzim 3 sampai 8. Jadi, pemeriksaan
aktivitas satu enzim atau lebih dengan menggunakan sumber yang tepat (mis. Sel
darah merah) penting dalam menegakkan diagnosis pasti pada kasus yang dicurigai
porfiria. Individu dengan penurunan aktivitas enzim 1 ( ALAS2) mengalami anemia
dan bukan porfiria ( Lihatt table 31-2) pasien dengan aktiviitas enzim 2 ( ALA2
HIDRATASE ) yang rendah pernah dilakukan tetapi sangat jarang, kelainan yang
timbul disebut porfiria deisien-ALA dehidratase.
Secara umum, porfiria diwariskan
melalui autosom dominan dengan pengecualian porfiria eritropoetik congenital
yang diwariskan secara resesif sebagian porfiria dapat didiagnosi sebelum
kehamilan dengan menggunakan pelacak gen yang sesuai, seperti kebanyakan
kelainan bawaan lain gejala dan tanda porfiria timbul akinat adanya defisiensi
produk metabolic setelah blob enzimatik akibat penimbunan metabolic sebelum
blog enzimatik. Jika kelainan enzim terjadi pada awal jalur reaksi sebelum
terjadinya porfirinogen ALA dan PBG akan menumpuk di jaringan dan cairan tubuh
secara klinis pasien mengeluh nyeri abdomen dan gejala neuropsikiatrik, dipihak
lain blogenzim yang terjadi belakangan dalam jalur reaksi tersebut menyebabkan
penimbunan berbagai porfirinogen. Produk-produk oksidasi yaitu turunan porfirin
padanannya menyebabakan fotosensitifitas yakni suatu reaksi terhadap sinar
tamapk terpancar gelombang sekitar 400nm porfirin jika terpajang dengan sinar
berpanjang gelombang ini, diduga akan tereksitasi dan kemudian bereaksi dengan
molekul oksigen untuk membentuk radikal oksigen. Radikal oksigen ini merusak
lisosom dan organ lain. Lisosom yang rusak akan membebaskan enzim-enzim
degradatif dan menyebabkan kerusakan kulit dalam derajat yang berfariasi termasuk
pembentukan jaringan parut.
Porfiria dapat diklasifiikasikan
berdasarkan organ atau sel yang paling terkena dampaknya.organ atau sel ini
biasanya adalah organ atau sel yang menyintesis heme dengan sangat aktif.sumsum
tulang membentuk cukup banyak hemoglobin,dan hepar juga aktif dalam menyintesis
hemoprotein lain,sitokrom P450.oleh karena itu,salah satu klasifikasi porfiria
nenbagi penyakit ini menjadi eritropoietik atau hepatic.
ALASI adalah enzim regulatorik kunci
jalur biosintesis heme di hati.sejumlah besar
obat(mis.barbiturat,griseofulvin)memici enzim.sebagian besar obat ini
melakukannya dengan menginduksi sitokrom P450 yang menggunakan heme sehingga
menderepresi (menginduksi) ALASI.pada pasien porfiria,peningkatan aktifitas
ALASI menyebabkan peningkatan kadar berbagai precursor heme (sebelum
hambatan/blok sintesis) yang berpotensi merugikan. Jadi,konsumsi obat yang
dapat memicu sitokrom P450 (yang di sebut sebagai penginduksi mikrosom) dapat
memici serangan porfiria.
Diagnosis tipe tertentu porfiria
umumnya dapat di tegakkan berdasarkan gambaran klinis dan riwayat
keluarga,pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Timbal
berkadar tinggi dapat memengaruhi metabolism heme dengan berikatan pada gugus
SH enzim misalnya ferokelatase dan ALA dehidratase. Hal ini memengaruhi
metabolism porfirin. Kadar protoporfirin meningkat di sel darah merah,dan kadar
ALA dan koproporfirin di urine meningkat.
Daftar Pustaka
•
Schumm,
DE. 1992. Essentials of biochemistry,
penerjemah. Intisari Biokimia. Jakarta: Bina Aksara.
•
Armstrong.
Frank B. 1995. Buku Ajar Biokimia.
Penerjemah. RF.Maulany,Msc. Ed 3. Jakarta : EGC.
•
Robert
K.Murray. 2003. Biokimia. Jakarta : EGC
0 komentar:
Posting Komentar